Krisis Generasi Penerus, Umat Kristen Jepang Kuatir Punahnya Kekristenan Setelah Mereka
Sumber: Sotome's Kakure

Internasional / 17 November 2019

Kalangan Sendiri

Krisis Generasi Penerus, Umat Kristen Jepang Kuatir Punahnya Kekristenan Setelah Mereka

Lori Official Writer
5512

Masaichi Kawasaki, seorang pria berusia 69 tahun yang merupakan salah satu anggota dari komunitas Kristen Tersembunyi atau dalam bahasa Jepang disebut Kakure Kirishitan yang masih akhir melakukan ibadahnya setiap hari.

Kakure Kirishitan sendiri sangat menjunjung iman yang mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi selama berabad-abad tahun yang lalu.

Karena tak ingin mendapatkan perlakuan keras dari pemerintah yang menentang kekristenan, Kawasaki dan kelompoknya pun menyembunyikan keyakinan mereka dibalik ritual agama Buddha dan Shinto, dengan menggabungkan bahasa Latin, Portugis dan Jepang.

Siapa sangka, tradisi yang sudah lama ada ini menjadi perhatian dunia, khususnya UNESCO. Sehingga pada tahun 2018 lalu, 12 wilayah yang ditinggali oleh komunitas Kakure Kirishitan ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.

Sayangnya, setelah diakui secara mendunia. Tantangan baru datang dari krisis generasi muda mereka yang mulai meninggalkan agama tradisional tersebut.

“Aku kuatir warisan dari hasill kerja keras leluhurku akan hilang. Tapi yang terjadi saat ini adalah tren zaman,” kata Kawasaki yang tak pernah melewatkan doa setiap malam.

Dia sendiri mengaku punya seorang anak laki-laki. Tapi sebagai orangtua, dia sama sekali tidak mengharapkan dia bisa melanjutkan warisan keagamaan yang sudah dia hidupi selama puluhan tahun tersebut.

Sejarah Kehadiran Kekristenan di Jepang

Kekristenan mulai ada di Jepang pada tahun 1549. Namun karena pertumbuhan kekristenan yang sangat cepat, akhirnya pemerintah melarang semua aktivitas berbau kekristenan pada tahun 1614.

Saat itu, pata Jesuit yang membawa injil ke Jepang diusir dan orang-orang Jepang yang memutuskan menganut agama Kristen dipaksa untuk memilih mati syahid atau menyembunyikan agama mereka.

Banyak yang bergabung dengan kuil-kuil Buddha dan Shinto untuk menyamarkan kepercayaan mereka, dan beberapa ritual seperti pengakuan dan persekutuan yang membutuhkan pendeta pada akhirnya menghilang.

Ritual lain dicampur dengan praktik Buddha seperti pemujaan leluhur atau upacara adat Shinto.


BACA JUGA : Paus Akan Kunjungi Asia November Nanti, Ini Agendanya Saat Di Thailand dan Jepang


Ketika pemerintah Jepang melarang agama Kristen dicabut pada tahun 1873, beberapa orang Kristen Tersembunyi bergabung dengan Gereja Katolik. Yang lainnya memilih untuk mempertahankan apa yang mereka lihat sebagai iman sejati dari para pendahulu mereka.

“Mereka tidak ingin menghancurkan iman yang sudah mereka pertahankan selama ini meski ditekan,” kata Shigenori Murakami, Kepala Generasi ketujuh dari kelompok Kristen Tersembunyi di distrik Sotome Kota Nagasaki, tempat yang digunakan sebagai lokasi syuting film Kristen ‘Silence’ pada tahun 2016 lalu.

Jika digenerasi pertama jumlah komunitas itu sudah mencapai 100 orang. Sekarang mereka hanya tinggal separuhnya saja.

“Pada zaman kakekku, ada beberapa ratus orang. Tapi anak muda (sekarang) tak lagi tertarik. Pada umumnya, mereka tidak lagi menganut agama,” kata Murakami, pemimpin kelompok Kristen Tersembunyi.

Jumlah persis orang-orang Kristen Tersembunyi memang tidak bisa diperkirakan. Tapi setiap tahunnya mereka mengaku jumlahnya terus menyusut. Bahkan dari data keseluruhan orang Kristen Jepang saja hanya sekitar 1%.

Meski begitu, Murakami mengaku akan terus melestarikan tradisi tersebut. “Aku tidak ingin berubah. Aku akan terus melakukan apa yang sudah aku lakukan, menghargai cara-cara yang diwariskan dari leluhurku,” terangnya.

Sumber : Reuters.com | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami