Anak Muda Rentan Tinggalkan Gereja? Lembaga Riset Barna & Bilangan Riset Temukan Alasannya
Sumber: Jawaban.com

Kata Alkitab / 11 February 2020

Kalangan Sendiri

Anak Muda Rentan Tinggalkan Gereja? Lembaga Riset Barna & Bilangan Riset Temukan Alasannya

Lori Official Writer
5659

Bekerja sama dengan dua lembaga riset Kristen Barna dan Bilangan Riset, lembaga sosial kemanusiaan Wahava Visi Indonesia (WVI) mengajak semua gereja untuk menyadari fakta bahwa perubahan yang nyata sedang terjadi dan mempengaruhi pola hidup generasi muda.

Hal ini dibuktikan dari hasil riset yang dilakukan oleh Barna Riset kepada 15.000 orang berusia 18-35 tahun dari 9 bahasa dari 25 negara berbeda yang ada. Riset yang diberi judul The Connected Generation ini sendiri dilakukan kepada sebanyak 2800 anak muda dan termasuk Indonesia 500 orang secara emosional dan pemuridan. Dan dari hasil riset ditemukan sesuatu yang unik yaitu bahwa hampir semua anak muda mengalami perubahan yang sama secara global. Di Asia, khususnya anak muda mengalami kemiripan dari segi kerohanian dimana kurang lebih 50% diantaranya masih percaya dengan kekuatan spiritual. Bahkan kerohanian anak muda masih berada di angka yang cukup tinggi yaitu di 70%.

"Kalau di seluruh dunia kurang dari 10% orang dewasanya sudah tidak lagi percaya hal-hal rohani, kalau di Indonesia yang tidak percaya hal rohani cuman 1%," ucap Daniel Copeland, Kepala Barna Riset sekaligus Ketua Misi Barna di Georgia, Atlanta saat menyampaikan materinya dalam acara Church Leader Gathering Bringing Shalom Across Generations yang digelar oleh WVI di Hotel Millenium Kebon Sirih, Tanah Abang, Senin (10/5).

Meski banyak anak muda yang masih percaya dengan hal-hal yang bersifat kerohanian, namun faktanya banyak diantara anak muda di rentang usia 18-35 tahun ini yang rupanya mengalami masalah yaitu rata-rata anak muda menjadi ragu dengan lembaga keagamaan karena mereka menemukan banyak kemufanikan orang agamawi, banyaknya penderitaan di dunia dan juga perkembangan ilmu pengetahuan yang signifikan.

"Faktor pertama yang membuat anak muda meragukan agama adalah adanya kemunafikan dari orang-orang yang menyebut dirinya rohani," terang Copeland.

Di samping itu, anak muda di berbagai belahan negara juga menghadapi tantangan emosional yang berat seperti rentannya mereka diserang oleh kesepian, perasaan tidak dikasihi dan diserang kekuatiran atau rasa tidak aman saat mengambil keputusan dan soal keberadaan diri mereka. Data inilah yang membuat Barna Riset berpikir bagaimana harusnya gereja mendukung dan membantu generasi ini mengatasi tantangannya?

"Apa yang kita pelajari bahwa kita melihat generasi yang harus terkoneksi dengan gereja. Kita mau supaya generasi muda didukung oleh gereja dan memahami apa yang menjadi kekuatiran mereka. Generasi muda saat ini tidak hanya ingin melihat bahwa gereja itu baim tetapi mereka ingin memahami bahwa gereja benar-benar baik. Kalau dulu kita memahami kalau kebenaran itu sesuatu yang mutlak dan kebaikan sesuatu yang tidak mutlak. Tapi generasi sekarang ini malah terbalik, mereka mau melihat yang benar itu sungguh-sungguh baik," ucap Copeland.

Menurut Barna Riset, ada empat kategori anak muda yang berada di dalam lingkungan gereja yaitu anak-anak yang hilang atau bekas orang Kristen, anak muda yang suka berpindah-pindah, orang-orang Kristen yang rajin ke gereja tetapi tidak tertanam di dalam gereja dan orang Kristen yang terlibat dalam pemuridan supaya Yesus nampak dalam kehidupan mereka.

Copeland menjelaskan, untuk menghasilkan generasi yang terlibat dalam gereja dan menjadi teladan, gereja harus melakukan pemuridan. Ada dua metode pemuridan yang dianggap efektif untuk anak muda saat ini yaitu pemuridan layar (melalui gadget) dan pemuridan di gereja. Dan gereja harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan anak muda saat ini seperti seputar identitas dirinya, serangan kekuatiran, perasaan kesepian, hasrat untuk mengejar ambisi dan haknya.

Senada dengan hasil riset Barna, Bambang Budijanto, Ph.D dari Bilangan Riset juga membeberkan hasil riset tentang fakta perubahan yang dialami anak muda usia 15-25 tahun saat ini.

"Dua per tiga daripada resilient disciples (ketahanan murid) itu imannya aktif waktu remaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba langsung resilliance disciple. Dua per tiga itu karena sudah dibangun imannya sebelum itu (direntang usia anak-anak ke remaja). Jadi saya rasa relevan apa yang dikerjakan Bilangan Riset dengan apa yang terjadi di dunia sekarang," ucap Bambang.

Bambang menegaskan jika usia remaja adalah titik penting dari perjalanan iman menuju usia dewasa. Riset yang dilakukan kepada 4095 orang dari 42 kota dan 6 koridor ini ditemukan bahwa secara nasional ada hampir 14% anak remaja yang berpikir hampir bunuh diri.

"Kenapa pertanyaan ini makin penting? Kita sadar bahwa hope atau pengharapan itu aset yang paling penting dalam kehidupan manusia, anak-anak lebih lagi. Kita bisa hidup tanpa oksigen selama 4 menit, tapi kita tidak bisa hidup tanpa hope lebih dari 4 detik," terangnya.


Baca Juga: Tak Ingin Kehilangan Generasi Muda, Wahana Visi Indonesia Gandeng Gereja Buat Pembekalan


Namun dari hasil riset ini, Bilangan Riset menemukan hasil yang unik dimana angka bunuh diri di sekolah Kristen justru lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah negeri.

"Kalau kita pisahkan sekolah Kristen dengan sekolah yang bukan Kristen, lucunya yang sekolah Kristen paling tinggi 25.2 %. Artinya, anak sekolah di sekolah Kristen paling tidak satu dari empat diantaranya pernah berpikir untuk bunuh diri. Alasannya lebih banyak konflik keluarga," terang Bambang.

Bambang menjelaskan bahwa dibandingkan dengan anak yang sekolah di sekolah Kristen, anak yang sekolah di sekolah lain punya kerohanian yang lebih bagus.

Karena itulah, Bambang menyimpulkan bahwa semakin muda seseorang bertumbuh dalam iman, maka semakin besar pula harapan hidupnya. Bahkan kehadiran mentor rohani berperan besar bagi pertumbuhan kerohanian anak muda.

"Jadi mentor penting. Di dalam bukunya Barna juga hampir semua orangtuanya yang berperan (sebagai mentor bagi anak). Jadi mentor di sini sangat kuat sekali bagaimana ada orang dewasa di luar orang tuanya yang berperan," terangnya.

Bambang juga memaparkan jawaban anak muda soal alasan mengapa mereka meninggalkan gereja. Pertama, anak muda mengaku program gereja tidak menarik, tidak berguna dan tidak relevan. Kedua, sebanyak 20% dari anak muda Kristen menjawab tidak adanya engagement (keterikatan), tidak dilibatkan dalam pelayanan atau tidak diberi tanggung jawab apa-apa. Selain itu, anak muda juga menilai bahasa antara pemimpin gereja tidak lagi searah, munafik, pura-pura dan tidak transparan.

"Jadi itu alasan kenapa anak muda meninggalkan gereja. Nah, kami coba memberi beberapa hal mengkaitkan beberapa data. Apa saja intervensi gereja  yang signifikan, yang mempengaruhi spiritualitas remaja dan pemuda? Ini empat intervensi gereja yang paling penting. Satu adalah khotbah-khotbah yang relevan. Yang kedua, komunitas. Yang ketiga adalah pemimpin gereja yang meneladani. Artinya connect (terhubung) dengan church leadership (kepemimpinan gereja). Yang keempat, saya punya pembimbing, saya punya mentor. Empat-empatnya penting tapi kami mau ukur mana yang dilakukan lebih dulu," terang Bambang.

Melalui pemaparan data dari dua lembaga riset ini, WVI berharap gereja-gereja menyadari tantangan ini dan bekerja sama dengan anak muda untuk mempersiapkan mereka menjadi pemimpin gereja di masa depan. Tentunya gereja diminta untuk membenahi diri lebih dulu dan menjadi gereja yang terkoneksi dengan kebutuhan anak muda.

Sumber : Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami