Ketua Dewan Pembina Bilangan Research Center (BRC) Bambang
Budijanto, Ph.D membeberkan data hasil riset terkait dampak pandemi virus Covid-19 yang terjadi sepanjang beberapa bulan terakhir ini.
Dalam event Webinar Gereja yang Relevan di Masa New Normal yang
diadakan Jawaban.com pada Rabu (15/7)
lalu, Bambang melaporkan bahwa pandemi justru menjadi berkat tersembunyi bagi
gereja. Dimana gereja justru jauh lebih kuat, yang ditandai oleh banyaknya jemaat
gereja yang aktif mencari hal-hal rohani hampir setiap hari (bukan hanya di hari minggu saja) dan bagaimana mezbah-mezbah keluarga bertumbuh dengan pesat.
Dampak positif lainnya adalah terjadinya peningkatan kepedulian
jemaat gereja terhadap orang lain dan juga gereja lain. Meskipun pandemi menyebabkan
penurunan pendapatan secara drastis, namun hasil riset menunjukkan bahwa jemaat gereja justru terbeban untuk berbagi dengan orang lain dari kantong mereka sendiri.
Data ini tentu saja memberikan pencerahan baru bagi gereja di
tengah pandemi ini. Sekaligus menjawab ketakutan akan masa depan gereja yang terancam akibat pendapatannya yang menurun drastis.
Benarkah pendapatan gereja yang terus menurun jadi ancaman besar
bagi gereja di masa pandemi? Menanggapi hal ini, Ketua Sinode GMIT Pendeta Dr.
Mery L.Y Kolimon pun membeberkan situasi gereja-gereja di bawah naungan Sinode GMIT selama masa pandemi.
Dalam penjelasannya, Pendeta Mery menuturkan bahwa pandemi memang
menimbulkan berbagai tantangan besar bagi gereja-gereja GMIT di Kupang. Dua tantangan
terbesarnya adalah sulitnya gereja-gereja di daerah mengoperasikan teknologi dan
timbulnya kerisauan jemaat gereja terkait nasib gereja dan para pendeta akibat peniadaan ibadah Minggu.
"Tantangan yang luar biasa adalah bagi jemaat-jemaat yang
berada di pedesaan. Mereka bingung apa
sebenarnya yang terjadi. Ada diskusi kalau kita misalnya tidak berbakti,
bagaimana dengan kolekte, bagaimana dengan jaminan hidup para pendeta? Siapa
yang akan membiayai? Ada pertanyaan seperti itu. Tapi luar biasa, Tuhan
bekerja. Saya belajar bahwa pemimpin-pemimpin gereja tiba pada kesimpulan bahwa
yang paling penting adalah gereja berdiri untuk bahu membahu untuk membangun seluruh perdaban dunia, membela dan merawat kehidupan," ungkap Pendeta Mery.
Baca Juga: Jawaban Webinar: Gereja yang Relevan di Masa New Normal – Bambang Budijanto
Pendeta Mery tidak memungkiri jika pendemi memang menyebabkan
gereja kesulitan dalam hal dana. Namun dia tetap bersyukur karena pandemi memberikan
gereja kesempatan untuk bisa melakukan hal-hal penting yang berdampak luas bagi
masyarakat. Seperti memberikan edukasi secara merata tentang pandemi kepada gereja-gereja di dalam berbagai bahasa daerah.
“Ada energi diakonia yang luar biasa (di tengah pandemi ini).
Gereja yang biasa mengurus diri, saya pikir ini cara Tuhan yang luar biasa
hebat. Terlalu banyak gereja yang memberikan energi untuk pembangunan gedung.
Gedung kita katakan persembahan untuk Tuhan, tapi sebenarnya kadang-kadang
melayani ego kita. Cara Tuhan mendidik kita luar biasa. Gedung-gedung ditutup
dan you have to go to the world. Anda harus pergi ke lapangan misi,” terangnya.
Di tengah situasi sulit ini, dia melihat bahwa gereja sama
sekali tidak menjadi lemah. Tetapi justru semakin menghidupi kasih Tuhan melalui kepedulian mereka terhadap sesama.
Dia menegaskan bahwa berkurangnya pendapatan gereja di masa pandemi
ini tidak bisa jadi alasan gereja untuk tidak mengerjakan pekerjaan misi di
tengah dunia. “Kami bersyukur kalau dari data kami sejauh ini, 4 persen mengatakan
persembahan mereka naik. Sisanya 16% mengatakan bahwa (persembahan) tetap dan
80% itu turun. Turunnya persembahan yang didapatkan itu sekitar 50 sampai 80%. Tapi
di tengah-tengah situasi seperti itu, persis seperti yang dikatakan luar biasa
bahwa kesediaan memberi, berbagi baik untuk jemaat sendiri maupun untuk yang
lain. Ingat gereja bukan koperasi. Koperasi hidup dari oleh dan untuk
anggotanya. Tapi gereja adalah komunitas yang diutus pergi ke tengah-tengah dunia,” terangnya.
Kondisi serupa juga rupanya dialami oleh gereja-gereja GBI di
seluruh Indonesia. Ketua Sinode GBI Pendeta Dr. Rubin Adi Abraham menjelaskan bahwa
pandemi membuat Sinode GBI bekerja aktif memberikan pelatihan-pelatihan tentang mengakses teknologi kepada gereja-gerejanya.
“Kalau menurut saya, masa pandemi ini secara daging, secara
fisik kelihatannya banyak merugikan kita. Tetapi secara spiritual ada banyak
terobosan yang luar biasa bagus yang Tuhan sedang kerjakan. Sehingga gereja tidak
terbatas di empat temboknya, tetapi sudah mulai merambah ke berbagai daerah yang lain,” ungkap Pendeta Rubin.
Walaupun dampak pandemi mempengaruhi pendapatan gereja, dia mengaku
tetap bersyukur karena dari hasil riset sebanyak 92% dari jemaat justru
melakukan pelayanan diakonia. Selain itu, Sinode GBI juga mulai memberikan
pelatihan tentang cara menjalankan pelayanan yang lebih praktis dan murah melalui pemanfaatan teknologi.
“Kita bersyukur walaupun banyak yang terpuruk secara materi
tetapi yang luar biasanya dari riset tersebut, kira-kira 92% mengatakan bahwa mereka melakukan pelayanan diakonia, melakukan pelayanan sosial.
Di balik semua kesulitan yang dihadapi gereja secara materi, Pendeta
Rubin percaya bahwa Tuhan sedang mengerjakan sesuatu yang besar melalui
gereja-Nya.
Karena itulah Bambang mengaku sangat bangga terhadap gereja
di tengah pandemi saat ini. Karena apa yang dilakukan gereja di tengah pandemi mematahkan
pandangan bahwa penutupan gereja dan penurunan pendapatan gereja menjadi
ancaman bagi pelayanannya.