Pendapatan Berkurang Benarkah Gereja Terancam di Tengah Pandemi? Ini Kata Ketua GMIT & GBI
Sumber: Jawaban.com

Kata Alkitab / 18 July 2020

Kalangan Sendiri

Pendapatan Berkurang Benarkah Gereja Terancam di Tengah Pandemi? Ini Kata Ketua GMIT & GBI

Lori Official Writer
3116

Ketua Dewan Pembina Bilangan Research Center (BRC) Bambang Budijanto, Ph.D membeberkan data hasil riset terkait dampak pandemi virus Covid-19 yang terjadi sepanjang beberapa bulan terakhir ini.

Dalam event Webinar Gereja yang Relevan di Masa New Normal yang diadakan Jawaban.com pada Rabu (15/7) lalu, Bambang melaporkan bahwa pandemi justru menjadi berkat tersembunyi bagi gereja. Dimana gereja justru jauh lebih kuat, yang ditandai oleh banyaknya jemaat gereja yang aktif mencari hal-hal rohani hampir setiap hari (bukan hanya di hari minggu saja) dan bagaimana mezbah-mezbah keluarga bertumbuh dengan pesat.

Dampak positif lainnya adalah terjadinya peningkatan kepedulian jemaat gereja terhadap orang lain dan juga gereja lain. Meskipun pandemi menyebabkan penurunan pendapatan secara drastis, namun hasil riset menunjukkan bahwa jemaat gereja justru terbeban untuk berbagi dengan orang lain dari kantong mereka sendiri.

Data ini tentu saja memberikan pencerahan baru bagi gereja di tengah pandemi ini. Sekaligus menjawab ketakutan akan masa depan gereja yang terancam akibat pendapatannya yang menurun drastis.

Benarkah pendapatan gereja yang terus menurun jadi ancaman besar bagi gereja di masa pandemi? Menanggapi hal ini, Ketua Sinode GMIT Pendeta Dr. Mery L.Y Kolimon pun membeberkan situasi gereja-gereja di bawah naungan Sinode GMIT selama masa pandemi.

Dalam penjelasannya, Pendeta Mery menuturkan bahwa pandemi memang menimbulkan berbagai tantangan besar bagi gereja-gereja GMIT di Kupang. Dua tantangan terbesarnya adalah sulitnya gereja-gereja di daerah mengoperasikan teknologi dan timbulnya kerisauan jemaat gereja terkait nasib gereja dan para pendeta akibat peniadaan ibadah Minggu.

"Tantangan yang luar biasa adalah bagi jemaat-jemaat yang berada di pedesaan.  Mereka bingung apa sebenarnya yang terjadi. Ada diskusi kalau kita misalnya tidak berbakti, bagaimana dengan kolekte, bagaimana dengan jaminan hidup para pendeta? Siapa yang akan membiayai? Ada pertanyaan seperti itu. Tapi luar biasa, Tuhan bekerja. Saya belajar bahwa pemimpin-pemimpin gereja tiba pada kesimpulan bahwa yang paling penting adalah gereja berdiri untuk bahu membahu untuk membangun seluruh perdaban dunia, membela dan merawat kehidupan," ungkap Pendeta Mery.


Baca Juga: Jawaban Webinar: Gereja yang Relevan di Masa New Normal – Bambang Budijanto


Pendeta Mery tidak memungkiri jika pendemi memang menyebabkan gereja kesulitan dalam hal dana. Namun dia tetap bersyukur karena pandemi memberikan gereja kesempatan untuk bisa melakukan hal-hal penting yang berdampak luas bagi masyarakat. Seperti memberikan edukasi secara merata tentang pandemi kepada gereja-gereja di dalam berbagai bahasa daerah.

“Ada energi diakonia yang luar biasa (di tengah pandemi ini). Gereja yang biasa mengurus diri, saya pikir ini cara Tuhan yang luar biasa hebat. Terlalu banyak gereja yang memberikan energi untuk pembangunan gedung. Gedung kita katakan persembahan untuk Tuhan, tapi sebenarnya kadang-kadang melayani ego kita. Cara Tuhan mendidik kita luar biasa. Gedung-gedung ditutup dan you have to go to the world. Anda harus pergi ke lapangan misi,” terangnya.

Di tengah situasi sulit ini, dia melihat bahwa gereja sama sekali tidak menjadi lemah. Tetapi justru semakin menghidupi kasih Tuhan melalui kepedulian mereka terhadap sesama.

Dia menegaskan bahwa berkurangnya pendapatan gereja di masa pandemi ini tidak bisa jadi alasan gereja untuk tidak mengerjakan pekerjaan misi di tengah dunia. “Kami bersyukur kalau dari data kami sejauh ini, 4 persen mengatakan persembahan mereka naik. Sisanya 16% mengatakan bahwa (persembahan) tetap dan 80% itu turun. Turunnya persembahan yang didapatkan itu sekitar 50 sampai 80%. Tapi di tengah-tengah situasi seperti itu, persis seperti yang dikatakan luar biasa bahwa kesediaan memberi, berbagi baik untuk jemaat sendiri maupun untuk yang lain. Ingat gereja bukan koperasi. Koperasi hidup dari oleh dan untuk anggotanya. Tapi gereja adalah komunitas yang diutus pergi ke tengah-tengah dunia,” terangnya.

Kondisi serupa juga rupanya dialami oleh gereja-gereja GBI di seluruh Indonesia. Ketua Sinode GBI Pendeta Dr. Rubin Adi Abraham menjelaskan bahwa pandemi membuat Sinode GBI bekerja aktif memberikan pelatihan-pelatihan tentang mengakses teknologi kepada gereja-gerejanya.

“Kalau menurut saya, masa pandemi ini secara daging, secara fisik kelihatannya banyak merugikan kita. Tetapi secara spiritual ada banyak terobosan yang luar biasa bagus yang Tuhan sedang kerjakan. Sehingga gereja tidak terbatas di empat temboknya, tetapi sudah mulai merambah ke berbagai daerah yang lain,” ungkap Pendeta Rubin.

Walaupun dampak pandemi mempengaruhi pendapatan gereja, dia mengaku tetap bersyukur karena dari hasil riset sebanyak 92% dari jemaat justru melakukan pelayanan diakonia. Selain itu, Sinode GBI juga mulai memberikan pelatihan tentang cara menjalankan pelayanan yang lebih praktis dan murah melalui pemanfaatan teknologi.

“Kita bersyukur walaupun banyak yang terpuruk secara materi tetapi yang luar biasanya dari riset tersebut, kira-kira 92% mengatakan bahwa mereka melakukan pelayanan diakonia, melakukan pelayanan sosial.

Di balik semua kesulitan yang dihadapi gereja secara materi, Pendeta Rubin percaya bahwa Tuhan sedang mengerjakan sesuatu yang besar melalui gereja-Nya.

Karena itulah Bambang mengaku sangat bangga terhadap gereja di tengah pandemi saat ini. Karena apa yang dilakukan gereja di tengah pandemi mematahkan pandangan bahwa penutupan gereja dan penurunan pendapatan gereja menjadi ancaman bagi pelayanannya.

Sumber : Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami