Pagi itu, Joni sedang buru-buru ke kantor. Maklum,
macetnya Ibukota memang tidak bisa diprediksi. Apalagi pagi ini ada rapat
penting. Dirinya langsung ‘gas pol’ mobilnya agar sampai di tepat waktu. Tiba-tiba, ada mobil merah yang menyalip mobil Joni dari bagian kiri jalan.
Hal itu tidak hanya membuat Joni kaget, tetapi
juga membuatnya cukup emosi sebab Joni harus mengerem mendadak. Saat berada
tepat di belakang mobil merah itu, Joni bisa membaca sticker ‘Armi of God’ pada
kaca belakangnya. Joni bergumam, “Loh katanya anak Tuhan, kok ya di jalan ugal-ugalan, sih?”
Cerita dari Joni ini mengingatkan saya pada
sebuah anekdot yang sering jadi bahan tertawa teman-teman di gereja: ‘Kalau minggu bilangnya haleluya, sedangkan senin sampai sabtu bilangnya halelupa.’
Kita semua sudah diajarkan untuk hidup dengan
menghidupi firman. Dengan demikian, buah-buah roh akan muncul dari setiap kita.
Ketika kita menghasilkan buah-buah roh, maka efeknya tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri, tetapi juga oleh orang-orang yang ada di sekitar kita.
Hal yang sama juga pernah dirasakan oleh Amos yang dijelaskan dalam Amos 5:21-24.
"Aku membenci, Aku
menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh,
apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban
sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang.
Jauhkanlah dari
pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir."
Tuhan mau Amos menyampaikan kebenaran soal
ibadah yang mereka lakukan. Ibadah yang dilakukan oleh umat pilihanNya itu
semata-mata hanyalah sebagai sebuah rayuan atau bujukan kepada Tuhan agar Ia tetap memberkati bangsa tersebut.
Mereka bisa saja menyembah Tuhan di rumah-rumah
ibadah, tetapi dalam hidupnya, mereka tidak mengakui keberadaan Tuhan. Sebagai
seorang nabi, Amos tidak dapat meninggalkan tugasnya dan membiarkan mereka hidup dalam dosa. Sikap ibadah mereka perlu dikoreksi oleh Amos.
Nabi Amos harus melaksanakan panggilan Allah
untuk menegur umat Israel dan mengatakan kalau cara ibadah mereka tidak sesuai dengan apa yang Tuhan telah kehendaki.
Cerita Nabi Amos ini mengingatkan kita bahwa
ibadah yang sejati bukan hanya dilakukan pada setiap hari minggu, tetapi harus
nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Setiap perbuatan, pikiran, juga tutur
kata di luar gereja juga perlu kita jaga dan harus bisa mencerminkan ibadah kita kepada Tuhan.
Tuhan mau kita sebagai anak-anakNya hidup dalam
kebenaran, layaknya sungai yang mengalir, yang terus memberikan kesegaran bagi
setiap orang. Sudahkah kita menghidupi ibadah yang sejati tersebut?
Kalau belum, mulailah dengan membangun hubungan
dengan Tuhan dengan merenungkan firmanNya. Tanya kepada Tuhan tentang apa yang
Ia inginkan dalam kehidupan kita ini. Dengan begitu, kita bisa menjalin
kedekatan dengan Tuhan dan mewujudkan ibadah yang sejati tersebut.