Dua orang tewas dalam
penembakan yang dilakukan oleh seorang ekstrimis sayap kiri Jerman yang
menyasar sinagoga yang saat itu sedang menjalankan ibadah dalam rangka hari
raya Yom Kippur. Peristiwa ini terjadi di Kota Halle, di timur Jerman, pada
Rabu (9/10/19) waktu setempat.
Pelaku melakukan live
streaming serangan
Fenomena yang cukup
mengejutkan dalam serangan ini adalah pelaku melakukan live melalui sosial
media Twitch menggunakan kamera head-mounted, dan videonya ditonton hanya 5
orang pada saat live, namun setelah terupload ditonton sekitar 2.200 orang yang
kemudian video tersebut dihapus oleh pihak Twitch.
Melakukan live
streaming saat melakukan serangan berdarah seperti ini bukanlah hal baru, hal
serupa sudah terjadi sebelumnya saat penembakan di masjid di kota Christchurch,
New Zealand. Ini adalah peristiwa penembakan masal pertama di New Zealand yang
menyebabkan setidaknya 50 orang teas dan 20 lainnya terluka. Penyerangan
dilakukan oleh 3 orang dengan motif supremasi kulit putih.
Pelaku penembakan dari
kelompok sayap kiri
Pelaku penembakan
adalah seorang pemuda berusia 27 tahun bernama Stephen Balliet, dan menurut
juru bicara pihak berwajib Jerman, pelaku sudah ditangkap. Motif dalam
penembakan tersebut diduga kuat adalah sentiment anti-semit dan ideologi sayap
kiri, sebab pelaku saat ditangkap menyatakan bahwa akar dari beberapa masalah
di dunia ini adalah orang-orang Yahudi, selain itu ia juga mengklaim bahwa Holokaus
tidak pernah terjadi.
Korban tewas dalam
penembakan tersebut adalah seorang wanita dan seorang pria yang berada sekitar 600 meter dari sinagoga. Wanita
tersebut ditembak mati setelah mengkonfrontasi Stephan di depan Sinagoga.
Bagi orang-orang
beriman bagaimana pria ini tidak bisa memasuki sinagoga yang berisi sekitar 80 jemaat
umat Yahudi tersebut adalah mukjizat. Jika pria itu berhasil memasuki sinagoga,
maka jumlah korban diperkirakan akan lebih besar.
Isu ras dan anti-semit
menjadi motif penembakan
Di Jerman sendiri,
serangan dengan isu ras dan anti-semit terus meningkat setiap tahunnya, namun biasanya hanya berupa serangan verbal
atau vandalism, belum sampai kepada pembunuhan seperti ini. Mereka yang
mengalami serangan dan diskriminasi biasanya adalah orang-orang imigran dan
juga warga Jerman berdarah Yahudi.
Pada bulan Mei lalu,
melihat seriusnya ancaman pemerintah jerman memperingatkan pria Yahudi untuk
tidak memakai kippa (topi orang Yahudi) di tempat umum. Orang Yahudi sendiri
mendapatkan serangan dari dua pihak, yaitu dari kelompok sayap kiri seperti
neo-nazi dan juga dari kelompok ekstrimis Islam.
Kanselir Jerman
menyatakan simpati
Kanselir Jerman Angela
Merkel menyatakan simpati mendalam atas insiden tersebut. Juru bicara
pemerintah Jerman Steffen Seibert melalui akun Twitternya menyatakan, “Kita
harus melawan segala bentuk anti-semitisme.”
Bersama unggahan
tersebut disertakan pula foto Angela Merkel mengunjungi lokasi kejadian.
Belum lama ini terjadi
serangan serupa di Berlin
Pada hari Sabtu lalu,
seorang pencari suaka dari Suriah juga ditangkap karena menyerang seorang
penjaga keamanan di sinagoga yang berada di Jalan Oranienbuger, Berlin.
Wilayah ini merupakan daerah di mana komunitas Yahudi bermukim.
Dalam serangan
tersebut, pria dari Suriah tersebut bersenjatakan pisau dan meneriakkan “Allahu
Akbar!” serta mengutuk Israel. Namun setelah menjalani interogasi, ia
dibebaskan, namun pihak berwajib belum memberikan keterangan resmi tentang
pembebasan tersebut.
Waspadai penyebaran ideologi
ekstremis melalui sosial media
Penyebaran ideologi
ekstremis di berbagai belahan dunia perlu diwaspadai, terutama di kalangan
anak-anak muda. Jika di Amerika, ideologi supremasi kulit putih sering memicu
penembakan berdarah, sedangkan untuk wilayah Asia seperti di Indonesia adalah ideologi
Islam garis keras. Demikian juga di India, Hindu garis keras sering melakukan
persekusi dengan dalil agama.
Kemudahan berbagi
informasi dan juga pertemanan melalui sosial media, menjadi ladang subur bagi
kelompok-kelompok ekstrimis untuk mempengaruhi dan merekrut anak-anak muda ini.
Sebenarnya untuk mencegah hal ini
terjadi, Global Internet Forum sebuah organisasi nirlaba yang dibentuk pada
tahun 2017 oleh Facebook, Microsoft, Twitter dan YouTube sudah membuat
kesepakatan untuk aktif menghapus konten yang dibuat pelaku serangan untuk
mencegahnya menjadi viral. Twitch yang
dimiliki Amazon juga menjadi bagian dari forum ini.
Tentu saja, peran
penyedia layanan sosial media sangat penting dalam mencegah penyebaran video
serupa. Namun hal ini bukan hanya tanggung jawab mereka saja, tetapi juga peran
keluarga, masyarakat, dan juga pihak keamanan dan pemerintah untuk bekerja sama
membendung gerakan penyebaran ideologi ekstremis.
Komunikasi dan pengawasan
dalam keluarga, terutama orangtua kepada anak memegang peranan penting menjaga
generasi muda terjebak kepada pemikiran dan ideologi ekstrim. Untuk itu
orangtua tidak boleh abai, jika tidak maka penyesalan ketika semuanya terlambat
sudah tidak ada gunanya lagi.
Baca juga:
Rayakan Yom Kippur, Ribuan Yahudi Berdoa Dan Berpuasa
Pemimpin Gereja Sampaikan Duka Mendalam Terkait Serangan Bom di Masjid Selandia Baru