Presiden Rodrigo Duterte telah berkunjung ke Gereja Katolik Roma Filipina Selatan dimana lokasi bom terjadi Minggu, 29 Januari 2019 kemarin. Duterte bertemu dengan pejabat tinggi pertahanan, militer dan polisi di dalam Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, provinsi Sulu itu. Kunjungan ini dilakukan pada Senin, (28/1) kemarin.
Kepala kepolisian Filipina menyampaikan jika saudara pemimpin Abu Sayyaf, Surakah Ingog diidentifikasi jadi dalang serangan bom. Pelaku teridentifikasi dengan nama samaran Kamah. Dia diduga kuat otak dibalik pembuatan dua bom mematikan tersebut. Saat ini Kamah masih dalam pemburuan.
Keterangan: Tersangka Kamah tertangkap di dalam kamera CCTV
Baca Juga:
Dua Bom Serang Gereja Filipina 20 Orang Tewas, ISIS Klaim Dalang Peristiwa Sadis Ini!
Kunjungan ke Panama, Paus Desak Anak Muda Hindari Dosa Ini…
Terkait hal
itu, juru bicara presiden Salvador Panelo menyampaikan jika siapapun yang telah
berani menantang pemerintah dengan mengancam keselamatan warga, akan berhadapan dengan pasukan bersenjata pemerintah.
“Musuh-musuh
negara telah dengan berani menantang kemampuan pemerintah untuk mengamankan keselamatan
warga di wilayah (Filipina Selatan) itu. Angkatan bersenjata Filipina akan menghadapinya dan menghancurkan para penjahat tak bertuhan itu,” ucap Salvador.
Sementara seperti
diketahui kelompok Negara Islam Irak dan Levant (ISIL atau ISIS) telah mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Abu Sayyaf yang
telah terdaftar dalam buku hitam Filipina dan Amerika sebagai organisasi teroris
telah banyak melakukan kerusuhan di wilayah itu. Jolo bahkan telah lama mengalami ketidaknyamanan sejak kehadiran kelompok tersebut.
Seperti
diketahui, serangan bom di Katedral Our Lady of Mount Carmel ini terjadi hanya enam
hari setelah referendum otonomi yang diberinama Bangsamoro. Referendum ini bertujuan
untuk memperbaiki kondisi di wilayah Filipina Selatan yang dilanda konflik, kemiskinan
dan ketidakstabilan ekonomi.
Sementara kelompok
bersenjata ini berjuang untuk kemerdekaan atau otonomi di Mindanao, yang mereka
anggap sebagai tanah leluhur mereka, yang merupakan pedagang Arab yang sudah menduduki wilayah itu sejak abad ke-13.