Penolakan pendirian gereja
kembali terjadi di Indonesia. Kali ini, lokasi terjadinya justru di ibukota. Sejak Jumat (12/1/2019) malam, terdapat tujuh spanduk penolakan
rencana pendirian Gereja Kristen Indonesia yang terpasang di pertigaan Jalan Jagakarsa Raya dan Jalan Durian, Jakarta Selatan.
"Pokoknya Tidak Boleh
Ada Gereja di Perkampungan Kami Yang Masih Mayoritas Islam, ttd. Warga Jagakarsa," demikian isi salah satu spanduk sebagaimana dilansir oleh Tirto dalam lamannya.
Menurut Ketua RT 006
Kelurahan Jagakarsa Syamsuddin, adanya spanduk-spanduk penolakan itu berawal
dari permintaan Yayasan Wisesa Wicaksana yang ingin mengalihfungsikan rumah
yang berada di wilayahnya menjadi tempat ibadah GKI Ampera. Yayasan, sambung
Syamsuddin, sebenarnya sedang berusaha mengikuti prosedur sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri (PBM) Mendag-Mendagri tahun 2006.
Walaupun mengetahui bahwa pemilik yang hendak mengalihkan bangunan rumahnya menjadi gereja tersebut bukanlah warga Jagakarsa, Syamsuddin menyatakan bahwa dirinya tetap berusaha untuk memenuhi keinginan pihak Yayasan.
(Logo Gereja Kristen Indonesia / Sumber: Wikipedia)
Oleh karena itu, keinginan
Yayasan dibawanya ke forum pimpinan daerah setempat yang terdiri dari ketua RW, lurah, camat, hingga tokoh agama dan masyarakat.
"Akhirnya Kamis, 10
Januari, kemarin, kami rapat. Ada MUI, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. FLO
[Forum Lintas Ormas] ada atas nama masyarakat. Kami kumpul. Ada permintaan dari
pihak yayasan. Biar ada bikin surat pernyataan dukungan," jelas Syamsuddin.
Saat
rapat berlangsung, muncul sejumlah pendapat dan respons. Namun yang paling
mengemuka adalah adanya syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan suatu
gereja sebagaimana yang diatur lewat Peraturan Bersama Menteri (PBM) 2 Menteri tahun 2006.
"Yang pertama radius lokasi 100-500 meter dihuni oleh umat Kristen. Ini tidak memenuhi persyaratan. Ini persyaratan dari FKUB. PBM tahun 2006 itu yang sedang dipenuhi oleh yayasan. Artinya mereka mulai persyaratan dari nol. Termasuk rekomendasi dari FKUB, nah mungkin syarat FKUB dari situ. Itu enggak memenuhi," papar Syamsuddin.
Baca Juga: Bambang Widjaja: Bangun Kebersamaan Gereja Tiadakan Tembok Pemisah
Sementara
itu, salah satu pihak yang mengaku sebagai pemasang spanduk penolakan, Forum
Lintas Ormas (FLO) Jagakarsa menyatakan hal tersebut mereka lakukan itu dalam
rangka upaya mengingatkan masyarakat saja. "Pemasangan spanduk itu sekadar
mengingatkan saja ke masyarakat dan pihak yayasan. Upaya pengingat secara sosial," ujar pimpinan FLO Jagakarsa, Purwanto.
Saat berita ini ditulis, spanduk-spanduk penolakan gereja sudah tidak ada. Menurut keterangan Syamsuddin, pihak satuan pamong praja telah menurunkan sesuai kesepakatan ketua RW 04, RW 04, RW 02, ketua RT 06, dan ketua forum RT RW Jagakarsa.
Sumber : Tirto