Tuntut Anak Selalu Berprestasi, Bukan Hanya Bikin Anak Stress. Dampaknya Bisa Separah Ini
Sumber: The Independent

Parenting / 6 August 2019

Kalangan Sendiri

Tuntut Anak Selalu Berprestasi, Bukan Hanya Bikin Anak Stress. Dampaknya Bisa Separah Ini

Lori Official Writer
3883

Setiap orangtua pasti punya harapan besar yang ditaruh terhadap setiap anak-anaknya.

Sebagian berharap anaknya bisa jadi kebanggaan keluarga. Bisa membalikkan nasib keluarga menjadi lebih baik. Atau bahkan bisa jadi anak yang berprestasi dalam sekolahnya.

Dan untuk mencapai harapan ini, orangtua seringkali ikut campur dalam setiap perjalanan hidup anak, khususnya masalah pendidikan.

Gak heran kalau sebagian anak-anak yang berprestasi di sekolah rupanya mengalami beban besar atas harapan orangtuanya. Pasalnya, apa yang dia dapatkan disekolah bukan semata-mata karena memang dia menyukainya. Sebaliknya, dia dipaksa untuk berprestasi oleh orangtuanya. Jika mereka gagal, maka orangtua akan memberikan sanksi dalam bentuk hukuman fisik ataupun material.

Kasus Jennifer Pan

Bagi yang pernah mendengar nama ini pasti tahu kasus yang menjerat perempuan keturunan asal Vietnam ini.

Ya, Jennifer Pan adalah salah satu korban dari didikan orangtua yang terlalu keras.

Sebagai keluarga perantauan di Amerika Serikat, orangtua Jennifer terus mendesaknya untuk belajar keras. Dia dituntut harus berprestasi di sekolah dengan belajar keras setiap hari. Dia juga hanya mengikuti keinginan orangtuanya supaya dirinya les piano, bela diri, renang dan juga skating.

Merasa mulai depresi dengan segala hal yang dia jalani. Tak punya waktu bermain dan bergaul di luar rumah bersama teman-temannya membuatnya bosan. Akhirnya saat beranjak kelas 8, prestasinya sempat menurun. Dia kehilangan semangat belajar dan nilai-nilainya hancur. Tak mau orangtuanya tahu soal penurunan nilainya. Jennifer akhirnya memilih untuk mengarang kebohongan.

Tak disangka kebohongan itu justru dipercayai oleh orangtuanya. Sehingga membuatnya semakin terbiasa berbohong demi menyelamatkan dirinya dari amarah orangtuanya.

Dia bahkan bisa meyakinkan orangtuanya bahwa dia adalah anak berprestasi dengan mengakui dirinya masuk kelas favorit, yang sebenarnya hanya berada di kelas biasa.

Bahkan Jennifer berani memalsukan nilai raportnya. Karena orangtua pasti akan sangat marah jika dia mendapat nilai B.  

Meskipun berbohong, Jennifer memang masih tetap bisa mendapat nilai yang lumayan di sekolah. Nilainya bahkan bisa menembus kelulusan ke Ryerson University di Toronto. Sayangnya, dia tak menyelesaikan kuliah itu sampai tuntas karena gagal dalam satu mata kuliah. Tak ingin orangtua kecewa karena lulus tidak tepat waktu, dia kembali berbohong . Dia mengaku sedang mengambil jurusan sains selama 2 tahun di Ryerson University. Yang kemudian akan dia lanjut dengan mengambil jurusan Farmasi di Universitas Toronto dengan jalur beasiswa, sehingga orangtua tak curiga kalau dirinya tak pernah meminta uang kuliah.

Setiap hari dia mengaku pamit kuliah kepada orangtua. Tiba waktunya masa wisuda, dia kembali berbohong supaya orangtuanya tak perlu hadir dengan alasan keterbatasan undangan.

Setelah lulus, dia kembali berbohong dengan mengakui bahwa dirinya sudah diterima kerja di sebuah rumah sakit. Tapi orang tua Jennifer pada akhirnya mulai curiga. Orangtuanya, Bich dan Hann pun memutuskan untuk menguntit Jennifer saat pergi bekerja.

Siapa sangka, rupanya semua yang disampaikan Jennifer hanyalah kebohongan.

Karena telah dibohongi, orangtuanya pun bertindak keras terhadap Jennifer. Setiap gerak-gerik Jennifer diawasi. Dia dilarang pacaran, memakai komputer dan bahkan dipantau lewat mobil.

Sayangnya, semakin dikekang Jennifer malah semakin keras. Dia memilih untuk merencanakan skenario terhadap kedua orangtuanya.

Rasa benci dan marah Jennifer terhadp kedua orangtuanya kian memgunung. Dia merencanakan untuk memberi pelajaran kepada orangtuanya dengan menyewa seorang pria.

Pada tahun 2010, Jennifer sepakat dengan pria yang dibayarnya itu bukan hanya untuk memberikan pelajaran. Tapi lebih parah dari itu, dia merencanakan pembunuhan terhadap orangtuanya.

Bersama dua rekannya, pria itu mendatangi kediaman Binch dan Hann di malam hari. Lengkap dengan senjata api.

Setelah itu mendapati mereka di rumah, keduanya dibekap dengan selimut. Dengan tega pria sewaan tersebut menembak keduanya. Sang ayah mendapat 2 kali tembakan dan ibunya Binch tiga kali di kepala dan tewas. Sementara, sang ayah masih bertahan hidup.

Kasus percobaan pembunuhan inipun akhirnya terbongkar. Jennifer ditangkap dan menjadi tersangka dengan hukuman seumur hidup.

Dampak Mengerikan Dari Disiplin Keras Orangtua

Kisah Jennifer adalah salah satu dari dampak mengerikan dari pola disiplin keras orangtua terhadap anak.

Tanpa kita sadari, anak yang dituntut berprestasi bisa mengalami depresi. Sampai pada akhirnya anak bisa cenderung menjadi pembohong. Hal ini hanyalah satu dari sekian banyaknya dampak buruk dari didikan keras orangtua.

Selain itu, ada juga anak yang dipaksa berprestasi malah memilih untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang dia inginkan, termasuk berbuat curang.

Seorang pakar motivasi untuk remaja, Daniel Wong menyampaikan bahwa orangtua tak seharusnya memaksa anak untuk beprestasi di sekolah dengan belajar begitu keras. Apalagi hal itu hanya karena tuntutan untuk memenuhi keinginan orangtua.

Sebaliknya, Wong menyarankan supaya orangtua menjadi pembimbing dan juga supporter bagi anak. Menjelaskan bahwa belajar dengan giat akan memberikan keuntungan bagi mereka sendiri akan jauh lebih baik daripada menyampaikan bahwa mereka hanya jadi orang tidak berguna jika tidak berprestasi. Dua penyampaian ini tentu saja sangat berbeda bukan?

Baca Juga:

Sudahkah Gereja Jadi Tempat Aman Buat Anak? Begini Kata Pemerhati Anak Ini...

Dampak Buruk Pornografi Buat Anak, Bukan Hanya Merusak Tapi Lebih Dari Itu…

Tiga hal ini bisa dilakukan orangtua untuk memotivasi anak belajar, tanpa harus mengekang dan memaksan anak.

1. Fokuskan anak pada sesuatu yang bersifat kepedulian

Lebih dari sekadar meraih prestasi gemilang, pendidikan dirancang untuk mempersiapkan anak untuk mendapatkan pengetahuan dan kemampuan tertentu sehingga mereka bisa memberikan kontribusi kepada orang lain.

Nilai inilah yang terpenting bagi anak untuk mereka dapatkan selama sekolah, nilai nilai yang hanya ditentukan oleh angka di raport atau ujian.

Untuk membuka pikiran seorang anak, berilah mereka contoh yang nyata. Misalnya, mengajak mereka bertemu dengan orang-orang yang menderita penyakit tertentu.

Anak bisa merasakan empati yang besar terhadap penderita. Sehingga mereka mulai bertekad untuk belajar keras dan ingin menjadi seorang dokter. Kondisi lain di sekitarnya juga bisa orangtua jadikan untuk menumbuhkan semangat dan motivasi anak untuk belajar.

2. Fokus lebih kepada proses dan bukan hasil

Wong menyampaikan bahwa daripada menuntut mereka untuk selalu juara 1 di kelas. Akan lebih baik membuka pola pikir anak lebih dulu soal apa itu menjadi juara.

Ajukan beberapa pertanyaan. Misalnya, kenapa kamu harus belajar giat? Apa tantangan yang kamu alami dalam belajar? Apa bagian yang membuatmu gagal? Apa cara berbeda yang bisa kamu lakukan supaya tidak gagal lagi?

Pertanyaan-pertanyaan ini akan membuat anak termotivasi belajar untuk kebaikan diri mereka sendiri dan bukan karena paksaan.

3. Ciptakan budaya belajar di rumah sejak dini

Kalau kebanyakan orangtua justru memaksa anak belajar di rumah. Maka kebiasaan ini sebaliknya. Dengan mengenalkan budaya belajar di rumah sejak dini, anak akan secara otomatis tanpa dipaksa atau didesak untuk belajar sendiri.

Paling tidak, orangtua hanya perlu mengambil waktu untuk tahu apa saja hal yang anak sudah pelajari.

Bukankah ini cukup baik untuk anak?

Mungkin banyak anak yang sukses karena paksaan orangtua. Tapi percayalah, mereka hanya akan tumbuh dengan rasa takut yang sudah dibentuk oleh orangtua sejak kecil. Rasa takut ini bisa tentang takut dimarahi dan takut gagal. Kamu tentunya gak mau kan anak-anakmu berujung seperti kasus Jennifer Pan?

Sumber : Berbagai Sumber | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami