Bangunan Gereja Sempat Disegel, Akhirnya Bisa Lanjut Dibangun Lewat Piagam Tebing Tinggi
Sumber: Kumparan.com

News / 3 February 2021

Kalangan Sendiri

Bangunan Gereja Sempat Disegel, Akhirnya Bisa Lanjut Dibangun Lewat Piagam Tebing Tinggi

Puji Astuti Official Writer
2175

Pembangunan Gereja Santo Yusuf di Kelurahan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjab Barat sempat terhenti selama setahun karena diwarnai penyegelan dan ancaman pembongkaran. Namun masalah ini akhirnya selesai setelah melalui mediasi yang difasilitasi  oleh Kapolres Tanjab Barat dan juga Dandim 0419/Tanjab, hingga akhirnya menghasilkan Piagam Tebing Tinggi. 

"Piagam Tebing Tinggi ini berisikan kesepakatan untuk merawat kebhinekaan, menjaga toleransi beragama, menjamin kebebasan beribadah sesuai keyakinan dan memelihara kerukunan antar umat beragama serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," demikian pernyataan Kapolres Tanjab Barat, AKBP Guntur Saputro Selasa (2/2/2021) yang dikutip Kumparan.com.

Masyarakat Tebing Tinggi dan Tokoh Agama sepakat berdamai. Foto: dok. Polres Tanjab Barat

Tidak hanya itu, piagam tersebut juga ditandatangani oleh tokoh-tokoh agama lain, yaitu pemuka agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu. Hal ini karena proses mediasi melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama, AKBP Guntur percaya Kabupaten Tanjab yang dikenal sebagai wilayah yang aman, beragam suku, dan agama dapat terus menjaga hal ini. Menurutnya, permasalahan penghentian pembangunan gereja Katolik tersebut hanyalah masalah miskomunikasi. 

Pemicu penyegelan dan pelarangan pembangunan gereja

Masyarakat sekitar menilai Gereja Santo Yusuf akan membangun dua bangunan gereja, karena gereja yang lama tidak direnovasi tetapi malah membuat bangunan yang baru. Bangunan yang sudah berdiri nyaris akan dirobohkan atau dibongkar oleh masyarakat.  Protes ini akhirnya diresponi pemerintah dengan penyegelan karena dianggap melanggar izin mendirikan bangunan. 

Setelah dilakukan komunikasi dan mediasi, akhirnya disepakati bahwa pembangunan gereja yang baru tetap berlanjut namun dengan ukuran 15x30 meter. Selanjutnya bangunan gereja yang lama akan dibongkar sehingga tidak menimbulkan kesar bahwaada dua bangunan gereja dalam satu lokasi. Selain itu, umat kristiani juga diminta untuk bersama merawat toleransi dan menghormati adat istiadat masyarakat setempat. 

Saat ini jumlah jemaat Gereja Santo Yusuf ada 55 kepala keluarga atau sekitar 200 orang jemaat. Untuk itu pembangunan gereja juga disesuaikan dengan kapasitas jemaat tersebut. 

Pendapat tokoh masyarakat tentang konflik pembangunan gereja 

Menurut tokoh masyarakat H As'ad yang di rilis oleh Kompas.com, persoalan muncul saat gereja membangun bangunan berbeda dari izin yang diajukan kepada masyarakat di sekitar lokasi gereja. Menurutnya, masyarakat di sekitar tidak melarang pendirian gereja, bahkan umat Katolik selama setahun ini tetap beribadah dengan aman, walau mengalami permasalahan pembangunan gedung. 

As'ad mengungkapkan bahwa masyarakat kuatir dengan pembangunan gedung yang sangat besar, dan juga masih adanya bangunan lama, sehingga seperti ada dua gereja di tempat itu. 

Pihak gereja meminta maaf

Menyikapi adanya salah persepsi dalam masyarakat tersebut, pihak Gereja Katolik Santo Yusuf meminta maaf dan juga mengucapkan terima kasih kepada pihak berwajib yang sudah menengahi dan memediasi sehingga mencapai kesepakatan bersama sehingga bisa meneruskan pembangunan gereja. 

Ketua Pastoral Paroki Santa Teresia Jambi, Yustinus Vena Handono juga mengungkapkan bahwa pihaknya siap dikoreksi jika bangunan ada yang menyalahi IMB. 

"Kalau soal bangunan gereja yang harus sesuai IMB, kami siap untuk dikoreksi. Karena melanjutkan pembangunan gereja tersebut merupakan permohonan utama kami," demikian ungkap Yustinus. 

Yustinus juga mengungkapkan bahwa pihak gereja akan membongkar bangunan gereja yang lama, serta membongkar bagian bangunan baru yang dianggap melanggar IMB. 

Permasalahan izin mendirikan gereja bukanlah hal baru, menurut Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia pada periode 2015-2018 ada 51 gereja yang ditolak keberadaannya karena hal ini. 

Jika yang dilakukan di Kabupaten Tanjab Barat ini bisa diteladani oleh wilayah-wilayah lain, tentunya hal ini akan semakin memperkuat persatuan dan toleransi di Indonesia.

Selamat untuk masyarakat Tanjab Barat yang sudah menunjukkan toleransinya, dan mari seperti isi Piagam Tebing Tinggi, rawatlah kebhinekaan, jaga toleransi umat beragama, dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami