Masuki dekade
baru, gereja pun ikut berinovasi, tidak hanya melakukan ibadah tayangan
langsung melalui media online atau streaming, namun juga sudah menggunakan
aplikasi dan bahkan virtual reality (VR) dan augmented reality (AR). Bukan
hanya ibadah dan kotbah yang bisa disaksikan secara online, namun babtisan pun
dilakukan secara virtual.
Salah satu
yang telah melakukannya adalah VR Church yang dipimpin oleh D.J.Soto, dimana dia
mengklaim sebagai institusi religious pertama yang sudah memakai kecanggihan komputer
secara maksimal untuk pelayanan.
“Kita meninggalkan
era informasi dan memasuki era pengalaman dari VR (virtual reality) dan AR
(augmented reality),” demikian ungkap Pastor Soto.
Setiap minggu, jemaat hadir secara virtual dengan avatarnya masing-masing. Tempat ibadahnya pun bisa bervariasi, mulai dari gedung tertinggi di Dubai, yang kemudian bisa pindah ke padang rumput dengan pemandangan kota Dubai menjadi latar belakangnya. Setiap minggu, sekitar 150 jemaat mengikuti ibadah gereja ini.
Baca juga :
5 Alasan Banyak Orang Nyaman Dengan Hubungan Virtual, Yuk Kenali Risikonya
Bisakah Teknologi Jadi Ancaman Bagi Kekristenan? Ini Jawabannya…
“Ibadah
kami lebih sedikit layanan panggung. Mereka lebih terhubung. Kami ingin jemaat
benar-benar mengalami firman Tuhan, jadi saya membawa semua orang mengikuti
saya masuk dalam cerita,” demikian jelas Pastor Soto.
Untuk
menghadiri ibadah ini, jemaat menggunakan alat kaca mata virtual reality, platform
social media di mana ada grup khusus untuk bertemu dengan avatar masing-masing.
Mereka juga punya berbagai variasi acara, seperti malam komedi atau stand up
komedi.
Gereja ini
digagas oleh Soto satu bulan setelah ia mengundurkan diri dari pekerjaannya di
sebuah megachurch lokal di Pennsylvania pada 2016. Ia memulai dengan acara
pujian penyembahan yang “radikal dan inklusif” menggunakan virtual reality.
Ide ini
muncul setelah ada perbincangan tentang sulitnya membangun gereja secara fisik,
dan orang-orang yang sulit mendapatkan tempat ibadah yang tepat. Gereja virtual
yang dihadirkan oleh Pastor Soto tersebut dianggap mengisi kekosongan ini.
Selain itu
Pastor Soto juga menjadikan gerejanya menjadi tempat aman bagi orang beragama
lain dan juga orang ateis utuk berinteraksi dan berdiskusi tentang Tuhan dengan
cara yang santun.
Gereja
virtual seperti yang dihadirkan oleh Pastor Soto ini diprediksi akan menjadi
alat penjangkauan disaat banyak orang-orang di Amerika saat ini yang
meninggalkan gereja ketika mereka beranjak dewasa. Gelombang generasi milenial yang meninggalkan gereja ini
menimbulkan keprihatinan di kalangan umat Kristen Amerika.
Bagaimana dengan gereja-gereja di Indonesia, apakah akan memanfaatkan juga teknologi canggih seperti ini?
Baca juga :
Bimas Kristen Ungkap 50% Generasi Milenial Kristen Tinggalkan Gereja, Ini Data Risetnya!
Pendeta Ini Bikin Gereja Virtual Untuk Para Gamer, Alasannya Bakalan Bikin Kamu Tercengang