Graham Staines adalah seorang missionaris asal Australia yang
terpanggil melayani penderita kusta di India. Saat banyak penderita kusta yang
dikucilkan dan tidak diurus oleh keluarganya, Graham dan keluarganyalah yang dengan sukarela membantu mereka.
Sebagian orang India memandangnya sebagai pahlawan. Tapi sebagian lainnya menolaknya.
Sebagai negara penganut agama Hindu, India melarang keras praktik pindah agama. Mereka benar-benar menunjung tradisi dan budaya mereka.
Tapi saat seorang jurnalis terlibat dan mencoba menulis cerita tentang Staines, kehidupannya justru semakin terancam.
Kisah Graham inilah yang kemudian diangkat oleh seorang
sutradara menjadi sebuah film berjudul The Least of Theses: The Graham Staines Story.
Ada 5 fakta yang perlu kita tahu dari film ini:
1. Diangkat dari kisah nyata
Film ini menceritakan ulang tentang peristiwa pembunuhan Graham
Staines pada tahun 1999 yang dilakukan oleh lima warga India. Mereka membakar Graham dan dua putranya saat sedang tidur di dalam mobil di kota Manoharpur, India.
Waktu itu, India memiliki sekitar 23 juta orang Kristen, yang
setara dengan sekitar 3 persen dari total populasinya. Delapan puluh persen orang
India adalah Hindu. Film ini menggambarkan adegan pembunuhan Graham karena dituduh
telah membuat orang Hindu India pindah agama. Kasus ini secara publik tersebar ke seluruh dunia.
2. Film menampilan tentang penganiayaan gereja
Ada sekitar 200 film teatrikal berbasis agama di era modern, tapi
hanya sedikit yang mengisahkan tentang perjalanan iman orang Kristen internasional.
The Least of These yang diproduksi di India ini secara berani menyoroti tentang
penganiayaan Kristen. Karena undang-undang negara yang melarang penginjilan atau
kegiatan agama lain, banyak orang Kristen ditangkap dan dituduh melakukan pelanggaran hukum.
3. Menginspirasi dan menggelitik
Graham Staines melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan orang
lain. Dia memberikan harapan hidup kepada penderita kusta. Dia membuktikan bahwa
penyakit kusta bisa disembuhkan dan tindakannya merangkul penderita kusta menjadi
hal yang menggelitik masyarakat India tentang stigma negatif mereka selama ini terhadap penderita kusta.
Selama pelayanannya, Graham memperlakukan setiap penderita
kusta dengan sama. Bahkan dia menunjukkan kasih Yesus yang belum pernah dirasakan oleh orang-orang terbuang di sana.
Film ini benar-benar sukses menggelitik perasaan kita sebagai manusia.
Baca Juga: Gak Nyangka Kisah Hidup Penginjil Australia Ini Jadi Film Kristen Terbaik 2019 Loh!
4. Mengajarkan tentang pengampunan
Setelah kematian suaminya, istri Graham Gladys bisa saja memilih
untuk tidak mengampuni para pembunuhnya. Tapi dia tidak melakukannya. Dia justru dengan rendah hati akan memberikan pengampunan kepada para pelaku.
Setelah kematian Graham dan kedua putranya, dia berjuang membesarkan putrinya Esther dan melanjutkan pelayanan Graham di India.
“Aku berbicara kepada Tuhan, mencurahkan isi hatiku kepada-Nya
dan Dia memberi aku kekuatan dan kebijaksanaan untuk melanjutkan (hidup),” ucap Gladys.
5. Mengisahkan tentang penginjilan yang berdampak
Seumur hidupnya, Graham memakai waktunya untuk melakukan misi
pelayanannya. Hasratnya untuk mengabarkan injil ke berbagai negara ketika remaja,
membawanya ke India. Di usia 20 tahun, untuk pertama kali Graham menginjakkan kaki di India dan melayani orang kusta di sana.
“Kebanyakan orang berpikir misi adalah apa yang kita sebut
perjalanan jangka pendek yang sekarang kita lakukan. Sedikit yang menyadari
kalau bermisi biasanya pergi selama 35 dan 40 tahun ke negara-negara lain, itulah yang dilakukan Graham,” kata Victor Abraham, produser eksekutif film.
Menurut Abraham, apa yang dilakukan Graham adalah tindakan dalam
mengerjakan Amanat Agung yang diperintahkan oleh Yesus, yaitu pergi ke seluruh
penjuru dunia, menjadikan semua bangsa murid dan membaptis mereka di dalam nama
Bapa, Putra dan Roh Kudus (Matius 28: 18-20).
Penasarankan sama filmnya, yuk ditonton!