Bayangkan sebuah hubungan yang tetap hangat dan mesra, bahkan setelah bertahun-tahun bersama. Kisah Alkitab memberikan kita sebuah gambaran yang indah tentang hal ini: "Lalu Ribka dibawa orang ke kemah Ishak. Ribka menjadi isterinya, dan Ishak mencintainya." (Kejadian 24:67). Pernyataan sederhana ini penuh dengan makna.
BACA JUGA: 3 Hal Esensial dalam Pernikahan Menurut Ps. Jeffrey Rachmat
Pernikahan Ishak dan Ribka diwarnai dengan kasih dan kelembutan yang nyata. Ini menunjukkan bahwa romantisme dalam ikatan pernikahan adalah hal yang baik dan dikehendaki Tuhan. Namun, bagaimana kita memelihara kehangatan dan kemesraan itu agar tidak pudar diterpa rutinitas dan tantangan hidup? Kuncinya terletak pada pemahaman bahwa kasih yang sejati adalah sebuah pilihan dan tindakan, bukan sekadar perasaan yang pasang surut.
Seringkali, kita terjebak dalam pemikiran bahwa kasih adalah perasaan bahagia yang muncul secara otomatis. Padahal, Alkitab dengan jelas menggambarkan kasih sebagai sesuatu yang aktif dan perlu diupayakan. Pernikahan perlu diwarnai dengan kasih dan kelembutan yang dipraktikkan setiap hari, persis seperti yang dilakukan Ishak kepada Ribka. Kasih yang mesra itu bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan hasil dari komitmen untuk terus-menerus "merajutnya" dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu, seperti apa wujud praktis dari kasih yang aktif ini?
Rasul Paulus memberikan definisi yang sangat jelas dan terperinci dalam 1 Korintus 13:4-8. Ayat-ayat ini bagaikan panduan manual untuk membangun kasih yang mesra. Kasih itu sabar; artinya, kita memberi ruang bagi pasangan untuk tumbuh dan belajar dari kesalahan tanpa dihakimi dengan cepat. Kasih itu murah hati; selalu siap untuk memberi, baik dalam bentuk perhatian, waktu, maupun pengampunan.
Lebih lanjut, kasih tidak cemburu dan tidak memegahkan diri. Ini mengajak kita untuk melawan keegoisan dan bersukacita atas keberhasilan pasangan seolah-olah itu adalah keberhasilan kita sendiri. Kasih juga tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Dalam praktiknya, ini berarti menghormati pasangan dengan perkataan dan tindakan, serta selalu mempertimbangkan kebutuhan dan perasaannya, bukan hanya kepentingan diri sendiri. Kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Betapa seringnya pertengkaran kecil membesar hanya karena kita tidak mau melepaskan luka lama? Mengampuni dan melupakan adalah vitamin bagi pertumbuhan kasih dalam pernikahan.
Akhirnya, kasih tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ini mendorong kita untuk menjadi partner yang mendukung pasangan untuk hidup dalam kebenaran Tuhan. Dan yang terpenting, kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu. Inilah fondasi ketahanan. Kasih yang sejati tidak mudah menyerah ketika badai datang; ia tetap percaya dan berharap akan pemulihan dan pertumbuhan bersama di dalam Tuhan.
BACA JUGA: Ternyata Bukan Cinta Besar yang Jaga Pernikahan, Tapi Hal Sepele Ini..
Oleh karena itu, mari kita melihat pernikahan kita bukan hanya sebagai ikatan sosial, tetapi sebagai kanvas tempat kita secara aktif merajut kasih setiap hari. Dengan menjadikan 1 Korintus 13 sebagai pedoman praktis, kita dapat membangun hubungan yang tidak hanya bertahan, tetapi juga bertumbuh semakin mesra dan romantis, sesuai dengan kehendak Tuhan. Seperti pernikahan Ishak dan Ribka, biarlah kasih yang kita praktikkan menjadi kesaksian nyata akan kebaikan dan kesetiaan Tuhan dalam kehidupan berumah tangga.
Jika Anda sedang menghadapi tantangan dalam hubungan atau memiliki pertanyaan seputar pernikahan, kami mengundang Anda untuk menghubungi Layanan Doa CBN. Kami siap dengan senang hati memberikan bantuan dan dukungan untuk Anda.
Sumber : Jawaban.com