Ini Penjelasan Kemenag Soal Surat Penolakan Pendirian Gereja Oleh Wali Kota Cilegon
Sumber: Jawaban.com

News / 9 September 2022

Kalangan Sendiri

Ini Penjelasan Kemenag Soal Surat Penolakan Pendirian Gereja Oleh Wali Kota Cilegon

Lori Official Writer
2490

Pada Rabu, 7 September 2022, terjadi aksi penolakan pendirian Gereja Maranatha di Cikuasa, Gerem, kota Cilegon, oleh masyarakat. Atas desakan masyarakat, Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Cilegon Sanuji Pentamarta menandatangani penolakan pendirian gereja tersebut.

“Terkait dengan penandatanganan bersama yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 7 September tahun 2022, perlu disampaikan bahwa hal tersebut adalah memenuhi keinginan masyarakat Kota Cilegon yang terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan organisasi masyarakat,” ungkap Helldy.

 

Baca Juga: Telah Diklarifikasi, Gereja yang Ditutup di Cilegon Bukanlah Gereja Bethel Indonesia

 

Terkait hal ini, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama Wawan Djunaedi pun angkat bicara. Dia menilai jika selama ini masyarakat memang masih menjadikan Keputusan Bupati Nomor 189/Huk/SK/1975 tanggal 20 Maret 1975 tentang penutupan gereja/tempat jemaat bagi agama Kristen di daerah Kabupaten Serang sebagai dalih penolakan pendirian gereja di Cilegon.

Tetapi dia menilai jika SK tersebut sudah tidak relevan lagi dijadikan sebagai dalih. Hal ini ia sampaikan berdasarkan tiga hal yaitu bahwa regulasi itu pertama kali diterbitkan pada saat jumlah penduduk Muslim di Cilegon mencapai 99 persen. 

Sayangnya, saat ini kondisi di Cilegon sudah berubah. Berdasarkan sensus BPS tahun 2010, komposisi umat Kristen di Cilegon telah mencapai 16.528.513 jiwa dan umat Katolik sebanyak 6.907.873. Dengan kata lain jumlah ini setara 12.82 persen umat non-Muslim secara keseluruhan. 

“Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu ikhtiar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” ungkap Wawan.

 

BACA HALAMAN BERIKUTNYA --->

Kedua, SK Bupati tahun 1975 yang merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 sebenarnya sudah tidak berlaku atau sudah dicabut. Aturan ini bahkan sudah diganti dengan PMB nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006. 

“Yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006,” jelasnya.

Yang ketiga, Wawan menyampaikan jika SK Bupati 1975 tersebut diterbitkan dalam konteks meresponi Perguruan Mardiyuana sebagai bangunan, bukan rumah ibadah. Dalam hal ini, di masa itu bangunan tersebut sempat dipergunakan sebagai gereja. Alasan itulah yang menjadi pemicu umat Kristen Cilegon diminta untuk menjalankan ibadah di gereja-gereja yang ada di kota Serang saja.

Wawan mengaku sudah pernah mendiskusikan hal tersebut bersama Wali Kota Cilegon di bulan April 2022 silam. Pemerintah Kota Cilegon pun diminta untuk menerapkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006.

Dia meminta supaya semua kepala daerah bisa memenuhi hak-hak konstitusi seluruh warganya, termasuk hak beragama dan berkeyakinan yang tertuang di dalam undang-undang.

Sementara untuk pendirian rumah ibadah, Wawan meminta pemerintah daerah mengacu pada syarat dan ketentuan yang sudah dituangkan di dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PMB) Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

“Jadi tidak ada alasan apapun bagi kepala daerah untuk tidak memfasilitasi ketersediaan rumah ibadah ketika calon pengguna telah mencapai 90 orang,” pungkasnya.

Merujuk pada PMB, pemerintah daerah tidak sepatutnya memihak berdasarkan keinginan masyarakat semata. Melainkan mengacu sepenuhnya kepada aturan yang berlaku.

Semoga persoalan pendirian rumah ibadah ini segera selesai. Dengan fakta-fakta ini, pemerintah daerah Cilegon juga bisa mengambil langkah bijak untuk mencapai kesepakatan bersama masyarakat.

Sumber : CNN Indonesia
Halaman :
Tampilkan per Halaman

Ikuti Kami