Ruth Retnosari, Suami Meninggal Sadarkan Jika Rencana Manusia Ada di Tangan Tuhan
Sumber: Jawaban.com

Family / 27 May 2020

Kalangan Sendiri

Ruth Retnosari, Suami Meninggal Sadarkan Jika Rencana Manusia Ada di Tangan Tuhan

Lori Official Writer
4485

Ruth Retnosari, ibu dari lima anak dan Sembilan cucu ini harus merelakan suaminya pergi untuk selamanya ketika rencana indah justru sudah disusun sedemikian rupa.

Sang suami, Gunawan harus menghembuskan napas terakhirnya akibat terpapar virus Covid-19 pada Maret 2020 lalu. Kejadiannya hanya sepekan sebelum seluruh keluarga akan berencana untuk liburan ke luar negeri di akhir bulan itu.

"Tanggal 12 Maret, suami saya sakit. Sakitnya sakit biasa hanya flu dan dia mulai bersin-bersin. Saya langsung bawa ke dokter karena kami mau pergi itu loh. Saya bilang sama dokter, ‘Dokter tolong jangan sampai sakit. Kasih obat yang baik karena kami akan pergi ke Bali dan pergi ke Perth.’" terang Ruth.

Apa daya kondisi sang suami malah tak kunjung membaik. Justru dua hari kemudian, Ruth sendiri merasa mulai kurang enak badan yang disertai dengan nyeri kepala pusing dan demam.

Untuk memastikan kondisi yang mereka alami , pasangan ini memutuskan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Di rumah sakit, sang suami divonis terserang bakteri sementara dirinya dinyatakan terserang virus.

Di hari berikutnya, keadaan pasangan ini semakin buruk. Sehingga mereka memilih untuk kembali memeriksakan diri ke rumah sakit. Setelah menjalani rontgen paru, saat itulah mereka mulai sedikit kuatir kalau-kalau mereka terpapar Covid-19. Oleh anjuran dokter, mereka diminta untuk diopname di salah satu rumah sakit.

Tapi siapa sangka, di malam pertama sang suami diopname Ruth harus merelakan pria yang dicintainya itu pergi untuk selamanya.

“Saya tidak menyangka bahwa malam hari itu, saat saya pamit sama suami saya adalah malam terakhir bagi saya untuk ketemu suami saya,” ungkapnya.

Sementara dalam perjalanan, kondisi Ruth semakin memburuk. Dia mengalami muntah-muntah dan sepanjang malam tidak bisa tidur. Dia hanya ditemani oleh salah satu menantunya, sementara anak-anaknya yang lain juga mengalami demam.


Baca Juga: Anak Meninggal Karena Covid-19, Rev. Andre Roland Sempat Kecewa Sama Tuhan


Dalam keadaan kritis, Ruth mendapat kabar bahwa suaminya sudah tiada. Tapi Ruth mengaku tidak percaya bahwa suaminya yang selama ini tampak sehat sudah dipanggil Tuhan.

“Saya menangis, saya meraung-raung di rumah sakit itu. Tuhan saya rasanya tidak percaya. Saya bilang, ‘Mama mau keluar. Mama mau melihat jenazah Papa yang terakhir kali. Mama harus keluar.’ Tapi saya tidak diizinkan keluar karena keadaan saya sedang kritis,” terangnya.

Untuk memastikan keadaan Ruth baik, dia pun diberikan obat tidur. Sementara pihak keluarga diperhadapkan dengan proses penguburan yang rumit karena mendiang suaminya diduga terpapar virus Covid-19.

Berkat teman-teman terdekat, jenazah sang suami diberikan waktu untuk disemayamkan dalam semalam. Ruth yang saat itu pun berencana untuk ikut menghadiri pemakaman harus menyerah karena kondisi tubuhnya yang semakin lemah. Dia beserta anak dan menantunya memutuskan untuk memeriksakan diri untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya mereka alami.

“Kami pergi ke rumah sakit yang ditunjuk pemerintah. Kami ingin tahu kami ini sakit apa. Tapi semua rumah sakit penuh. Tidak ada yang bisa menerima kami sehingga kami pulang ke rumah. Saat pulang ke rumah, keadaan saya semakin kritis. Keadaan saya semakin drop. Saya demamnya naik terus. Akhirnya saya harus dimasukkan ke rumah sakit,” katanya.

Saat menjalani pemeriksaan paru, dokter mendapati kondisi paru Ruth yang sudah dipenuhi dengan flek. Kondisi ini un memaksa dokter untuk memasukkan Ruth di ruang isolasi. Dalam keadaan masih berduka, dia mengaku tak sanggup menjalani isolasi seorang diri. Sehingga memaksa salah satu dari anaknya harus menemaninya.

“Saya sendiri (di ruang isolasi) dan keadaan tidak membaik. Hari pertama tidak ada perubahan. Hari kedua tidak ada perubahan. Hari ketiga tidak ada perubahan. Saya marah sama dokter. Saya bersyukur untuk dokternya. Dia menguatkan saya, memotivasi saya, dia bilang, ‘Ibu coba lihat semua anak-anak ibu mengharapkan ibu sehat. Anak-anak ibu tidak mau kehilangan papanya dan mamanya sekaligus. Anak-anak ibu mereka berusaha merawat ibu untuk sembuh. Masa ibu gak mau semangat?’” jelasnya.

Berkat ucapan sang dokter, Ruth kembali menemukan semangatnya untuk sembuh.

“Hari keempat malam itu, saya tiba-tiba saya mendapat firman Tuhan. Tiba-tiba saya mendengar suatu firman Tuhan saya teringat: Bangun, bangkit, Roh Allah yang ada dalam dirimu jauh lebih besar dari roh apapun yang menguasai kamu pada saat ini. Jadi kamu harus bangkit, semangat. Saya masih diam. Kemudian tiba-tiba muncul lagi firman Tuhan: Manusia hidup bukan hanya dari roti tapi dari firman yang keluar dari mulutnya Allah,” jelasnya.

Firman yang didengar Ruth membuatnya menyadari bahwa dia harus berjuang. Dia menyadari bahwa hanya firman Tuhanlah sumber kekuatan yang sejati. Saat itu dia sepenuhnya mengandalkan Tuhan bahwa hanya Tuhan satu-satunya sumber kesembuhan.

Ruth merasakan hadirat Tuhan yang sangat kuat di dalam ruangan isolasi. Sampai dia tak lagi peduli dengan teriakannya memuji nama Tuhan. Dan siapa sangka, setelah malam itu Ruth mengalami mujizat yang tak diduga-duga di pagi harinya.

“Saat saya bangun tidur pada keesokan harinya, tiba-tiba saya merasa lain. Tiba-tiba kok saya merasa tubuh saya enak. Lebih baik. Kepala saya gak terlalu sakit. Pinggang saya yang selama ini selalu sakit sudah jauh lebih baik. Saya sadar bahwa Tuhan sudah menjamah saya. Saya sadar bahwa Tuhan bertahta di atas puji-pujian umat-Nya,” jelasnya.

Sejak pagi itu, kondisi Ruth semakin hari semakin membaik. Dia tahu bahwa sumber kesembuhan yang dia alami berasal dari Tuhan.

Setelah sembuh, dia kembali merefleksikan semua rencana-rencana sebelumnya yang sudah mereka buat pada kenyataannya tidak terlaksana. Dia menyadari bahwa semua rencana itu, baik akan pindah rumah dan melakukan perjalanan liburan bersama anak-anaknya ke luar negeri ternyata tidak terealisasi seperti harapan. Dia sendiri bahkan tak pernah membayangkan jika dia harus kehilangan sang suami hanya dalam waktu yang sangat singkat.

Apa yang dialami Ruth mengingatkan kita tentang firman Tuhan yang berkata bahwa Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya. (Amsal 16: 9)


Anda butuh didoakan langsung? Klik link dibawah ini untuk terhubung dengan Tim doa kami: http //bit.ly/InginDidoakan. Anda butuh konseling? Klik link dibawah ini untuk konseling: http //bit.ly/inginKonseling.

Sumber : Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami