Saat seseorang mencibir, menghina atau marah-marah ke kamu. Bisa
karena omongan kamu yang salah, tindakan kamu yang keliru atau kebiasaan kamu
yang berbeda dari orang lain. Kamu pasti akan terdorong membalas dengan marah atau
dendam. Saat emosi sudah tak tertahan, mungkin kamu akan meledak seketika dan membalas dengan tindakan serupa atau bahkan lebih parah.
Tapi haruskah kita membalas perlakuan orang lain ke kita itu baik?
Apakah kita akan dibenarkan melakukannya dan menganggapnya sebagai tindakan setimpal? Mungkin iya, bagi sebagian kita.
Tapi tahukah kamu, firman Tuhan sendiri bilang jangan membalas
sesuatu yang jahat dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki (1 Petrus 3:
9), bukan? Pasti untuk sesaat kamu akan memberontak dengan ayat ini. Kita mempertanyakan
dimana keadilannya kalau kita gak membalas perlakuan buruk orang lain kepada kita.
Jawabannya, kamu bisa menang dan mendapat keadilan kalau kamu meresponi tindakan yang kamu hadapi dengan tepat.
Baca Juga :
Setelah Pacaran 7 Tahun, Guru Asal Manado Ini Nikahi Siswanya Sendiri, Begini Kisahnya….
Putus Cinta Pas Lagi Sayang-sayangnya, Ini 4 Cara Ketahui Apakah Itu Rencana Tuhan ato Gak
Jadi, apa yang harusnya kita lakukan untuk membalas saat kita dihina, dicaci dan dimarahi? Yuk, renungkan kata-kata Merry Riana ini aja.
“Setiap manusia pasti punya pilihannya tersendiri, punya pendapatnya tersendiri.
Tapi itu
bukan alasan untuk mengecam, membenci, apalagi menghujat orang yang berbeda pendapat dengannya.
Namun, namanya
juga manusia. Kita tidak akan bisa mengendalikan mereka. Kita hanya bisa mengendalikan respon kita.
Lalu apa
yang harus kamu lakukan ketika kamu dicaci, dibully, dihina. Padahal itu bukan
salah kamu. Saya teringat sebuah cerita. Ada seorang pemuda yang berbeda pendapat dengan seorang guru spiritual.
Karena beda
pendapat, akhirnya pemuda itu kesal. Mengeluarkan kecaman dan kata-kata yang
sangat kasar dan meluapkan kebencian kepada sang guru yang bijak tersebut. Sang
gurupun hanya diam, mendengarkannya dengan sabar, tenang bahkan tidak berkata sepatah kata pun.
Setelah
pemuda itu pergi, murid yang melihat peristiwa itu penasaran dan bertanya. “Mengapa guru diam saja? Kenapa guru tidak membalas makian pemuda itu?”
Sang guru
pun bertanya kepada sang murid. Jika seseorang memberimu sesuatu dan kamu tidak mau menerimanya, lantas menjadi milik siapakah pemerian itu?
“Tentu kembali menjadi milik si pemberi,” jawab si murid dengan lugas.
“Betul,
begitu pula dengan kata-kata kasar tersebut. Karena saya tidak mau menerima kata-kata itu maka kata-kata tadi akan menjadi miliknya,” jawab si guru.
Dia harus
menyimpannya sendiri. Dan sama seperti orang yang ingin mengotori langit dengan
meludahinya. Coba bayangkan kalau kamu ingin meludahi langit, apa yang akan terjadi? Ludah itu hanya akan jatuh mengotori wajah kamu sendiri.
Jadi jika
di luar sana ada orang yang marah-marah ke kamu, biarkan saja. Karena mereka
sedang membuang sampah hati mereka. Jika kamu diam saja, maka sampah itu akan
kembali kepada diri mereka sendiri. Tapi kalau kamu tanggapi, berarti kamu
menerima sampah itu. Dan sama seperti cerita tersebut, telah mengingatkan saya semoga
cerita yang saya bagikan itu juga bisa mengingatkan kamu untuk menjadi orang yang lebih bijak.
Jaman
sekarang begitu banyak orang yang hidup dengan membawa sampah di hatinya. Kekecewaan,
kebencian, kemarahan, dengki, iri hati dan masih banyak lagi hal-hal negatif. Dan orang-orang itu ada di sekitar kita.
Sadarlah, kadang
mungkin ada waktu dimana kamu harus merespon. Tapi ada juga saatnya dimana
mungkin lebih baik untuk kamu hiraukan. Kalau kamu tidak mampu untuk mengubah
hal negatif menjadi positif, jangan terima hal negatif yang berusaha ditularkan kepadamu itu.
Biarlah
berlalu karena kamu jauh lebih layak dari perkataan itu. Ketika kamu belum bisa
memberi setidaknya janganlah mengambil. Ketika kamu tidak bisa membahagiakan dia,
janganlah membuat dia sedih. Ketika kamu sulit untuk bisa menghargai setidaknya
janganlah menghina. Ketika kamu belum bisa memuji janganlah menghujat dan mengujar kebencian.
Inilah saatnya
kita, kamu dan saya menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Apakah kamu masih punya keinginan untuk membalas tindakan yang
kurang baik ke orang lain? Mungkin kamu perlu mengingat ayat firman dalam 1
Petrus 3: 9 di atas dan memikirkan tentang kisah guru yang hanya meresponi
dengan tenang kemarahan dari muridnya.