Menganiaya dan memeras orang jadi pekerjaan sehari-hari seorang
Hosi Kaloh, pria asal Manado, Sulawesi Utara ini. Dia ditakuti sebagai preman terminal yang sudah digelutinya sejak usia muda.
Di usia 9 tahun, anak ke-13 dari 14 bersaudara ini mengaku
tidak pernah betah berada di rumah karena perlakuan sang ayah yang cukup keras.
Dia lebih suka menghabiskan waktu keluyuran di terminal dekat rumahnya bersama anak-anak lain.
Saat masih berusia 11 tahun, Hosi mulai merokok dan minum-minuman
keras. Dia bahkan tumbuh jadi anak yang suka dengan kekerasan, mulai dari menganiayaan
dan memeras orang lain. Kelakuannya makin menjadi-jadi sejak dirinya naik masuk SMP.
"Sejak masuk SMP fokus belajar sudah tidak ada. Sudah mengenal
minuman keras. Saya sempat pukul teman saya. Saya aniaya dan setelah itu, saya dikeluarkan dari sekolah," ucap Hosi.
Sayangnya, perilaku Hosi makin parah setelah beranjak SMA. Bersama
teman-teman terminal, dia terlibat tawuran antara kelompok pasar dan kelompok terminal.
Setiap hari dia selalu membawa senjata tajam, seperti pisau dan badik, sebagai alat
perlindungan. Namun setelah kelas 2 SMA, Hosi memutuskan untuk berhenti dari
sekolahnya dan memilih banyak menghabiskan waktu di terminal. Di terminal inilah,
Hosi mulai menunjukkan kekuasaannya dan berkuasa untuk menjaga salah satu trayek angkutan umum jurusan Tombatu-Manado.
Sebagai penjaga trayek, Hosi harus memasang keberaniannya. Dia
sama sekali gak takut dengan siapapun dan bahkan pernah menghajar polisi di
terminal. Akibat tindakan-tindakan semacam ini, diapun berulang kali masuk keluar penjara.
Meski begitu, Hosi masih belum jera juga. Dia tetap menikmati kepuasan hidup sebagai preman terminal dan bergelut dengan dunia malam serta narkoba.
Di usia 20 tahun, dia pun menikahi Alvira Malaykali, wanita
yang sudah tiga tahun dipacarinya. Namun sebagai kepala rumah tangga, Hosi masih
mengandalkan hasil dari pekerjaannya di terminal. Perilaku kasarnya di terminal
bahkan terbawa-bawa ke rumah. Dimana sang istri selalu mengalami kekerasan fisik.
“Waktu saya bersama dengan istri saya itu, saya banyak kali
juga menganiaya istri. Memukul dia dan saya pernah hajar dia sampai berdarah idung, sampai dia pulang ke kampung. Terlalu kejam di dalam rumah tangga,”ungkapnya.
Meski jadi korban, istrinya Alvira tetap tidak ingin meninggalkan suaminya. Malah dia memilih untuk mendoakan Hosi supaya berubah.
Mencuri Sarang Burung Walet dan Dipenjara
Keinginan Hosi untuk mendapatkan banyak uang gak cukup hanya dari
terminal. Dia tergiur untuk mencuri sarang Walet berkat keberhasilan salah satu temannya.
Suatu kali, diapun diajak untuk mencuri sarang burung Walet di
daerah Tongsea. Di sana terdapat sebuah goa berisi burung Walet. Saat tiba di
sana, mereka mendapati gerbang goa sudah dipasang kunci. Namun dengan tekad biar
cepat kaya, mereka pun membongkar pintu dan masuk ke dalam goa. Sayangnya, mereka gak menemukan apa-apa.
Baca Juga : Kisah Melani Prasetya, Dipinang Oleh Lucifer Karena Terlalu Nikmati Kuasa Kegelapan
Setelah keluar dari goa, mereka justru sudah dikepung oleh
beberapa warga. Hosi dan teman-temannya pun tak bisa berbuat apa-apa. Dalam waktu
tak lama, sudah ratusan warga yang mengepung gua tersebut. Mereka pun dihajar satu per satu.
“Jadi waktu itu saya pergi ke lokasi, mereka yang masuk. Saya
jaga di depan. Karena mereka panggil saya, saya masuk ke dalam. Saya keluar,
gemboknya dikunci dari luar. Nah di situlah massa kepung. Aniayanya memang luar
biasa. Ada teman yang kena potong, kena tikam, hanya saya yang kena batu. Memang iar berdosa saya ingat, ‘Tuhan..Tuhan tolong.’” katanya.
Dalam keadaan babak belur, Hosi dan teman-temannya dibawa ke
kantor polisi. Mereka dituduh masuk ke goa yang ada pemiliknya. Mereka mendekam selama beberapa bulan di sana.
Namun saat akan disidang, Hosi berusaha kabur dari penjara dan pergi ke Manado. Sayangnya, pihak kepolisian terus memburunya dan menangkapnya kembali.
“Waktu sidang, saya sempat lari. Padahal saya ikut-ikut
ibadah. Mereka kejar saya, gak dapat. Saya turun di terminal dan dapat
informasi kalau polisi sudah kepung saya dengan istri saya. Istri saya bawa anak. Saya coba lari tapi tidak bisa. Saya lihat anak, saya menyerahkan diri,” ucapnya.
Tindakan nekad Hosi justru membuat hukumannya semakin berat, dimana hukumannya ditambahkan selama 1 tahun.
Sejak peristiwa itu, Hosi lebih banyak merenung dan mendekatkan
diri kepada Tuhan. Penjara jadi tempat dimana Tuhan memproses hidup Hosi menjadi pribadi yang benar-benar baru.
Pertobatannya membuatnya berkomitmen kepada Tuhan. Bahkan
selama satu minggu dia bisa mengikuti 10 kali pertemuan ibadah di dalam
penjara. Dia mulai rajin berdoa dan berpuasa serta rajin mengikuti komsel di dalam penjara.
“Teman-teman pergi, saya menangis kepada Tuhan. Dari situlah,
hancur hati terus. Saya sungguh menyerah. Saya datang ke Tuhan sampai saat ini.
Setelah saya keluar dari penjara itu, saya katakan saya bukan jadi narapidana tapi sebagai hamba Allah,” ungkapnya.
Setelah menghirup udara kebebasan, Hosi memberikan dirinya melayani
di gereja GPdI Malompar Tombatu. Dia rajin melakukan pelayanan penginjilan di jalan-jalan dan juga di terminal.
Tahun 2005, Hosi masuk Sekolah Alkitab Langowan. Setamatnya dari
sana dia terus melayani, baik di gereja maupun pelayanan penginjilan. Bahkan hingga saat ini membangun 7 persekutuan doa di Manado.
Apakah kamu
mau mengalami pertobatan sepenuhnya di dalam Tuhan. Mari saat ini datang ke
Tuhan dan akui segala kesalahanmu dengan jujur. Jika kamu butuh dukungan doa,
kamu juga bisa menghubungi konseling Sahabat 24 kami di SMS/WA 081703005566
atau telp di 1-500-224 dan 0811 9914 240 bisa juga email ke [email protected]
atau lewat Live Chat dengan KLIK DISINI.