Sebuah penelitian menyatakan bahwa anak dari hasil dari
keluarga broken home atau orangtuanya bercerai akan cenderung menjalani hal
serupa dalam kehidupannya. Dengan kata lain, tingkat perceraian bisa jadi sesuatu yang diwariskan kepada anak dari orangtua yang bercerai.
Sayangnya, hasil penelitian ini tak sepenuhnya benar. Walaupun
perceraian ibarat sebuah kutukan dan akan diwariskan, namun bahagia tidaknya pernikahan dari seorang anak dari keluarga broken home ditentukan dari pilihannya.
Ada banyak anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak memberikan
teladan penrikahan yang baik memilih untuk tidak membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan orangtuanya.
Dengan mempelajari pola hubungan yang salah dari orangtua,
anak bisa menghindari kesalahan yang sama. Anak justru lebih matang dalam mengambil langkah terkait hubungannya dengan pasangan.
Ada tiga tips yang bisa dilakukan anak-anak dari keluarga broken
home untuk mendapatkan pernikahan yang bahagia tanpa dihantui oleh kegagalan pernikahan orangtuanya.
1. Tinggalkan Kenangan Masa Lalu yang Menyakitkan
Dalam bukunya berjudul The Good Marriage, sosiolog Judith Wallerstein
menawarkan sembilan tugas psikologis yang harus dilakukan pasangan yang ingin mendapatkan
pernikahan bahagia. Menurut Wallerstein, pasangan menikah harus meninggalkan kenangan
masa lalu yang buruk termasuk emosi terpendam di masa kanak-kanak saat perceraian
orangtua terjadi. Lalu pasangan harus berkomitmen untuk membangun koneksi yang baik dengan pasangan dan juga keluarga besar.
Sementara sebagai anak, perceraian orangtua harus tetap diterima secara lapang dada.
Selain itu, tidak membahas tentang pernikahan dengan orangtua
yang bercerai juga perlu dilakukan untuk tujuan menjaga perasaan orangtua dan juga untuk menghindari pandangan tertentu yang bisa berdampak pada pernikahan.
2. Selalu Berpikiran Positif
Kita harus memperlakukan pernikahan orangtua seperti taman yang penuh dengan rumpu liar. Menjaga nama baik dan membuang hal-hal yang buruk.
Anak yang berasal dari keluarga broken home mungkin tak punya banyak hal positif untuk ditiru.
Kadang menolak hal-hal negatif sangat membantu untuk tidak mengulangi kebiasaan yang tidak sehat yang diwariskan dari orangtua. Sangat dibutuhkan perubahan pola pikir dan proses belajar untuk membangun pernikahan yang bahagia.
Baca Juga:
3. Punya Pasangan Menikah yang Bisa Jadi Inspirasi
Pasangan-pasangan yang sudah menikah selama puluhan tahun dan tetap bahagia bisa jadi teladan yang baik untuk membangun pernikahan.
Sekalipun orangtua gak memberikan teladan yang menginspirasi karena
perceraian yang mereka lakukan. Tapi anak dfari keluarga broken home bisa belajar dari pasangan yang berhasil menjalani pernikahan bahagia selamanya.
Pernikahan pasangan Kristen di masa ini banyak yang bisa jadi
inspirasi. Banyak diantaranya yang berhasil dalam pernikahan dan menginspirasi pasangan muda yang baru memulai bahtera rumah tangga.
Pasangan bahagia ini juga bisa jadi pembimbing selama masa-masa
pra-nikah bahkan saat menjalani pernikahan. Saat menghadapi beberapa tantangan dalam pernikahan, mintalah bimbingan dari mereka.
Kalau gak mengenal pasangan seperti ini, mintalah bantuan
dari komunitas gereja. Karena biasanya komunitas gereja menyediakan pelayanan konseling pernikahan juga.
Sebagai anak dari keluarga broken home, kamu juga pantas mendapatkan
pernikahan bahagia. Dengan belajar dari kegagalan orangtua dan memutuskan kutuk
perceraian dari hidupmu kamu pasti bisa mendapatkan pernikahan yang kamu dambakan.
Hal yang juga gak kalah penting adalah tetap meminta pimpinan
Tuhan untuk memilih pasangan hidup yang tepat.