Kejadian gempa yang menimpa
saudara kita di Palu, Sigi dan Donggala mengingatkan sebuah perjalanan saya
saat mengunjungi Bandung. Di sana, ada sebuah jembatan yang bernama Jembatan
atau jalan layang Pasupati. Jembatan yang menghubungkan bagian utara dan timur Kota Bandung melewati lembah Cikapundung dan diresmikan pada 12 Juli 2005.
Sebagian jalan dari jembatan
layang ini dibangun di atas Jalan Pasteur, yang merupakan jalan lama dengan
pohon palem raja di sebelah kanan dan kirinya yang sangat khas Kota Bandung. Setiap
malam, bagian tengah jembatan diterangi oleh lampu sorot warna-warni yang
membuat jembatan ini makin indah. Nggak heran kalau jalan layang Pasupati jadi salah satu ikon yang juga terkenal dengan sebutan kota Paris van Java ini.
Dengan panjang 2,8 km dan lebar
60 m, jembatan Pasupati membuat arus lalu lintas dari wilayah sekitar
Jabodetabek ke Bandung jadi lebih mudah. Dirancang oleh arsitek Ir. Karsten dan
dibiayai melalui hibah dana dari pemerintah Kuwait, jembatan ini disebut
sebagai jalan layang pertama di Indonesia yang memanfaatkan teknologi anti gempa.
Ada sebuah perangkat yang disebut
lock up device yang diterbangkan langsung dari Perancis menjadikan jembatan ini
makin kokoh. Secara keseluruhan, Jembatan Pasupati menggunakan 663 unit segmen yang ditopang oleh 46 tiang. Bobot tipa segmen itu mencapai angka 80-140 ton.
Menariknya, jembatan ini
dilengkapi dengan jembatan cable stayed sepanjang 161 m yang melintang di atas
lembah Cikapundung. Cable stayed sendiri merupakan jembatan tanpa kaki.
Kekuatan jembatan juga ditopang oleh 19 kabel baja yang terdiri dari 10 kabel sebelah barat dan 9 kabel sebelah timur.
Belum lagi pada setiap kabelnya
berisi 91 kabel kecil yang masing-masingnya terdiri dari tujuh kabel kecil
lagi. Ada pula 10 kabel yanh dipasang di sebelah barat dibuat berpasangan.
Hal-hal di atas membuat Jembatan Pasupati dipercaya mampu menahan gempa berskala besar.
Kalau kita buka Alkitab dalam
Matius 7:24-27 yang bercerita tentang perumpamaan tentang dua macam dasar, kita
bisa melihat kalau bangunan apapun yang dibangun dengan bahan dasar yang kuat dan
dengan teknik yang benar, pasti bangunan tersebut akan tahan terhadap guncangan
apa pun. Walau nantinya akan ada banjir besar, gempa bumi, rumah tersebut tidak akan hancur karena dibangun dengan fondasi yang kuat.
Fondasi tersebut adalah firman
Tuhan. Kalau kita mengabaikan dan tidak melakukan firman Tuhan dalam kehidupan
sehari-hari, maka sama saja kita membangun sebuah rumah di atas pasir. Bahkan Tuhan mengatakan kalau orang seperti itu adalah bodoh.
Untuk itu, marilah kita membangun
sebuah fondasi iman yang kuat di atas batu karang, bukan di atas pasir,
sehingga tidak ada satu pun yang bisa menggoncang iman kita, dan kita bisa tampil
sebagai seorang pemenang.
Mintalah kesanggupan Tuhan untuk
bisa menjadi pelaku firmanNya setiap saat, bukan hanya sekedar menjadi
pendengar yang mudah lupa dengan perkataan firman Tuhan.