Petisi daring yang berisi
penolakan Sekolah Minggu dan Katekisasi dimasukkan ke dalam Rancangan
Undang-undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan terus dibanjiri dukungan.
Sebagaimana pantauan Jawaban.Com pada pukul 09:41 WIB, petisi yang diinisiasi
oleh @Jusnick Anamofa di Change.org ini telah ditandatangani hampir 54.000 orang atau tepatnya 53.946 orang.
Berikut adalah isi lengkap dari Petisi yang diberi judul oleh sang pembuatnya “Negara Tidak Perlu Mengatur Sekolah Minggu dan Katekisasi”:
Kepengaturan
oleh negara terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat, termasuk tata cara
beragama, itu mestinya ada dalam kepentingan menjamin hak beragama dan
menjalankan agama tiap warga negara. Tetapi ada kepengaturan negara lewat
regulasi yang menjadi "pedang" bagi kelompok-kelompok tertentu untuk membatasi hak beragama dan menjalankan agama sesama warga negara.
Peraturan
Bersama 2 Menteri terkait syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang dijadikan
"pedang" untuk membatasi, menolak, merusak rumah ibadah, bahkan
mempersekusi para pemeluk agama yang diakui resmi negara, adalah fakta yang
dihidupi tiap saat di negara ini. Apalagi hal itu menyangkut angka-angka kuantitatif seperti jumlah orang yang setuju dan sebagainya.
Dalam
RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, kepengaturan itu nampak pada upaya
pengusulan agar pendidikan non-formal agama-agama diatur dalam UU. Dalam RUU
tersebut, Pasal 69 (1) menegaskan bahwa SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI termasuk
jalur pendidikan non-formal agama Kristen. Pasal 69 (3) menegaskan bahwa jumlah
peserta didik pendidikan non-formal agama Kristen itu PALING SEDIKIT 15
(limabelas) orang. Pasal 69 (4) menegaskan bahwa HARUS ADA IJIN dari pemerintah Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI.
Petisi
ini menolak kepengaturan pendidikan non-formal agama Kristen dalam suatu
Undang-Undang karena berpotensi menjadi "pedang" bagi
kelompok-kelompok tertentu menghalangi, membubarkan, mempersekusi dengan
kekerasan, proses SEKOLAH MINGGU dan KATEKISASI yang tidak sesuai persyaratan RUU tersebut.
Mari berdiri bersama untuk menolak Pendidikan non-formal Kristen diundangkan.
Salam hormat
Jusuf Nikolas Anamofa
Adapun
oleh Jusuf Nikolas Anamofa, petisi ini ditujukan kepada Ketua dan Wakil Ketua DPR RI, Presiden RI Joko Widodo, dan Ketua Komisi VIII DPR RI.
Selain
Petisi daring, penolakan juga disampaikan secara terbuka oleh kalangan gereja.
Majelis Pengurus Harian (MPH) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
dalam keterangan persnya mengatakan bahwa pada umumnya mendukung hadirnya RUU
Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Hanya saja, dalam pembahasan pendidikan dan
pendidikan di kalangan umat Kristen, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen.
“di
mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh
gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di
gereja," demikian pernyataan yang dirilis oleh PGI dalam situs resminya.
Adapun pasal yang diprotes oleh PGI di dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan adalah yang tercantum pada Pasal 69-70.
Baca Juga: Atur Tentang Katekisasi dan Sekolah Minggu, PGI Protes Hal Ini Tentang RUU Pesantren
Sementara
itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa pihaknya siap mendiskusikan keberatan yang diajukan oleh PGI.
“Soal
masukan dari PGI tentang tentang pasal 69 dan 70, masih terbuka untuk dibahas
bersama-sama," ujar Ace seperti dilansir DetikCom, Kamis (25/10/2018).
Lebih
lanjut, Ace menyatakan bahwa Komisi VIII DPR segera mengundang pihak-pihak yang
terkait dengan proses penyelenggaraan pendidikan keagamaan. "Seperti NU,
Muhammadiyah, PGI, KWI, dan lain-lain," ungkap Ace.