Peneliti senior Centre Strategic
and International Studies (CSIS) ungkapkan kalau dalam politik, akan terjadi gesekan terus menerus, saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam acara IMAGO:
INDONESIA MILLENIAL LEADERS di Jakarta, 6 Oktober 2018 lalu.
"Karena dalam politik itu
kita hidup bersama dengan manusia biasa yang punya kepentingannya
masing-masing, dan
berbeda-beda. Tuhan belum menciptakan manusia yang kepentingannya sama semua,"
tegas pria yang sudah berkiprah sebagai peneliti selama lebih dari 30 tahun ini.
Agar gesekan tersebut tidak merusak kehidupan
dalam bernegara, maka negara perlu sebuah kesepakatan atau platform layaknya
hubungan saat menikah nanti. "Kita bersepakat dengan pasangan soal kehidupan
pernikahan yang akan dijalani. Begitu juga dengan cara asuh anak, bagaimana mengelola keuangan, dan lain sebagainya," jelasnya.
“Tetapi karena dalam politik itu penuh dengan godaan kekuasaan, kadang-kadang kita melampaui kesepakatan yang sudah dibuat tadi,” ungkapnya. “Yang paling penting dalam berpolitik, meskipun politik sendiri adalah sebuah medan siasat untuk memperjuangkan cita-cita dari masing-masing kelompok, tetapi (kita) harus tetap tunduk kepada kesepakatan yang telah disetujui,”
Baca juga: Bambang Noorsena Beberkan 4 Bekal Agar Milenial Gak Jadi Korban Ganasnya Pengaruh Digital
Pria yang lahir di Jogja ini menjelaskan kalau
politik adalah medan siasat karena setiap orang yang bertarung punya kepentingan masing-masing dan keyakinan.
"Saya punya cita-cita kalau anak Indonesia
jadi hebat-hebat, jadi pendidikan itu penting. Tetapi ada juga yang mengatakan
kalau sebagai negara pertanian, jadi yang terpenting petani terlebih dahulu,
ada yang mendahulukan nelayan atau juga menginginkan Indonesia untuk bisa
bersaing di kelas dunia," katanya saat mengungkapkan contoh dari kepentingan yang dimaksud.
“Permasalahan ini memang adalah gesekan yang
perlu terjadi untuk bisa mencapai cita-cita atau idealisme, bukannya gesekan karena transisi kekuasaan,” lanjutnya.
J Kristiadi mengungkapkan kalau inilah alasan pentingnya peran gereja dalam mendidik umat dalam berpolitik.
“Gereja seharusnya mendidik kader, sehingga
mereka mengetahui bagaimana menjadi pemimpin yang bisa memerintah diri sendiri,
bahkan tidak hanya memerintah, mereka juga bisa berdaulat atas dirinya sendiri,” ungkapnya.
Berdaulat disini berarti orang percaya harus
bisa mengendalikan diri dari penjajahan nafsu agar roh berkuasa dan tidak mudah
tergoda dalam nikmat kekuasaan. J Kristiadi mengatakan kalau sumbernya adalah
nilai Kristiani itu sendiri. Tuhan Yesus telah memberi contoh kalau dirinya
adalah pengikut yang mau mati di kayu salib.
“Menjadi pemimpin Kristiani harus bisa
memperjuangkan semua orang tanpa peduli asal usul, status sosial, dan lain
sebagainya, juga bersama-sama dengan kelompok lain untuk mewujudkan masyarakat
yang bahagia,seperti kata-kata konstitusi,” tutupnya.