"Jawaban
yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." (Amsal 15:1)
Kata kelemahlembutan terdengar kurang menarik bagi sebagian
dari kita. Dalam bahasa kita, kata ini sering diasosiasikan dengan sikap yang
terlihat lemah dan lembut. Namun di dalam bahasa Inggris, kata yang dipakai
adalah gentleness atau meekness. Dalam bahasa Yunani, digunakan kata praotes
yang artinya strength in gentleness; keseimbangan antara power dengan
pengendalian diri; strength under reserve; kemampuan untuk tidak bersikap kasar yang tidak membangun namun juga dapat bersikap tegas bila diperlukan.
Kelemahlembutan dapat digambarkan sebagai kekuatan batin di
dalam (inner strength), tidak terlihat namun memberi kestabilan dan ketenangan
bagi yang memilikinya meski situasi di luar sedang tidak kondusif. Kita
menunjukkan kualitas kelemahlembutan ketika kita sebenarnya mampu membalas,
baik perkataan maupun perbuatan, namun kita mampu untuk menahan diri dan tidak
melakukan pembalasan. Hal inilah yang memberikan gambaran bahwa kelemahlembutan
sama sekali bukanlah atribut yang dimiliki oleh orang yang lemah, melainkan
orang yang kuat, karena dibutuhkan kekuatan jauh lebih besar untuk tidak menggunakan power kita meski kita sangat mampu menggunakannya.
Tapi, sebagai isteri, hidup dengan kelemahlembutan itu
sangatlah tidak mudah ya. Belajar menjadi lemah lembut itu sangat sulit.
Apalagi ketika suami bikin ulah, rasanya susah sekali mengontrol kata-kata ,
nada dan lain sebagainya padahal hal itu sangat berdampak besar untuk pernikahan lho.
"Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar." (Yakobus 3:2-5)
Dalam firman ini, Yakobus memberitahu kepada kita bahwa peranan lidah dan perkataan itu memiliki berkat yang besar bahkan bisa menyakiti orang lain.
BACA JUGA : 3 Cara Membangun Pernikahan Yang Harmonis di Tahun 2020!
Dalam Amsal 15:1 dikatakan, "Jawaban yang lemah lembut
meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah."
Dari ayat tersebut, kita menjadi mengerti bahwa kelemahlembutan memberikan
seseorang kekuatan meski sedang diperlakukan tidak adil sekalipun. Orang yang
lemah lembut tidak terpancing untuk membalas tuduhan yang dilontarkan
kepadanya. Apabila muncul saat yang tepat ketika ia perlu berbicara maka ia
akan memikirkan kata-kata yang tepat terlebih dahulu disertai dengan nada yang baik agar tidak membuat lawan bicara menjadi semakin marah.
Sementara menjadi orang yang lemah lembu itu tidak mudah maka cobalah untuk memulainya dengan :
1. Hiduplah di dalam pimpinan Roh Kudus
Karena kelemahlembutan merupakan aspek dari buah Roh maka kita harus terus hidup dalam pimpinana Roh Kudus.
"Maksudku
ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5:16)
Sebagai isteri, hiduplah dalam penundukan dan serahkanlah segenap hidup kamu untuk mau taat kepada arahan Roh Kudus. Kita juga memerlukan kepekaan untuk mendengarkan suaraNya terus menerus dengan lebih banyak berdiam diri di hadirat Tuhan . Jika kita terus melakukannya, maka Roh Kudus akan menuntut kita, akan menuntun apa saja yang kita katakan dan apa saja yang tidak perlu kita katakan. Apa saya yang perlu kita katakan dengan nada yang lembut dan apa saja yang perlu kita tegaskan.
2. Latihan dan teruslah latihan
"Hai
saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat
untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;" (Yakobus 1:19)
Latihlah dirimu untuk terus berpikir sebelum bertutur kata.
Ketika suamimu marah dan ketika kondisi pernikahanmu tampak berantakan maka
berlatihlah untuk merenung sebelum berpikir. Apakah yang akan kamu katakan itu
membangun, apakah kamu harus berkata-kata dengan lemah-lembut, apakah sudah waktunya untuk menyampaikannya?
Renungkanlah dengan baik-baik ya. Dalam situasi ini, penting
sekali bagi kita untuk memiliki sudut pandang
yang benar. Kita harus berpikir bahwa kalah dalam argumentasi bukanlah
orang yang payah dan lemah, tapi justru itu akan memenangkan hati suamimu.
Bagaimana pun, jika kita ingin mengalami pernikahan yang
harmonis maka kita memang harus bersikap lemah dan lembut dan memiliki kasih.
Jadi, yuk belajar menjadi pasangan yang penuh kasih ya. Latihan terus dan
andalkan Yesus.