Dalam beberapa tahun terakhir, isu kesehatan mental semakin mengemuka, terutama di kalangan generasi muda.
Data dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan adanya lonjakan kasus bunuh diri di Indonesia.
Sejak 2013 hingga 2024, tercatat ada 2.112 kasus bunuh diri. Lebih dari 46% kasus tersebut melibatkan remaja, sebuah angka yang sangat memprihatinkan.
Salah satu penyebab utama meningkatnya angka bunuh diri di kalangan remaja adalah tekanan akademis dan sosial.
Harapan yang tinggi dari orang tua dan lingkungan terkait prestasi dan pencapaian hidup sering kali menjadi beban yang berat bagi mereka.
Remaja juga menghadapi perubahan hormon dan emosi yang membuat mereka lebih rentan terhadap perasaan putus asa.
BACA JUGA: Jadi Penguat untuk Keluarga yang Depresi, Lakukan 6 Hal Ini
Melalui webinar tentang Fenomena Banyaknya Bunuh Diri di Usia Produktif yang digelar oleh BRIN, Yurika Fauzia Wardani, Peneliti Muda Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, OR.Kesehatan BRIN mengemukakan bahwa masalah keluarga dan cyberbullying juga menjadi faktor yang berkontribusi dalam masalah mental health anak remaja.
Menariknya, penelitian juga menunjukkan bahwa meskipun keinginan bunuh diri lebih sering ditemukan pada perempuan, kasus bunuh diri yang dilakukan lebih banyak oleh laki-laki. Mengapa demikian?
"Kok bisa laki-laki? Ternyata, norma sosial dan budaya patriarki Indonesia itu menuntut laki-laki lebih tegar, lebih kuat, dan lebih kuat menghadapi masalah. Akibatnya, laki-laki enggan meminta pertolongan ketika mereka butuh. Kemudian laki-laki cenderung memilih metode bunuh diri dengan cara tragis," ungkap Yurika.
Sebaliknya, perempuan lebih banyak menunjukkan tanda-tanda awal seperti ide bunuh diri, tetapi jarang mengambil langkah ekstrim ini. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan berbeda dalam menangani masalah kesehatan mental pada laki-laki dan perempuan.
Selain remaja, mahasiswa juga menjadi kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan mental.
BACA JUGA: Cara Orang Kristen Atasi Masalah Kesehatan Mental
Beberapa kasus bunuh diri yang melibatkan mahasiswa bahkan menjadi viral di media sosial.
Ganjar Pranowo, Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama), menyampaikan keprihatinannya akan krisis kesehatan mental ini.
Ia menekankan pentingnya langkah kolaboratif untuk mengatasi masalah ini, mengingat minimnya fasilitas layanan kesehatan jiwa di Indonesia.
Dari 10.000 puskesmas di Indonesia, hanya 6.000 yang memiliki layanan kesehatan jiwa.
Ganjar menyoroti perlunya peningkatan fasilitas kesehatan mental serta penambahan jumlah psikiater.
Literasi kesehatan mental juga harus diperkuat melalui kampanye yang lebih masif.
Sebagai orang tua, tentu kita tidak ingin hal ini tragis seperti ini terjadi pada anak-anak kita. Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui tanda-tanda apa yang terjadi pada anak yang mengalami issue mental health.
Anda bisa pelajari dari artikel berikut ini: 7 Tanda Seseorang Alami Gangguan Kesehatan Mental
Sumber : Berbagai Sumber