Ini adalah topik yang sangat tepat untuk dibahas di bulan menjelang musim Natal dan Tahun Baru 2019 ini.
Jadi mari kita mulai.
Cinta hanyalah suatu luapan perasaan alamiah kita. Kita merasakannya.
Dan perasaan itu adalah bagian dari manusia. Gak bisa disangkal kalau perasaan juga
sangat mempengaruhi sebuah pernikahan. Tapi bukan berarti perasaanlah yang menggerakkan sepenuhnya sebuah pernikahan.
Sebagai anugerah dari Tuhan, Dia mau kita menempatkan perasaan kita ditempat yang tepat dalam pernikahan kita.
Baik perasaan dan pernikahan adalah rancangan Tuhan.
“Maka Allah
melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.” Kejadian 1: 31
Karena manusia, perempuan, laki-laki, pernikahan dan emosi adalah ciptaan Tuhan maka kita menyimpulkan kalau semua itu adalah baik.
Tapi bersama dengan segala sesuatu yang lain dalam ciptaan-nya, perasaan kemudian disalahgunakan sejak manusia jatuh dalam dosa.
Baca Juga :
Bukan Cuma Minim Waktu Ngumpul Bareng Keluarga, Istri Polisi Juga Curhat Soal Ini
Suami Akrab Sama Teman Wanitanya, Terapkan 4 Aturan Ini Dalam Pernikahan Biar Gak Affair
Paulus menulis dalam Roma 8: 19-23, “….Karena seluruh
makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya….”
Kita memang masih memiliki perasaan alamiah yang dikaruniakan
Tuhan, seperti rasa cinta dan sukacita. Tapi kita juga bergumul dengan emosi yang dibawa oleh dosa kita, seperti kemarahan, kesedihan, rasa sakit dan rasa takut.
Saat kita melihat perasaan dari perspektif Tuhan, kita melihat
bagaimana mereka bisa menuntun pada perasaan alamiah kita. Tapi emosi jauh lebih banyak.
Sebagai contoh, aku mungkin memiliki perasaan luar biasa yang
kita sebut cinta, tapi kasih Tuhan jauh lebih besar. Perasaan cinta datang dan
pergi. Tapi cinta Tuhan selalu ada, tak peduli kondisi kita atau apa yang kita rasakan.
Peran perasaan sebegitu besar dan pentingnya, sehingga hal
itu bahkan bisa mempengaruhi sebuah pernikahan. Perasaan juga bisa mempengaruhi
perjalanan kekristenan kita dalam banyak cara. Salah satunya adalah keyakinan kita akan keselamatan.
Mereka yang mendasarkan keyakinan keselamatan mereka hanya berdasarkan
perasaan, tidak akan pernah bertahan kuat. Saat mereka sedang dalam emosi atau kemarahan, keyakinan ini bisa berubah dan kembali meragukan keselamatan itu.
Saat kita dalam kondisi inilah, si iblis akan menyalahgunakan
keyakinan kita. Dia akan mencoba meyakinkan kita kalau perasaan kitalah yang
mendikte hubungan kita dengan Tuhan dan pasangan kita. Tapi Yesus memperingatkan
dalam Yohanes 10: 10 bahwa si iblis hanya datang untuk ‘mencuri, membunuh dan
membinasakan’. Dia ingin menghancurkan pernikahan kita dan hubungan kita dengan
Allah. Dan dia akan berusaha menyampaikan kebohongan pada kita tentang perasaan yang kita rasakan.
Karena itulah hidup kita dan pernikahan kita harus didasarkan
pada kebenaran firman Tuhan, bukan pada perasaan kita. Perasaan bisa baik, tapi mereka juga bisa merusak.
Kalau kita membiarkan perasaan kita yang menuntun kita, maka bisa-bisa
kita akan jatuh pada tindakan dosa.
Tuhan memberi tahu kita dengan jelas kalau cara seseorang
berpikir atau memahami sesuatu akan menentukan emosi dan tindakannya. Jadi, jangan
biarkan pernikahan dan seluruh aspek hidupmu dikuasai oleh perasaan yang bukan
berasal dari Tuhan.