Memulai Pertengkaran Itu Seperti Membuka Jalan Air

Marriage / 1 October 2019

Kalangan Sendiri

Memulai Pertengkaran Itu Seperti Membuka Jalan Air

Harry Lee, M.D., Psy. D. Contributor
4017

Selamat pagi, selamat siang atau selamat malam bagi segenap pembaca yang luar biasa yang selalu mengikuti tulisan-tulisan penulis dimasa lampau. Setelah beristirahat beberapa saat, kembali penulis menampilkan tulisan yang berjudul “Memulai Pertengkaran.” Kenapa penulis menampilkan tulisan dengan judul ini? 

Akhir-akhir ini penulis banyak menemukan kasus pertengkaran dalam konseling peribadi yang dimulai dengan masalah yang sepele namun berkelanjutan menjadi pertengkaran besar dan tidak jarang berakhir dengan kepahitan, dendam peribadi karena merasa dipermalukan serta permusuhan. Memulai pertengkaran itu sangat mudah seperti membuka jalan air kata raja Salomo; tetapi siapakah yang akan menghentikan pertengkaran itu? Yang paling kompeten untuk menghentikan pertengkaran itu adalah dia yang memulainya yaitu dengan mengundurkan diri dengan pernyataan minta maaf. Namun demikian yang terbaik itu adalah mengundurkan diri sebelum perbantahan mulai.

(Amsal 17:14 TB) berkata, “Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.”

Air tidak segera mengalir deras saat engkau membuka keran air mu – semakin besar keran air dibuka semakin deras airnya mengalir – seperti itulah pertengkaran. Mengizinkan kemarahan meledak untuk mengawali sebuah pertengkaran adalah sebuah kebodohan. Bukankah lebih baik mengundurkan diri sebelum kemarahan mu meledak-ledak dan pada saat hati dan pikiran mu telah menjadi tenang masalah yang mungkin muncul karena salah pengertian dapat diselesaikan dengan hati yang dingin?

(Amsal 20:3 TB) berkata, “Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak.”

“Membiarkan amarahnya meledak” berarti yang bersangkutan tidak berusaha menahan diri tapi mengikuti amukan perasaan marahnya – ia sedang dikontrol oleh perasaannya dan bukan oleh pikiran sehatnya. Penyesalan selalu datang terlambat, yaitu setelah kejadian yang tidak diinginkan muncul yang dapat melibatkan yang bersangkutan dengan pihak yang berwajib karena terjerat hukum akitab perbuatannya. Bukankah ‘Kain’ juga diperingatkan oleh Tuhan sebelum ia membunuh adiknya ‘Habel’? Kain menolak nasihat Tuhan bukan dan mengikuti dorangan nafsu kemarahannya untuk membunuh Habel adiknya. Setelah membunuh adiknya pun Kain masih menutupi kesalahannya saat Tuhan bertanya ‘dimana adikmu’ dan Kain menjawab “aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kejadian 4:9). 

Kain telah melecehkan Tuhan yang Maha Tahu dengan jawabannya yang tidak bertanggung jawab tersebut – jawaban Kain sangat tidak bijak sana! Berpikir dengan hati yang dingin sebelum bertindak jauh lebih baik. Engkau dapat memilih apapun yang engkau ingin lakukan, tetapi engkau tidak bebas dari konsekuensi akibat tindakanmu – engkau bertanggung jawab sepenuhnya terhadap tindakan yang engkau lakukan. Tidak sedikit orang yang didorong oleh perasaan marah pada saat mengambil tindakan; engkau mungkin benar, namun kebenaranmu yang disertai kemarahanmu itu menyebabkan engkau kehilangan sahabat, kehilangan tempat bekerja (sumber penghasilan untuk anggota keluargamu), mungkin juga kehilangan pasangan hidupmu karena perilakumu yang menakutkan itu. Bukankah pikiran jernih yang akan menghasilkan tindakan jernih yang dapat memberkati banyak orang dengan perilaku yang terpuji?

(Amsal 15:18 TB) berkata, “Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan.” Ayat ini dengan jelas menunjukkan sifat pemarah dapat membangkitkan pertengkaran dan memecah belah persahabatan yang sudah terjalin selama ini – kesabaran adalah sebuah solusi yang sangat baik, karena kesabaran itu dapat memadamkan perbantahan. Kesabaran menyebabkan orang mengundurkan diri sebelum pertengkaran dimulai.

Ada orang yang mengatakan kepada penulis, “Maaf Pak, saya sungguh tidak dapat mengontrol diri saya agar tidak memukul isteri saya!” Pada saat penulis bertanya apakah ia juga akan memukuli wanita lain yang bersalah bahkan menghinanya di depan publik? Ia menjawab sudah barang tentu tidak, karena dilihat banyak orang! Lantas penulis mengatakan, jika demikian halnya berarti engkau memiliki kesanggupan untuk mengontrol dirimu – engkau hanya perlu melakukan kesabaran yang sudah engkau miliki pada dasarnya. Bukankah kesabaran seperti ini akan menumbuhkan hubungan yang lebih baik dengan sesama kita – baik itu antara teman sekolah, teman sekantor maupun antara sanak keluarga sendiri?  Semoga bermanfaat dan boleh menjadi berkat!

Penulis

Rev.Dr. Harry Lee, MD.,PsyD

Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles - California

www.restoration117.org


Sumber : Dr. Harry Lee
Halaman :
1

Ikuti Kami