Jangan Kaget, Ini 9 Cara Keliru Orangtua Asia Membesarkan Anak (Part 1)
Sumber: ismart.edu.vn

Parenting / 8 January 2019

Kalangan Sendiri

Jangan Kaget, Ini 9 Cara Keliru Orangtua Asia Membesarkan Anak (Part 1)

Lori Official Writer
3397

Berbeda benua dan negara, berbeda pula pola pengasuhan anak yang diterapkan. Kalau pola pengasuhan anak di benua Eropa dan Amerika terbilang cukup moderat, maka tidak dengan negara-negara di Asia.

Salah satu contoh nyata yang sudah sangat familiar adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga Tionghoa. Di satu sisi orangtua-orangtua Asia pasti punya kebanggaan tersendiri karena mendapati pola pengasuhan yang mereka warisi kepada anak selama berabad-abad membuat keturunan mereka terbilang menjadi orang-orang yang hebat dan berhasil di berbagai negara-negara besar, sebut saja Amerika dan Eropa. Jadi, tentu saja mereka tak berpikir ada yang salah dengan pola pengasuhan mereka.

Tapi siapa sangka, tanpa sadar ada 9 cara keliru orangtua Asia membesarkan anak-anak mereka. Di artikel kali ini, kita akan membahas lima diantaranya.

1. Suka memaksakan kehendak kepada anak, khususnya soal memilih profesi yang mereka tak sukai (seperti dokter, pengacara dan pengusaha)

Di negara-negara seperti India, Tiongkok, Indonesia dan negara lainnya ada ungkapan familiar soal hal ini. Yaitu kalau anak tidak jadi dokter, pengacara atau pegawai pemerintahan maka anak dianggap gagal oleh orangtuanya.

Ungkapan inilah yang kemudian membentuk anak-anak Asia menjadikan diri mereka seperti apa yang orangtua mau. Padahal jika ditelurusi lebih dalam, tak semua anak yang memilih profesi yang disarankan orangtua mereka benar-benar mencintai pilihan itu. Akibatnya, mereka hanya hidup mengikuti apa yang orangtua inginkan dan membendung keinginan pribadi untuk menggali potensi lain yang ada dalam diri mereka.

2. Berharap terlalu tinggi kepada anak-anaknya

Banyak anak-anak sukses karena harapan tinggi yang digantungkan orangtua atas diri mereka. Mereka diyakinkan bahwa mereka bisa menjadi apapun dan mencapai apapun dalam hidup ini.

Tapi dibalik kesuksesan itu, ada banyak anak yang hidup dalam beban harapan tinggi orangtuanya. Akibatnya, anak menjadi lelah dan trauma dengan segala tuntutan dan harapan-harapan itu.

Faktanya, hanya sebagian kecil saja anak-anak Asia yang secara genetis cukup berbakat untuk berhasil dalam bidang akademik yang diinginkan orangtua Asia. Bahkan kalau anak berhasil secara ajaib, mereka pasti akan berakhir dengan masalah psikologis di masa dewasa mereka. Karena mereka tak pernah merasakan masa-masa kecil yang menyenangkan laiknya anak-anak pada umumnya.

Anak-anak yang dituntut terlalu banyak oleh orangtua hanya akan mencari lebih banyak uang, status, atau kesuksesan tetapi tidak pernah merasa bahagia atau puas dengan pencapaiannya itu. Mereka bisa memiliki harga diri yang rapuh karena mereka ditentukan oleh perkataan orang lain.

3. Pelit menyampaikan pujian kepada anak

Miliarder John Paul DeJoria dan Sam Walton selalu menyampaikan pujian kepada karyawannya ketika mereka mencapai kesuksesan dalam pekerjaan mereka. Pujian itu ibarat bunga yang mekar, saat kita menyiraminya, maka bunga akan tumbuh dan menghasilkan bunga yang indah. Jika kita memotongnya, maka bunga itu akan layu.

Sayangnya, kebanyakan orangtua Asia melakukan hal sebaliknya. Kebanyakan diantaranya begitu pelit memberikan pujian kepada anak-anak mereka. Boro-boro memuji, orangtua Asia cenderung justru kerap mematahkan semangat anak. Bahkan saat anak melakukan hal yang baik dan benar, orangtua cenderung menahan pujian dan malah menuntut anak melakukan hal-hal yang lebih baik lagi.

Baca Juga :

Dekatkan Si Kecil dengan Seni, Ini 3 Alasan Utamanya!

Jangan Sampai Kayak Anak Ini Ya, Sesali Diri Setelah Ayahnya Meninggal

4. Mendisiplin anak terlalu keras

Hal ini mungkin jadi salah satu cara keliru orangtua Asia dalam membesarkan anak mereka.

Cerita orang-orang sukses seperti Michael Strahan, Gary Vaynerchuck, Sara Blakely, dan Richard Branson, soal pola asuh orangtua mereka mungkin bisa membuka pikiran kita. Rata-rata diantaranya mengaku jika mereka diasuh dengan pola didik orangtua yang sangat positif dan optimis. Seperti contoh, orangtua Sara yang selalu memberikan pujian setiap kali makan malam. Bahkan ketika pun dia mengalami kegagalan, tak sekalipun dia mendapatkan kritikan atau dimarahi.

Bandingkan saja pola asuh ini dengan pola asuh yang diterapkan orangtua Asia pada umumnya. Sangat sedikit yang kita tahu orangtua yang memberikan pandangan positif dan optimis ketika anak menghadapi kegagalan. Alih-alih melakukannya, orangtua Asia cenderung menerapkan disiplin yang begitu ketat dalam bentuk hukuman kepada anak.

5. Orangtua tak mengajarkan anak soal pentingnya beristirahat dan pulih dari trauma dan luka

Hal ini berkaitan dengan poin nomor 4, dimana disiplin ketat orangtua Asia membuat anak-anak mereka terpacu untuk belajar keras dan menjadi sukses karena takut dengan hukuman. Mereka akhirnya dengan hati terpaksa harus bekerja keras dan mengabaikan waktu istirahat untuk mewujudkan keinginan orangtua mereka.

Hal ini membuat anak tak lagi menghargai waktu istirahat yang harusnya mereka nikmati di masa-masa mudanya. Anak juga berhak untuk menikmati masa bermain dan mengeksplorasi hal-hal baru yang menarik perhatian mereka. Sayangnya, orangtua Asia lupa akan hal itu.

Mungkin ada beberapa hal diantaranya yang kita para orangtua masih suka menerapkannya ke anak. Nah, kalau kamu merasa setuju untuk mengubah pola asuh ini, mulailah belajar untuk mengubah pola pengasuhanmu dengan sesuatu yang mendukung pertumbuhan anak yang lebih baik. 

Sumber : Willyoulaugh.com/Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami