Dalam kurun waktu setahun, terhitung dari November 2018 sampai November 2019, intoleransi di Indonesia sudah mencapai angka 31 kasus.
Data ini diungkapkan oleh Lembaga Monitoring HAM Indonesia
Imparsial. Sebagaimana diungkapkan Koordinator Program Imparsial Ardimanto
Adiputra, kasus intoleransi ini dilakukan dalam empat bentuk yaitu pelarangan
atau pembubaran kegiatan agama, acara dan ceramah agama sebanyak 12 kasus, pelarangan
pendirian rumah ibadah sebanyak 11 kasus, pengrusakan tempat ibadah, gedung dan
properti sebanyak 3 kasus, pelarangan perayaan budaya atau etnis tertentu sebanyak
dua kasus. Sementara satu kasus lain adalah imbauan atau larangan cara berpakaian tertentu dan diikuti dengan satu kasus penolakan terhadap warga yang tidak seiman.
“Setidaknya terdapat 31 kasus yang kami monitoring lewat media-media pelanggaran hak terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.” Kata Ardimanto, seperti dikutip Cnn Indonesia, Minggu (17/11).
Baca Juga: Intoleransi Marak, Kredibilitas Jokowi Dinilai Merosot
Maraknya kasus intoleransi ini, menurut pihak imparsial, terjadi
karena penegakan hukum yang masih timpang sebelah. Seperti halnya penerapan Undang-undang
penistaan agama yang justru banyak melanggar Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan. Ada juga peraturan PBM 2 Menteri Tahun 2006 tentang Rumah Ibadah dan
peraturan-peraturan daerah seperti SK Gubernur/BUupati, Perda atau SKB yang dinilai malah membatasi kebebasan beragama kelompok minoritas.
“Berbagai peraturan tersebut dalam banyak laporan telah terbukti gagal menjamin hak atas kemerdekaan beragama dan bahkan digunakan oleh kelompok intoleran untuk melegitimasi praktik intoleransi kepada kelompok minoritas,” demikian penjelasan pihak Imparsial.
Senada dengan itu, peneliti Hukum dari Lembaga Indonesian Legal
Rountable (ILR) Erwin Matosmal menilai maraknya intoleransi di Indonesia tidak
terlepas dari Undang-undang Penistaan Agama yang masih timpang sebelah. Karena
itu dibutuhkan pengkajian lebih dalam lagi terkait pasal-pasal yang termuat di
dalamnya. Bila perlu Pasal 306 yang berbunyi, “Setiap orang yang dimuka umum
menghasut dalam bentuk apapun dengan maksud meniadakan keyakinan seseorang
terhadap agama apapun yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.” Karena pasal ini, menurutnya, bersifat multitafsir dimana seseorang
atau kelompok tertentu bisa menafsirkannya secara subjektif untuk mencelakakan orang
lain.
Adapun alasan dibeberkannya kasus-kasus intoleransi ini adalah
sebagai bentuk memperingati Hari Toleransi Internasional yang dirayakan setiap 16
November. Dan tingginya kasus intoleransi di Indonesia diharap bisa menjadi
catat bagi pemerintah untuk segera membenahi perundang-undangan dan
kebijakannya serta memberikan pemahaman baru bagi warga negara Indonesia tentang
pentingnya toleransi di tengah perbedaan yang ada.