Ubah Dunia Dari Rasisme Yang Keras, Marthin Luther Patut Jadi Contoh Para Millenials!

Internasional / 23 January 2019

Kalangan Sendiri

Ubah Dunia Dari Rasisme Yang Keras, Marthin Luther Patut Jadi Contoh Para Millenials!

Naomii Simbolon Official Writer
1579

Nggak cuma di Indonesia, rasisme juga masih begitu banyak di Amerika, bahkan diseluruh dunia.

Dikutip dari Crosswalk.com :

1. Pada tahun 1954, tujuh belas negara memutuskan untuk melakukan pemisahan antara kulit putih dan kulit hitam di sekolah-sekolah umum (ABW,99)

2. Pada tahun 1956, sekitar 85% dari semua orang yang berkulit putih di Amerika dari bagian selatan menolak pernyataan bahwa "Siswa kulit putih dan siswa kulit hitam harus pergi ke sekolah yang sama;"

3. 73% orang Amerika juga mengatakan bahwa harus ada bagian terpisah antara orang negro di trem dan juga bus.

4. 62% orang Amerika tidak mau orang negro yang memiliki pendapatan dan pendidikan yang sama dengan mereka pindah ke lingkungan tempat tinggal mereka.

5. Pada tahun 1963, sekitar 82% dari semua orang berkulit putih di Amerika bagian selatan menentang undang-undang federal yang akan memberikan semua orang, baik negro dan orang kulit putih, hak untuk dilayani di tempat-tempat umum, seperti hotel, restoran, dan usaha-usaha serupa. (ABW.139)

Dari statistik di atas adalah bukti tidak adil, tidak aman, merendahkan, tidak ramah sama sekali bahkan memalukan bagi orang yang berkulit hitam di Amerika.

Pernah nggak sih kamu berhenti sejenak dan bertanya kepada dirimu sendiri apa arti kran air terpisah dan toilet terpisah, kecuali kamu adalah penderita kusta yang najis? Bukankah itu dunia yang begitu mengerikan?

Antara dunia yang mengerikan secara rasial dan juga tak begitu sempurna secara rasial ini muncullah Martin Luther King.

Kita nggak akan tahu apakah dunia akan berubah jika tanpa dia, tetapi kita tahu bahwa pada akhirnya Tuhan memakai dia, dan dia menjadi tongkat Allah.

Martin dipakai Tuhan untuk mengubah dunia sehingga ekspresi publik yang mengerikan di atas, yang secara terang-terangan adalah ekspresi rasisme kini sudah mulai menghilang.

Seorang Marthin Luther King, Jr. memberikan hidupnya untuk mengubah dunia. Dan menjelang akhir hidupnya, dia semakin sadar bahwa gerakan yang dia lakukan akan membuatnya kehilangan nyawanya.

Malam sebelum dia dibunuh oleh James Earl Ray di luar kamar 306 di Lorraine Motel di Memphis pada tanggal 4 April 1968 silam dia sempat berkotbat di Bishop Charles Mason Temple.

Kotbahnya itu diberi judul “Saya Telah Sampai di Puncak Gunung, dan bercerita jika diijinkan Tuhan ia meminta agar bisa hidup beberapa tahun lagi karena ia melihat Tuhan sedang bekerja di periode abad 20an itu ddimana manusia meresponinya dengan cara yang aneh. Ia percaya bahwa sesuatu sedang terjadi di masanya itu.

Untuk waktu yang sangat lama, Marthin mampu menggunakan suaranya untuk menahan kekerasan dan mengatasi kebencian.

Dia juga menutup kotbahnya dengan sebuah nubuatan :

"Kita akan menghadapi hari-hari yang sulit ke depan. Tapi itu tidak masalah bagiku sekarang, karena aku pernah ke puncak gunung. Dan aku tidak keberatan. Seperti orang lain, aku ingin menjalani hidup yang panjang umur. Tapi saya tak kuatir tentang itu sekarang. Saya hanya ingin melakukan kehendak Tuhan, dan Dia mengizinkan saya naik ke gunung. Dan saya sudah melihat Tanah Perjanjian-Nya. Aku mungkin tidak bisa kesana bersamamu. Tetapi aku ingin kamu tahu malam ini, bahwa kita sebagai umat akan sampai pada Tanah Perjanjian. Dan aku senang sekali malam ini, aku tak merasa kuatir tentang apapun. Aku tidak takut pada siapa pun. Mataku sudah melihat kemuliaan kedatangan Tuhan."

Sepuluh jam setelah itu, dia pun mati dan dunia berubah selamanya.

Pertanyaannya : Sebagai orang Kristen, mampukah kita hidup dan menjadi dampak  serta taat mengerjakan panggilan kita sampai mati seperti Martin Luther? Sebuah perenungan untuk mengawali tahun 2019 ini bukan?

Sumber : crosswalk | jawaban
Halaman :
1

Ikuti Kami