Ayah 'Eksekutor' Mereka Yang Dituding PKI, Pdt. Mery Terinspirasi Untuk Rangkul Korban
Sumber: https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/nieuw

Nasional / 16 October 2019

Kalangan Sendiri

Ayah 'Eksekutor' Mereka Yang Dituding PKI, Pdt. Mery Terinspirasi Untuk Rangkul Korban

Inta Official Writer
2243

Pendeta yang juga merupakan ketua sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) bagikan soal kisahnya bersama sang ayah, yang dahulu mengeksekusi mereka yang dituding terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Mery mendengar kesaksian ayahnya, Bernadus Kolimon, seorang purnawirawan polisi yang bertugas di Soe Pulau Timor, pada tahun 2006. Saat itu, dia sedang melakukan penelitian untuk disertasinya mengenai teologi pemberdayaan, yang sedikit banyak menyinggung soal tragedi 1965 di NTT.

Ia mendapati fakta bahwa ayahnya sendiri terlibat dalam peristiwa 65.Bernadus tidak menampakkan wajah menyesal, ia justru menampakkan kalau dia adalah pahlawan bangsa karena telah membela Pancasila.

Tidak lama setelahnya, Pdt. Mery mulai mengambil waktu untuk bisa mendengarkan kisah ayahnya. Pembicaraan yang dari hati ke hati tersebut membuat ayahnya mulai terbuka soal kejadian ini kepadanya.

"Ayah bilang dia waktu itu dapat tugas belasan orang harus ditembak. Walaupun tidak tahu persis berapa peluru yang dipakai tapi dia ingat belasan, 13-17 orang, jadi bagian dia untuk (ditembak)," ungkap Mery.

Ayahnya mengaku kalau peristiwa ini sangat membekas dalam dirinya. "Kejadian itu membuat dia seperti gila. Dia menjadi jahat sekali karena bergumul dengan dirinya," ujar Mery. Di gereja, ia melakukan berbagai ritual yang disebut untuk 'mendinginkan darahnya yang panas' akibat sudah membunuh belasan orang.

"Dia disuruh minum darah binatang, kemudian sebagian darah tersebut dijadikan salib di kepalanya, kemudian didoakan dengan Alkitab. Itu berat sekali bagi beliau."

Sebagai anak, perasaan Pdt. Mery langsung campur aduk. Ia sedih dan marah. Ia tahu kalau ayahnya tidak mungkin bisa menolak, sebab kalau ia menolak, ia sendiri akan dicap komunis.

Ayah Pdt. Mery yang meninggal pada tahun 2014 itu sudah berdamai dengan Tuhan. Hal itu ditandai oleh kehadiran anaknya.

"Ketika saya lahir, mereka lihat Tuhan sudah mengampuni mereka. Mereka kemudian berjanji bahwa saya harus menjadi pendeta untuk menunjukkan perdamaian dengan Tuhan," ujarnya. Kisah ayahnya ini kemudian membuat Pdt. Mery melakukan penelitian lebih lanjut pada peristiwa yang terjadi di NTT pada tahun 1965 silam.

Selain meneliti, ia juga merangkul para penyintas dan keluarga-keluarga yang dulunya, sempat dilarang untuk ikut beribadah di gereja mana pun.  Upaya ini dia lakukan untuk menghargai mereka, para korban, sehingga mereka kembali punya 'harga diri'.

Dikutip dari BBC.com, melalui Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT), yang dibentuk Mery bersama sejumlah pendeta lain, upaya rekonsiliasi pelaku dan juga penyintas juga mereka usahakan.

 

Sumber : BBC
Halaman :
1

Ikuti Kami