Di Cina, ada seorang lelaki dengan seorang
istri dan dua orang anak yang terjerat utang sekitar Rp. 220 juta. Dirinya
kesulitan membayar, sehingga ia berpikir untuk menipu perusahaan asuransi sebagai solusi dari permasalahan utang-utangnya ini.
Pada awal September lalu, kemudian pria yang
bernama He membeli polis asuransi jiwa dengan nilai pertanggungan sekitar Rp.
2,2 milyar tanpa sepengetahuan istrinya, Dai. Tidak lama setelahnya, He
meminjam sebuah mobil pada temannya, dan memalsukan kematiannya dengan berpura-pura mengalami sebuah kecelakaan.
Mobilnya ditemukan oleh kepolisian setempat
masuk ke dalam sungai, sementara jenazah He tidak dapat ditemukan. Kepolisian lantas menganggap kalau kecelakaan ini telah menenggelamkan He hingga mati.
Istrinya ini tidak mengetahui apa pun perkara
kematian suaminya ini. Dengan anaknya yang masih balita, sekaligus jumlah utang yang menjulang dan kematian dari suaminya yang tercinta, Dai mengalami
kondisi terpuruk dalam hidupnya. Hingga tiga minggu setelah berita 'kematian'
suaminya itu, Dai bersama dengan kedua anaknya ditemukan bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri.
Dai menuliskan sebuah surat kematian, dimana ia
menjelaskan kalau dirinya tidak bisa hidup tanpa suaminya, sementara anaknya terpaksa diajak karena tidak bisa meninggalkan mereka berdua tanpa orang tua.
Sangat tragis, bukan? Rasanya kita sering
sekali mendengarkan ada banyak pernikahan yang dikacaukan oleh kondisi
keuangan. Bahkan, Marriage.com menuliskan kalau alasan umum pernikahan berakhir
dengan perceraian biasanya karena kesulitan finansial. Lewat kisah pernikahan He dan Dai, berikut pelajaran yang bisa kita petik.
1. Terbuka dan diskusikan masalah finansial kita
Dalam keluarga mana pun, utang selalu
berpotensi menimbulkan stres dan tekanan yang besar. Kondisi ini membuat kita
maupun pasangan bergumul tentang rasa aman dan prioritas. Untuk menjadikan
sebuah pernikahan sukses, maka kita harus bisa terbuka terhadap kondisi keuangan keluarga.
Cara pertama yang bisa kita lakukan adalah
dengan duduk bersama dan membahas permasalahan ini dengan kepala dingin.
Komunikasi yang efektif dan kesediaan kita untuk berkompromi adalah cara terbaik untuk mengatasi utang.
Pasti ada di antara kita yang cenderung suka
menghabiskan uang, sementara lainnya suka menabung. Ketika kita berutang, maka
kita dan pasangan harus sama-sama setuju perihal cara untuk melunasinya. Tanpa
adanya keterbukaan dan kejujuran, permasalahan ini tidak akan bisa terselesaikan, seperti kisah pernikahan He dan Dai.
2. Susun strateginya
Sekarang, kita dan pasangan sudah berada dalam
satu tim yang sama. Buatlah semua daftar utang-utang kita, baik itu cicilan,
kartu kredit, dan lain sebagainya. Perhatikan jumlah yang terutang pada setiap
tagihan, berikut dengan tingkat bunga dan pembayaran minimum yang harus di bayar.
Kita bisa juga mendatangi seorang konselor yang
dapat membantu dalam mengatasi utang ini. Ada strategi prioritas bayar, atau
metode utang snowball. Ada banyak strategi yang bisa kita gunakan, kok. Namun,
sudah bisa dipastikan kalau kita harus bisa mengubah cara hidup kita dengan lebih sederhana dan hemat agar bisa punya uang lebih untuk disetorkan.
3. Cari jalan keluarnya bersama
Ketika berbincang dengan Pak Jarot Wijanarko
soal kehidupan pernikahan, ia menggaris bawahi, bahwa ketika hubungan pernikahan
dipulihkan, maka Tuhan akan memulihkan pula kondisi mereka, termasuk dalam hal keuangan.
Tuhan akan selalu menyediakan, kok. Namun, perlu
diingat kalau kita harus menyiapkan hati kita dan memperbaiki hubungan dengan
pasangan terlebih dahulu, sebelum kita menyelesaikan permasalahan keuangan ini.
Jadi, siapkah kita percayakan seluruh masalah
keuangan kita pada ahlinya, yaitu Tuhan?