Suatu hari, ada seorang ibu yang sedang
bertengkar dengan suaminya. “Ya sudah, kalau kamu tetap keras kepala buat
pulang kampung, lebih baik kita pisah saja. Aku mau di sini menemani anak kita.” Buat ibu ini, ia sedang berada di tengah situasi yang cukup sulit.
Ia berada di persimpangan antara ingin
mendampingi anaknya, tapi juga harus menemani suaminya yang minta pulang ke
kampung halamannya. Sambil menahan air matanya jatuh, ia kemudian berkata, “Apa yang harus aku lakukan?”
Ibu ini menyadari bahwa perceraian bukanlah
sama sekali kehendak Tuhan, sementara di sisi lain, ia selalu mendapatkan
pergumulan dengan suaminya yang keras kepala. Ia sudah membayangkan sulitnya
hidup di kampung halamannya nanti, sebab ia tidak akan bisa melakukan apa pun selain berkebun.
Berbeda saat ia berada di kota ini. Ia bisa
membantu anaknya yang baru saja merintis sebuah usaha. Buat suaminya, sang anak sudah besar dan mandiri, sehingga tidak perlu lagi bantuan dari orang tuanya.
Dalam keseharian kita, mungkin ada banyak
persimpangan yang membuat kita harus memilih. Kita nggak tahu pilihan mana yang
perlu diambil. Kemudian, kita mulai bertanya tentang bagaimana kita mengenal kehendak Tuhan dalam kehidupan kita.
Paulus berkata, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2)
Baca juga:
Ayat di atas cukup menjelaskan kalau
sebenarnya, untuk mengenal kehendak Allah ada dalam pola pikir kita. Dalam
sebuah unggahan, seorang teman menuliskan, bahwa cara pikir kita menentukan
keputusan apa yang akan diambil, sementara keputusan menentukan kualitas hidup seseorang.
Bagi orang percaya, firman Tuhan merupakan corong
utama yang menyuarakan kehendak Allah. Namun, firman Tuhan tersebut nggak akan
banyak menolong kita kalau kita tidak belajar untuk menaruh pikiran dan hati
Bapa dalam diri kita. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus." ( Filipi 2:5)
Pada setiap pergumulan yang kita hadapi, kita
harus bisa bertanya tentang apa yang Tuhan mau dalam kehidupan kita, nggak
hanya berpegang pada pendapat dan pandangan kita. Kalau kita ambil dari sikap ibu di atas, misalnya.
Perceraian atau keinginannya untuk berpisah
merupakan pola kehidupan yang dapat diterima oleh dunia ini. Tetapi, jika itu
bukanlah pikiran ataupun isi hati Tuhan, maka sudah seharusnya kita tetap berpegang teguh pada kehendakNya.
Soal hal ini, bahkan Yesus pun pernah bergumul
di antara kehendak Bapa dan kemanusiaanNya. "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42)
Perjalan Yesus di kayu salib merupakan contoh
sempurna atas keberanianNya untuk mengikuti kehendak Bapa. Dari sini juga kita
dapat belajar bahwa jika kita ingin mengenal kehendak Tuhan, kita harus punya
kesiapan hati dan keberanian untuk memikul dan menjalaninya dengan harga termahal sekalipun.
Ketika kita berada dalam persimpangan pilihan,
mintalah hikmat pada Tuhan supaya kita mengetahui apa yang Tuhan kehendaki
dalam kehidupan kita. Sebab, apa yang dari Tuhan akan selalu membawa damai sejahtera dan sukacita, sesulit apa pun beban pilihan kita nantinya.
"Sebab itu janganlah kamu
bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17)
Sumber : berbagai sumber/jawaban.com