Ini adalah
kisah tentang sepasang suami istri yang hidup bahagia sejak awalnya. Selama
sepuluh tahun terakhir, mereka sangat aktif menentang praktik aborsi. Karena menurut pandangan mereka aborsi berarti membunuh seorang bayi.
Setelah bertahun-tahun
berumah tangga, akhirnya sang istri hamil. Mereka akhirnya akan punya anak yang diidam-idamkan sejak lama. Kabar ini pun membuat mereka bahagia.
Mereka lalu
menyebarkan kabar ini kepada seluruh keluarga, teman-teman terdekat, dan tetangga mereka. Semua orang yang mendengarnya pun ikut bahagia.
Setelah beberapa
bulan, sesuatu terjadi dengan kandungan sang istri. Dokter menyatakan kalau sang
istri mengandung anak kembar yaitu laki-laki dan perempuan. Sayangnya, dokter menemukan
kelainan pada janin perempuan. Anak ini dinyatakan tak akan bisa bertahan hidup sampai proses kelahiran tiba.
Sebagai bayi kembar, kondisi janin perempuan ini kemungkinan akan mempengaruhi kondisi janin laki-laki. Untuk menyelamatkan sang ibu dan janin laki-laki itu, dokter pun menyarankan supaya pasangan ini melakukan aborsi terhadap janin perempuan.
Baca Juga :
Para Ayah, Rajinlah Ajak Anak ke Gereja Kalau Mau Anak Alami Hal Ini…
Kenalkan Pengajaran Gender ke Anak Sejak Kecil Lewat 3 Kebenaran Alkitab Ini
Kondisi ini
membuat pasangan suami istri terpuruk. Mereka benar-benar berada dalam posisi
yang sangat terjepit. Sebagai pasangan yang menentang keras aborsi, bagaimana mungkin
mereka jadi pelaku aborsi? Dengan menimbang-nimbang keputusan yang harus
diambil, akhirnya pasangan ini menolak untuk melakukan aborsi sekalipun di sisi lain mereka dihantui rasa takut akan keselamatan janin laki-laki mereka.
“Aku bisa merasakan
keberadaannya. Dia sedang tertidur nyenyak,” kata sang istri di sela tangisannya.
Lingkungan sekitarnya
memberikan dukungan moral terhadap pasangan tersebut dengan mengatakan kalau Tuhan mengijinkan semua kondisi itu terjadi.
Dalam masa-masa
doanya, sang istri menyadari satu hal bahwa Tuhan pasti punya rencana besar atas hidup mereka. Hal itulah yang semakin menguatkan dirinya.
Pasangan ini
lalu mulai belajar banyak hal tentang kelainan yang dialami bayi perempuan mereka.
Mereka pergi ke perpustakaan, konsultasi dengan dokter-dokter ahli dan mencari
banyak informasi dari internet. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa mereka gak sendirian.
Ternyata,
ada banyak ibu hamil yang mengalami kelainan yang sama. Tapi yang semakin
menguatkan mereka adalah fakta kalau ada saja anak dengan kelainan tersebut
bisa bertahan hidup jika mereka mendapat donor organ yang tepat. Meskipun itu
adalah sebuah peluang yang amat sangat langka, tapi ada harapan bagi anak tersebut untuk tetap bertahan hidup.
Jauh
sebelum anak kembar mereka lahir, pasangan ini sudah menyiapkan nama bagi
keduanya. Pasangan ini akan menamakan bayi mereka Jefry dan Anne. Mereka berdoa
supaya keajaiban Tuhan terjadi atas si kembar. Tapi kadang kala mereka juga hanya
berdoa supaya diberikan kekuatan untuk menjalani rencana Tuhan melalui situasi yang mereka alami itu.
Doa penuh
penyerahan mereka rupanya terjawab. Dokter menyatakan kalau kondisi Anne cukup
sehat untuk dilahirkan, meskipun dia tetap divonis tak akan bertahan lama. Lalu,
sang istripun mulai berdiskusi dengan suaminya. Mereka memutuskan apapun yang
terjadi dengan Anne, mereka akan mendonorkan organ bayi mereka kepada anak yang sedang membutuhkan.
Pasalnya, ada
dua bayi yang sedang berjuang hidup dan menunggu donor organ dari bayi lain. Pasangan
ini mulai menangis karena jauh dilubuk hati mereka, itu bukanlah pilihan yang mereka inginkan.
Hari kelahiran
pun tiba. Sang istri berhasil melahirkan keduanya dengan selamat. Di momen yang
berharga itu, sang suami mulai menggendong Anne dengan hati-hati. Anne menatap
ayahnya dan tersenyum dengan manis. Itu adalah senyuman paling berharga yang tak akan pernah terlupakan oleh sang ayah.
Tak ada kata-kata
yang bisa melukiskan perasaan mereka saat ini. Mereka bangga karena sudah mengambil keputusan yang benar untuk tidak mengugurkan Anne.
Senyuman Anne
yang begitu manis membuat hati mereka penuh dengan kebahagiaan. Tapi mereka juga
sedih karena menyadari kebahagiaan itu hanya akan berlangsung selama beberapa
jam saja. Tak ada kata-kata. Hanya ada linangan air mata yang menggambarkan rasa sedih di dalam hati mereka.
Anne pun bisa
bertahan hidup selama dua jam. Hal itu memberi kesempatan lebih lama kepada
seluruh keluarga untuk saling berbagi kebahagiaan. Meski kebahagiaan itu harus berakhir setelah empat jam kemudian.
Menyaksikan
kondisi Anne yang semakin melemah, dokter segera melakukan persiapan untuk
melakukan pendonoran organ. Setelah beberapa minggu, dokter menghubungi
pasangan itu dan mengabarkan bahwa donor organ Anne berhasil menyelamatkan nyawa dua bayi lainnya.
Mereka merenungkan
sejenak rencana Tuhan melalui kehadiran seorang bayi Anne yang lemah itu. Mereka
tahu betul kalau Tuhan sendirilah yang mengijinkannya terjadi. Mereka menyadari
kalau walaupun Anne hanya bisa hidup selama enam jam, tapi dia telah menyelamatkan
nyawa bayi lainnya. Bagi mereka Anne adalah pahlawan dan akan selalu diingat sebagai malaikat kecil yang dikirim Tuhan.
Kita belajar
beberapa hal penting dari kisah ini. Pertama, kekuatan iman yang dimiliki pasangan
suami istri itu mengajarkan pentingnya bergantung kepada Tuhan. Kedua, pengorbanan
selalu menghasilkan kebaikan bagi orang lain. Inilah yang dilakukan oleh suami
istri itu. Mereka rela mengorbankan Anne untuk menyelamatkan dua bayi yang sedang berjuang hidup.
Kasih pasangan
ini yang begitu mendalam kepada bayi perempuannya yang sekarat, ibarat kasih Bapa
Surgawi kita kepada Yesus. Apakah kita menyadari bahwa Tuhan sendiri mengorbankan
putraNya untuk menyelamatkan kita, orang-orang yang sedang sekarat karena dosa?
Mari kembali
merenungkan pengorbanan ini dalam hidup kita. Dan biarkan anak-anak kita juga bisa
memahami pengorbanan yang harus orangtua lakukan untuk hidup mereka.