Heboh Siswi Non-Muslim Diwajibkan Berjilbab, Ini Respon Mendikbud & KPAI
Sumber: Jawaban.com

News / 25 January 2021

Kalangan Sendiri

Heboh Siswi Non-Muslim Diwajibkan Berjilbab, Ini Respon Mendikbud & KPAI

Puji Astuti Official Writer
2028

Mencuatnya kasus siswi non-muslim dipaksa memakai jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Hal ini dipandang banyak pihak sebagai bentuk intoleransi dan pelanggaran HAM di dalam dunia pendidikan karena tidak menghormati keyakinan yang dianut oleh siswi tersebut. 

Aturan Sudah Berjalan 15 Tahun

Yang memprihatinkan adalah respon dari mantan Walikota Padang Fauzi Bahar yang menyatakan bahwa aturan tersebut sudah berjalan 15 tahun, ia mempertanyakan mengapa baru diributkan yang ia buat itu sekarang. 

"Itu sudah lama sekali, kok baru sekarang diributkan? Kebijakan 15 tahun yang lalu itu,"  demikian pernyataan Fauzi Bahar yang dirilis oleh Detikcom, Sabtu (23/1/2021) lalu.

Aturan berbusana ini diatur dalam Instruksi Walikota Padang No 451.442/BINSOS-iii/2005. Instruksi itu dikeluarkan pada 2005. Salah satu poin instruksi itu adalah mewajibkan jilbab bagi siswi yang menempuh pendidikan di sekolah negeri di Padang. Menurut Fauzi aturannya itu untuk melindungi perempuan, dan tak perlu dicabut. 

Orangtua Siswi Protes Diwajibkan Pakai Jilbab

Kasus ini muncul ke permukaan setelah Elianu Hia, orang tua seorang siswi mengunggah adu argumen antara dirinya dengan Wakil Kepala SMK  Negeri 2 Padang, Zakri Zaini. Saat itu Elianu dipanggil pihak sekolah karena putrinya Jeni Cahyani Hia yang duduk di kelas X tidak mengenakan jilbab karena memang ia bukan seorang muslim. Pihak sekolah menyatakan bahwa wajib mengenakan jilbab merupakan aturan sekolah.

Setelah berita tentang kasus ini menjadi viral, Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Padang Rusmadi meminta maaf. Menurutnya selama ini pihak sekolah tidak melakukan pemaksaan jika siswi SMK tersebut tidak berhijab. Berdasarkan pernyataannya, ada 46 siswi non-muslim yang ada di sekolah tersebut dan mereka semua berjilbab saat sekolah, bahkan mengikuti kegiatan agama Islam. 

 Bahkan, dalam kegiatan-kegiatan keagamaan (Islam) yang kami adakan, anak-anak non muslim juga datang, walaupun sudah kami dispensasi untuk tidak datang. Artinya, nyaman anak-anak selama ini," demikian pernyataan Rusmadi yang dikutip Detik.com. 

Mendikbud Nadiem Makarim Mengecam Aturan Ini

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan dengan tegas bahwa kasus pemaksaan pemakaian jilbab pada siswi SMK Negeri 2 Padang tersebut melanggar undang-undang dan bentuk intoleransi.  Ia bahkan meminta agar pemda menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam pemaksaan siswi non-muslim untuk berjilbab. 

"Hal tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagaman, sehingga bukan saja melanggar peraturan UU, melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan,"  demikian pernyataan tegas Nadiem melalui video yang diposting di akun Instagram Minggu (24/1/2021). 

Menurut Nadiem, aturan penggunaan seragam tetap harus menghormati siswa dalam menjalankan keyakinannya masing-masing seperti yang tertuang dalam Pasal 3 ayat 4 Peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Peserta Didik. 

Selain itu Nadiem menyatakan bahwa pihak Kemendikbud akan menyediakan hotline pengaduan untuk mencegah kasus-kasus serupa terjadi kembali. 

KPAI: Ini Pelanggaran HAM

"Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM, namun memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM," demikian pernyataan dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI Bidang pendidikan, Retno Listyarti, Sabtu (23/1/2021) yang dirilis Suara.com.

Menurutnya sekolah negeri harus menyemai keberagaman, menerima perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Pihak KPAI prihatin dengan berbagai kasus di beberapa sekolah negeri terkait intoleransi dan cenderung tidak menghargai keberagaman sehingga berpotensi melanggar hak-hak anak. 

Sekolah merupakan tempat mendidik anak-anak bangsa yang akan menjadi pemimpin masa depan, seharusnya menjadi tempat untuk menanamkan toleransi dan keberagaman serta mengajarkan untuk menghormati hak asasi manusia, tanpa melihat latar belakang sosial, ras, serta agamanya. Jadi sungguh disayangkan jika di sekolah malah muncul intoleransi dan juga merampas hak-hak asasi siswa untuk menjalankan keyakinan atau agamanya. Mari berani bersuara untuk menjaga Indonesia tetap menjadi sebuah bangsa yang hidup dalam kebhinekaan dan penuh toleransi.

Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami