Bukan Mentalis Yang Jago Baca Pikiran, Ini 3 Cara Komunikasikan Ekspektasi Pada Pasangan
Sumber: https://images.theconversation.com/files

Marriage / 21 November 2018

Kalangan Sendiri

Bukan Mentalis Yang Jago Baca Pikiran, Ini 3 Cara Komunikasikan Ekspektasi Pada Pasangan

Inta Official Writer
1717

Dalam sebuah pernikahan, sering sekali kita dikecewakan oleh ekspektasi kita terhadap pasangan. Ketika ekspektasi itu tidak terpenuhi oleh pasangan, tanpa sadar kita jadi sering terbawa emosi dan berujung pada sebuah permasalahan.

Ada kalanya kita menginginkan pasangan untuk bisa melakukan suatu hal tanpa perlu kita menugtarakannya. Sebagai contoh, ketika kita telah lelah mengasuh anak seharian, kita ingin pasangan bisa melihat kondisi kita yang lelah tanpa harus memberitahunya, dan menawarkan pijatan atau bantuan pada kita.

Tanpa sadar, kita jadi punya keinginan agar pasangan bisa membaca pikiran kita layaknya seorang mentalis. Namun, nggak cuma kita kok yang menaruh ekpektasi pada pasangan. Hampir setiap pasangan pasti punya permasalahan yang seruma. Kita menginginkan pasangan untuk mengetahui apa apa yang kita butuhkan, sementara hal ini bisa menjadi sebuah beban tersendiri bagi pasangan.

Inilah sebabnya penting buat kita untuk membicarakan ekspektasi dalam sebuah hubungan, sehingga pernikahan yang kita jalani bisa menjadi lebih berkualitas dan positif.

1. Kenali

Satu masalah yang paling sering memicu perpecahan adalah acuh terhadap ekspektasi kita sendiri. Setiap kita adalah produk dari masa lalu. Kita perlu mengenali diri sendiri dan mengetahui apa yang kita inginkan dari pasangan.

Saat kita bisa mencari tahu ekspektasi apa yang sering menjadi konflik dalam rumah tangga kita, maka bicarakan hal ini dengan pasangan. Sebab ekspektasi yang tidak realistis sering melukai perasaan kita dan pasangan. Kita dan pasangan pasti punya ekspektasi yang berbeda, sehingga kita perlu mengetahui cara untuk menjadikan ekspektasi tersebut menjadi lebih nyata tanpa harus membebani satu sama lain.

2. Utarakan

Ekspektasi perlu dibicarakan. Ketika kita merasa kecewa karena ekspektasi yang tidak terpenuhi, maka ambillah waktu untuk duduk dan bicara dengan pasangan. Pilah dan pilih mana ekspektasi yang paling realistis, sehingga baik kita maupun pasangan bisa bekerja sama untuk mencapainya.

Ketika kita hanya butuh pasangan untuk mendengarkan, maka katakanlah hal tersebut. Begitu pula ketika kita membutuhkan sekedar pelukan atau dukungan secara emosional. Pasangan kita nggak selalu tahu apa yang kita inginkan kalau kita tidak mengutarakannya.

3. Bayar dengan kasih  

Bagaimana kalau setelah kita menyadari apa yang benar-benar diinginkan dan telah mengutarakannya, tetapi tetap saja pasangan membuat kita kecewa? Hal ini akan terjadi ketika kita mengharapkan pasangan yang tidak sempurna untuk bersikap sempurna.

Ketika kita marah atau kecewa pada pasangan, ingatlah kalau tidak ada orang yang sempurna. Kita harus ingat bahwa kita dan pasangan merupakan satu, bukan lagi dua. Mengasihi pasangan sama saja kita juga mengasihi diri kita sendiri.

Ekspektasi itu sangatlah wajar bagi setiap orang. Sebagai pasangan, kita harus bisa berjalan bersama-sama sebagai seorang tim. Hal ini tidak berarti bahwa Tuhan menginginkan setiap orang untuk memenuhi seluruh kebutuhan pasangannya.

Ada kalanya pasangan lelah dengan keadaan. Ada waktunya buat kita nggak bisa menerima kondisi yang sedang terjadi. Setiap hal ada waktunya masing-masing. Kita harus bisa menghadapi ini bersama dengan pasangan.

Komunikasi adalah salah satu cara untuk membangun sebuah hubungan kian dekat. Tapi, tidak lupa buat kita untuk terus menempatkan Kristus dalam hubungan, sebab dalam Dia, kita akan menemukan sukacita dan damai sejahtera dalam hubungan pernikahan ini. 

Sumber : focusonfamily
Halaman :
1

Ikuti Kami