Suka Mengeluh Soal Penderitaan Hidupmu? Mungkin Kamu Lupa dengan Pengorbanan Tuhan Yesus…
Kalangan Sendiri

Suka Mengeluh Soal Penderitaan Hidupmu? Mungkin Kamu Lupa dengan Pengorbanan Tuhan Yesus…

Lori Official Writer
      4345

Roma 6: 23

Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 118; 1 Korintus 6; Rut 3-4

Bagaimana bisa Tuhan yang baik dan pengasih membiarkan semua rasa sakit dan penderitaan ini?

Aku berdiri dalam diam, sendirian di kamar rumah sakit. Sembari menyaksikan bayiku bernafas dengan posisi tangan ditaruh dengan hati-hati di punggungnya, berharap merasakan jantungnya masih berdetak. Nafasnya dangkal dan kulitnya berwarna abu-abu kebiruan. Dia gak sadar tentang sesuatu yang abadi ini. Pakaianku basah oleh darah dan kotorannya dan baunya hampir sama besarnya dengan rasa sakit di dalam hatiku.

Saat para dokter bersiap untuk melakukan operasi darurat, mereka menempatkannya di lenganku. Aku memangkunya di dekat dadaku. Dia kotor, tapi aku tak peduli. Dia adalah putraku. Gak ada yang akan mencegahku memegangnya erat-erat, sembari menjerit dalam penderitaan dan penantian.

Saat para dokter mengambilnya dari tanganku, kenyataan mengejutkanku bahwa darahnya mengenaiku. Beban berat di kalvari menimpaku saat itu. Momen itu menghancurkan sekaligus membebaskanku di satu waktu yang sama.

Aku mulai paham soal fakta penderitaan dan kematian Yesus di kayu salib, menerima hadiah keselamatan-Nya yang cuma-Cuma dan menyerahkan hidupku kepada Yang Maha Mulia selama bertahun-tahun.

Tapi hari ini, aku gak mampu berkata-kata saat mengalami ‘kasih karunia’ yang gak akan pernah dialami sebagian besar orang. Kasih karunia yang dicurahkan lewat darah yang tak berdosa dari anak Allah yang terkasih. Ada kedalaman Injil yang gak bisa dipahami sampai kamu mengalami hal serupa.

Betapa besarnya kasih Bapa Surgawi untuk kita. Dia bahkan rela menyerahkan anak-Nya yang terkasih untuk menanggung penderitaan yang tak pantas, menumpahkan darahNya yang tak berdosa untuk menutupi kekotoran dan rasa malu kita dan mendekatkan kita kepada Dia.

Tapi untungnya, putraku diselamatkan dari kematian. Tapi pengalaman itu menyadarkan aku pada kenyataan bahwa setiap kali terjadi tragedi, kita sering melupakan penderitaan yang Yesus alami demi kita. Kita menjadi marah saat hidup ini menyakitkan dan lupa kalau gak ada yang bisa kita kendalikan. Kita juga mulai membandingkan penderitaan-Nya si atas salib Kalvari. Kita lupa kalau Allah dengan penuh kasih dan dengan rela menawarkan putra-Nya untuk menanggung hukuman atas dosa-dosa kita, menumpahkan darah-Nya yang tak bersalah dan mati menggantikan kita…dan Yesus dengan penuh kasih dan rela menerima tanggung itu.

Kita juga sering lupa kalau rasa sakit yang kita alami sebenarnya berasal dari konsekuensi dari pilihan kita sendiri yang berdosa dan memberontak, dan semua rasa sakit kita adalah hasil dari penolakan manusia terhadap Allah.

Jalan kembali ada di Taman Eden, saat Tuhan menawarkan umat manusia kehidupan yang bebas dari rasa sakit dan penderitaan. Tapi umat manusia menginginkan kehidupan yang bebas dari Tuhan, sebagai gantinya. Manusia memilih untuk memberontak melawan Tuhan sampai akhirnya harus menerima konsekuensi dengan mengalami rasa sakit dan penderitaan.

Tetapi Allah dalam belas kasihanNya yang tak terbatas, memberikan belas kasihanNya kepada kita dan menyelamatkan kita dari hukuman.

“Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati--.Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah.” (Roma 5: 6-9)

Dalam bayang-bayang salib, sulit untuk mengutuki Tuhan karena membiarkan kita menderita. Kita datang dalam kondisi penuh kotoran, tapi Dia memeluk kita di dalam dada-Nya, memegang erat-erat dan bernyanyi di atas segala penderitaan dan penantian kita. Di dalam terang keselamatan kita, betapa sulitnya bagi kita untuk memahami besarnya kasih Bapa atas kita.

 

Hak cipta Kathy Thomas, digunakan dengan ijin.

Ikuti Kami