Tuhan Memilihmu Tuk Pulihkan Orang Lain, Bagikanlah Kesaksianmu
Kalangan Sendiri

Tuhan Memilihmu Tuk Pulihkan Orang Lain, Bagikanlah Kesaksianmu

Lori Official Writer
      3473

Roma 12: 15

“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” 

 

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 14; Matius 14; Kejadian 27-28

Aku baru masuk ke ruang dokter gigiku dengan riang gembira untuk memperbaiki bagian gigiku. Hal ini sudah dimulai sejak pemeriksaan sebelum-sebelumnya. Tapi kali ini, seperti yang aku harapkan, sementara asisten giginya menyiapkan berbagai kebutuhan untuk pemeriksaan, Dr Azarbal bertanya tentang sumber kebahagiaan dan semangat positifku. Aku baru jadi pasiennya selama beberapa bulan, dia dan stafnya mengaku heran kenapa aku selalu merasa tampak lebih baik. Tidak seperti pasien giginya yang lain.

Dokterku bahkan suka mengatakan ke asistennya kalau aku suka berdoa saat dia melakukan pemeriksaan pada gigiku. Sebagian besar, aku berdoa, fokus pada ayat-ayat firman TTuhan atau bernyanyi untuk diriku sendiri. Hal ini aku lakukan untuk mengalihkan perhatianku dari ketidaknyamanan dan pemeriksaan yang aku takutkan.

“Sepertinya kamu selalu dalam suasana hati yang baik, bagaimana kamu mengaturnya?” tanya dokterku.

Dengan sedikit cemas, aku membagikan kesaksianku. Aku langsung menjawab, “Aku tidak mengalami hari-hari yang buruk. Karena setiap hari adalah hadiah dari Tuhan bagiku. Aku adalah keajaiban yang besar. Kurang dari dua tahun yang lalu, aku sekarat setelah mengalami aneurisma otak. Atas rahmat Tuhan, aku selamat dari operasi otak, ingatanku sudah disembuhkan dan kesembuhanku tidak kekurangan keajaiban!”

Ketika aku menyelesaikan pertanyaanku, aku mulai bersandar ke kursi. “Ibuku tidak berhasil,” ucapnya.

Kata-katanya membuatku terpaku. Tentu saja, aku tidak berharap membagi kegembiraanku dengan dia. Tapi aku merasa Tuhan ingin aku terhubung dengan dukanya.

“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” (Roma 12: 15)

“Ya Tuhan, kupikir, apa yang bisa kukatakan padanya?” Sambil menarik napas panjang, aku memalingkan wajah menatap matanya dan bertanya, “Bisakah kamu memberitahu tentang apa yang terjadi?”

Aku bersyukur atas rasa antusiasku yang tertunda sejenak. Aku mendengar saat dia bercerita dengan ringan dan bebas. Mengingat peristiwa di detik-detik terakhir sebelum ibunya meninggal akibat aneurisma otak. Aku kagum dengan suaranya yang tenang saat dia berbagi bahwa teman ibunya hadir saat ibunya pingsan, tapi panic membuatnya lumpuh, menunda memanggil bala bantuan 911. Sudah tujuh tahun setelah peristiwa itu berlalu.

"Aku turut bersedih. Hal ini pasti sulit bagimu,” tuturku.

Kemudian aku bertanya apakah dia bisa membuka hatinya untuk melepaskan pengampunan kepada teman ibunya. Setelah terdiam selama beberapa saat, dia berkata, “Aku marah kepadanya selama bertahun-tahun karena dia membuang waktu berharga untuk memanggil anggota keluarga saat dia seharusnya memanggil paramedis. Tapi aku sudah memaafkannya,” ucapnya.

“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.” (Matius 6: 14)

Kisahnya bukan satu-satunya kisah yang dialami seseorang setelah kehilangan anggota keluarganya. Tapi setiap kisah membuatku takjub, semakin menegaskan tentang kedaulatan Tuhan yang tak bisa dijelaskan. Semakin banyak cerita yang aku dengar, adik laki-laki Felicia, ibu Diane, kakak laki-laki Cunthia, saudara perempuan Mildred, siswa berusia 17 tahun dan banyak lagi. Mendengar semua kisah mereka membuatku kagum karena sudah mengalami berkat Tuhan yang melimpah atasku. Sementara aku tak punya jawaban atas begitu banyaknya orang-orang yang aku dorong untuk sembuh dari luka kesedihan karena kehilangan orang yang mereka cintai yaitu dengan meminta maaf.

Mungkin kamu adalah salah satu dari orang yang mengalami hal serupa. Jika kamu memang ingin disembuhkan, mari sama-sama mengikuti doa ini.

“Tuhan, kehilangan orang yang kami kasihi adalah salah satu pengalaman tersulit dan menyakitkan untuk dipahami. Terkadang rasa sakit itu membuatku marah saat aku mencari jawaban. Saat aku jujur, aku sangat marah kepadaMu karena tak melakukan keajaiban untuk menyembuhkan mereka. Bantu aku untuk mempercayai kebijaksanaanMu yang berdaulat, melepaskan semua kepahitan dan sulitnya mengampuni. Tuhan, tolonglah aku untuk bersukacita bersama orang lain yang Engkau pilih untuk memulihkanku. Amin”

 

Hak cipta oleh Esi Mathis, digunakan dengan ijin

Ikuti Kami