Apakah kamu adalah seorang
suami atau istri yang terluka karena pernah dikhianati oleh pasanganmu? Jika
iya, pasti kamu tidak asing lagi dengan kata ‘maaf’ atau ‘ampuni’? Kata yang
suka disarankan oleh sejumlah orang sekitar atau yang mengenal kita di saat kita mengalami hal tidak mengenakkan tersebut.
Tidak ada yang salah
dengan nasihat untuk memberikan pengampunan atau maaf. Hanya saja, ada beberapa
hal yang harus diluruskan karena ternyata ada sejumlah anggapan yang diyakini bahwa benar adanya ternyata padahal itu adalah mitos.
Berikut ada tiga mitos tentang pengampunan saat pasanganmu melakukan pengkhianatan / perselingkuhan:
1. Cepat-cepatlah Mengampuninya
Ketika orang sekitar mengetahui
pasangan kita melakukan perselingkuhan, terkadang saran yang diberikan adalah
“lepaskan pengampunan segera” atau dengan kata lain maafkan dia dan kesalahannya serta terimalah dia.
Padahal pada kenyataannya
proses mengampuni tidaklah secepat itu. Pengampunan yang instan dilakukan seringkali adalah penyangkalan bahwa hati kita masih terluka.
Jangan kaget ketika
kesalahan kembali dilakukan oleh pasangan kita di kemudian hari maka kita akhirnya mengungkit-ungkit kesalahan tersebut.
Pengampunan tidak cepat dan mudah; ini adalah jalan berliku dengan banyak puncak dan lembah. Dibutuhkan kerja keras untuk tumbuh dari mengidentifikasi perasaan pengkhianatan dan menyakiti untuk melepaskan rasa sakit dan kebencian, dan kemudian pindah ke pengampunan sejati.
2. Setelah mengampuni, maka semuanya pasti dipulihkan
Mitos kedua yang kerap
diyakini adalah ketika kita telah melepaskan pengampunan maka semuanya telah dipulihkan. Padahal, pengampunan tidak selalu sama dengan rekonsiliasi.
Pada kasus pengkhianatan
atau perselingkuhan, orang yang diselingkuhi pada dasarnya membutuhkan ruang
dan waktu untuk berduka, untuk diproses. Ini penting untuk diambil karena lewat
berduka dan berproses setelahnya maka dia bisa melangkah selanjutnya ke fase penyembuhan.
3.
Jika bisa menahan untuk memberikan pengampunan, pasangan kita pasti akan menyesali perbuatannya dan berubah.
Dengan menahan untuk
memberikan pengampunan, kita percaya bahwa itu akan mampu membuat pasangan kita
menyesali perbuatannya dan mau berubah sungguh-sungguh. Kita menganggap karena kita memiliki kuasa, pasangan kita akan mengikuti apa yang kita inginkan.
Kebenarannya adalah menunda
proses pengampunan menyebabkan kita justru tidak mengalami kebebasan dan kedamaian yang mendalam yang datang dengan pengampunan.
Tidak seorang pun dari
kita yang dapat memaksa pasangan kita untuk berkomitmen pada proses pemulihan.
Kita tidak bisa mengendalikan pilihan mereka. Namun kita dapat menetapkan
batas, mengekspresikan rasa sakit dan berkomunikasi dengan pasangan bahwa kita
mengharapkan kesetiaan. Dengan langkah seperti itu, kita bisa memulai perjalanan kita sendiri menuju penyembuhan.
Untuk bisa benar-benar mengampuni selalu dibutuhkan waktu. Terpenting adalah kita mau untuk melakukannya. Lihatlah momen-momen menyakitkan yang dilalui ini sebagai pintu terjadinya restorasi total di dalam hubungan kita dengan pasangan.
Sumber : Jawaban.Com; focusonthefamily.com