Kenapa Banyak Pemimpin Gereja Kehilangan Imannya? Hasil Penelitian Ini Mengungkapnya!
Sumber: Youtube.com

Internasional / 14 August 2019

Kalangan Sendiri

Kenapa Banyak Pemimpin Gereja Kehilangan Imannya? Hasil Penelitian Ini Mengungkapnya!

Puji Astuti Official Writer
6427

Beberapa waktu ini umat Kristen di buat kaget dengan pernyataan dua sosok pemimpin Kristen yang menyatakan ia sudah kehilangan imannya dan bukan Kristen lagi, yaitu Joshua Harris mantan pendeta dan penulis buku I Kiss Dating Goodbye dan Marty Sampson, penulis lagu rohani dan pemimpin pujian di Hillsong Church.

Di Indonesia sendiri, pendeta atau hamba Tuhan yang kehilangan iman bahkan pindah ke agama lain bukanlah hal yang baru. Bahkan ada beberapa orang yang sebelumnya pendeta beralih profesi penjadi ustad atau ustazah.

Walau demikian, hal ini menyebabkan munculnya pertanyaan, “Apa yang menyebabkan seorang Kristen yang berkomitmen tinggi seperti pendeta dan para pemimpin rohani bisa kehilangan imannya? Apakah meninggalkan iman seperti berjalan ke dalam kegelapan dan ketidakpastian atau ke dalam kebebasan dan beban yang terlepas?”

Dr. John Marriot,mendedikasikan penelitian doktoralnya untuk menyelidiki pertanyaan seperti itu, dan menuangkannya dalam bukunya yang berjudul “A Recipe for Disaster: Four ways churches and parents prepare individuals to lose their faith and how they can instill a faith that endures (Wipf & Stock).” Saat ini John adalah menjabat di departemen World Religion di Institute of Religious Studies di Missional University dan profesor di Biola University.

Bukan Hanya Karena Satu Sebab

“Setiap kisah dekonversi (perubahan iman-red) itu seperti resep – itu tidak pernah sederhana, itu tidak pernah hanya karena satu alasan,” demkian ungkap Dr Marriot. “Biasanya itu adalah kombinasi dari berbagai bahan, persiapan, dan lingkungan.”

Menurut penelitian Dr Marriot, orang yang kehilangan iman cenderung memiliki beberapa ciri-ciri kepribadian, keyakinan dan nilai-nilai yang mendasarinya. Hal ini termasuk memiliki kecerdasan di atas rata-rata, toleransi yang rendah dalam penundukan diri pada pemimpin dan menghargai keyakinan diri yang kuat, memegang kendali dan terbuka untuk pengalaman baru.

“Ketika semua itu dikombinasikan dan digabungkan maka seseorang secara statistik akan lebih mungkin mengalami krisis iman dan kemudian pada akhirnya meninggalkan imannya,” demikian ungkap Dr Marriot.

Menurut Marriot, bagaimana orang-orang sampai meninggalkan imannya dipengaruhi oleh bagaimana mereka diasuh dalam keluarganya, bagaimana mereka dimuridkan oleh gereja, apa yang diajarkan kepada mereka tentang Kekristenan, dan bagaimana mereka diajarkan untuk menjalani kehidupan mereka sebagai seorang Kristen.

“Hal itu memberi pengaruh besar bagaimana mereka kehilangan iman,” demikian tegasnya.

Ia menuliskan dalam bukunya bahwa gereja dan orangtua bisa menjadi penyebab krisis iman ini, ia membaginya menjadi empat hal penyebab : Persiapan berlebihan; kurang persiapan; persiapan yang buruk; dan persiapan yang menyakitkan.

Persiapan Berlebihan

“Persiapan yang berlebihan terjadi ketika orangtua dan gereja secara keliru menyamakan bahwa pandangan unik mereka tentang Kekristenan sama dengan hakekat Kekristenan. Mereka (gereja dan orangtua-red) kemudian meminta orang-orang yang mereka muridkan untuk menerima dan menjaga iman kepada keseluruhan paket yang diajarkan untuk menjaga keotentikan identitas Kristen,” demikian jelas Dr.Marriot.

Hal itu menimbulkan tirani kepercayaan dimana orang harus mengafimasi dan mempertahankan sejumlah kepercayaan teologi untuk menjaga identitas mereka sebagai orang Kristen alkitabiah  yang murni.

Kurang persiapan

Orang Kristen yang kurang persiapan mereka tidak mendapatkan bantuan yang memadai untuk mengarahkan kehidupannya dalam masyarakat yang didominasi sekularisme saat ini. Hal inilah yang menimbulkan apa yang disebut Dr Marriot sebagai “Spiritual Culture Shock (goncangan budaya rohani-red).”

“Saya pikir kita tidak membuat hubungan antara dunia Alkitab yang kita bicarakan di hari Minggu dan dunia yang kita hidupi di sepanjang minggu, dan kita perlu melakukan hal ini lebih baik lagi,” demikian ungkap Marriot.

Persiapan Yang Buruk

Untuk orang Kristen yang mengalami persiapan yang buruk atau bahkan mungkin tidak dipersiapkan mengalami kekosongan atau ketidaktahuan tentang konsep teologi yang krusial. Hal ini menghasilkan iman yang “setengah jadi” (seperti adonan kue yang setengah jadi karena tidak adanya beberapa bahan yang utama).

Menurut Marriot, kebanyakan orang Kristen sangat kurang dipersiapkan untuk menyikapi bagaimana kompleksnya Alkitab atau faktor manusia dan kurang diedukasi tentang konsep Ketuhanan.

Persiapan Yang Menyakitkan

Persiapan yang menyakitkan menurut Dr Marriot adalah mereka yang mengalami disakiti oleh gereja, pemimpin gereja atau sesama umat Tuhan. Menurut penelitiannya, saat dia bicara dengan mereka “apa yang mereka anggap sebagai tindakan kasar atau munafik dari pemimpin rohani memberi dampak signifikan dalam krisis iman mereka.”

Dalam hal ini, kita bisa lihat bahwa kepahitan bisa menjadi salah satu pemicu krisis iman dan bahkan membawa mereka meninggalkan Kekristenan.

Namun Marriot menekankan kembali bahwa dekonversi atau kehilangan iman itu tidak terjadi tiba-tiba, namun seperti sebuah resep dalam membuat kue, dimana banyak bahan atau sebab yang sudah dicampur aduk, hingga pada akhirnya membawa orang itu pada suatu keputusan.

Goncangan Kehidupan

Dr Marriot menyatakan bahwa ada “pola umum” dalam kisah-kisah orang yang mengalami dekonversi atau krisis iman, yaitu terjadinya “pergeseran atau perubahan emosional/pengalaman” dalam kehidupan orang itu yang sering kali menuntunnya kepada penilaian ulang intelektual terhadap keyakinan mereka.

Sebagai contoh adalah pernyataan Derek Webb seorang penulis lagu  dan penyanyi Kristen terkenal di Amerika Serikat yang mengungkapkan bahwa dia kehilangan imannya melalui podcast tidak lama setelah pernikahannya hancur.

“Ketika kamu melalui masa-masa yang berat.. ada kesempatan untuk memeriksa hal-hal lain di masa itu. Pada saat itu saya tidak mendapatkan penghiburan dalam kehidupan rohani saya dan saya ditinggalkan oleh komunitas rohani saya,” demikian ungkap Derek Webb.

Pengalaman berbeda dialami oleh Bart Campolo, putra seorang penginjil televisi terkenal Tony Campolo, ia meninggalkan imannya setelah mengalami kecelakaan serius bersepeda. Saat itu, begitu sadar di rumah sakit, ia merasa bahwa setelah kehidupan tidak ada apa-apa lagi.

Dia berkata kepada istrinya, “Tidak ada lagi yang tertinggal. Aku tidak percaya Tuhan, aku tidak percaya hal supranatural. Aku tidak percaya pada roh. Aku pikir ini yang kita miliki saat ini.”

Namun sebelumnya, sepanjang kehidupan Kristennya, Bart sudah memiliki keraguan serius tentang imannya, seperti tentang kuasa doa dan keberadaan penderitaan. Keraguannya memainkan peran penting dalam ia meninggalkan imannya.

Kekristenan Palsu Yang Mengikat

Namun yang menarik dari hasil penelitian Dr. Marriot adalah mereka yang ia wawancara merasakan “beban terangkat dan mereka sekarang bebas.” Mereka bicara tentang dimerdekakan, sebuah kata yang biasanya kita kaitkan dengan kisah orang-orang yang percaya Yesus. Apa yang salah disini?

“Jika mereka dibebaskan dan dimerdekakan, mereka dimerdekakan dan dibebaskan dari apa? Karena ini seperti bukan cara hidup Yesus yaitu hidup berkelimpahan, yang adalah jalan damai.. Sepertinya bukan ini yang mengikat mereka.

Sepertinya ada hal lain yang mengikat mereka, dan hal itu selalu sesuatu yang menyerupai sebuah versi Kekristenan yang sangat fundamental dan legalistik, sesuatu yang mereka terjemahkan atas apa yang mereka anggap tidak ada dalam Kekristenan yang sesungguhnya,” demikian paparan Dr. Marriot.

Bagaimana meresponi mereka yang meninggalkan imannya?

Dr. Marriot menyarankan untuk tidak mempertahankan diri atau berusaha memperbaiki ataupun memberikan jawaban apologetic tentang ketidakpercayaan mereka.

“Yang akan saya coba dan lakukan jika seseorang dalam situasi itu adalah saya akan mencoba dan mendengarkan dengan baik, karena saya ingin mendengarkan apa yang menjadi keraguan mereka dan aku ingin mendengar apa yang mereka tolak, dan aku ingin memastikan bahwa hal itu adalah penting, dan bukan hanya tipuan Kristen atau pemutarbalikan Kekristenan yang mereka percayai.

Aku mungkin berasumsi bahwa apa yang terjadi banyak berhubungan dengan masalah pada Alkitab, dan aku mungkin akan mencoba dan menyelidiki apa yang menjadi keberatan mereka; dan dengan lemah lembut memperlihatkan bahwa beberapa masalah dengan Alkitab adalah berdasarkan asumsi dan pengharapan yang Alkitab tidak pernah berniat untuk menjawab.”

Kebanyakan mereka yang menyatakan kehilangan iman dan meninggalkan Kekristenan akan menerima tudingan dan juga kecaman. Secara terbuka mengungkapkan hal ini akan membuat mereka kehilangan pekerjaan mereka jika mereka adalah hamba Tuhan, mereka kehilangan komunitas mereka, dan tidak sedikit yang kehilangan keluarga mereka.

Jika kita kembali kepada sikap Yesus, tentu hal ini bukanlah respon yang Yesus ingin kita lakukan. Karena sikap seperti itu hanya akan membuat mereka semakin jauh dari kasih Tuhan. Seperti yang Dr. Marriot ungkapkan, jadilah pendengar yang baik buat mereka. Tetap kasihi mereka. Jadilah komunitas pendukung saat dunia mereka yang selama ini mereka percaya goncang. 

Baca juga: 

Menyusul Harris, Penulis Lagu Hillsong Ungkapkan Tak Lagi Percaya Pada Kristus

Pendeta Sekalipun Bisa Kehilangan Iman, Kok Bisa? Mungkin Ini Penyebabnya

Sumber : Churchtimes.co.uk
Halaman :
1

Ikuti Kami