Gak seorangpun mau gagal dalam hidupnya. Karena banyak dari kita
percaya dengan pandangan bahwa kegagalan adalah kutukan dan semacam aib dalam hidup kita.
Akibat pandangan ini, semua orang pun mulai merasa takut dengan kegagalan. Supaya tak dinilai gagal, kita pun menutupi kegagalan kita dari orang lain. Kita tak sendirian mengalaminya, bahkan banyak tokoh Alkitab yang juga dalam perjalanan imannya melakukan hal serupa. Sebut saja seperti Abraham yang percaya betul kepada janji Allah untuk hidup di tanah yang diberikan kepadanya. Sayangnya, dia malah melarikan diri ke Mesir karena kekeringan yang melanda. Dia seolah gak percaya kalau Allah sendiri akan menyertai dia. Hal serupa juga dialami oleh Daud yang jatuh dalam dosa perzinahan dan pembunuhan. Sementara Petrus, terlepas dari kepercayaan dirinya, dia menyangkal Yesus seperti yang dilakukan murid-murid yang lain.
Baca Juga :
Gagal di American Idol, Tori Kelly Akui Bangkit Lagi Raih Mimpinya Karena Ayat Alkitab Ini
Tentu saja Tuhan mengijinkan setiap orang mengalami kegagalan
sebelum menghantarnya kepada kesuksesan. Kegagalan kita sering kali berada di tangga
pertumbuhan kita. Kita akan dibawa naik melaluinya tapi saat kita mau belajar dari kesalahan-kesalahan kita.
Apakah kamu saat ini sedang mengalami kegagalan? Apa usahamu bangkrut? Apa kamu terus jatuh di lobang yang sama? Apa kamu merasa hidupmu begitu miskin?
Kalau kamu adalah orang percaya yang belajar dari kisah tokoh-tokoh
Alkitab di atas, maka seharusnya kamu bisa melewati masa-masa krisis dalam hidupmu dengan pemikiran ini.
1. Paham betul kalau setiap orang berhak untuk sukses terlepas
dari kegagalan yang dialaminya. Kita mungkin akan melewati beberapa kali
kegagalan, tapi Tuhan bebas untuk terus memakai kita untuk menyatakan tujuan-Nya.
Apalagi kalau yang kita lakukan bertujuan untuk hajat hidup orang banyak (baca Yohanes 21).
2. Belajar untuk memakai kegagalan sebagai proses untuk bertumbuh
dan berubah. Ada dua prinsip yang bisa kita lakukan, yaitu memahami bahwa kegagalan
mengingatkan kita akan konsekuensi dari keputusan kita. Kita menuai apa yang kita
tabut. Ini adalah hukum tabur tuai. Kegagalan mengingatkan kita tentang apa
yang terjadi dan bagaimana kita harus lebih berhati-hati. Prinsip kedua adalah mengakui
kalau kegagalan membuat kita lebih bijaksana dalam mengambil pilihan, maka yang bisa dan tidak bisa kita lakukan.
3. Dengan terbuka mengakui kegagalan sendiri dan menolak
bersembunyi di balik beragam alasan. Setelah itu ambillah keputusan untuk bangkit dan terus maju (1 Yohanes 1: 9; Filipi 3: 13).
4. Mau mengevaluasi diri dan penyebab kegagalannya.
Kegagalan bisa saja terjadi karena kita mengakut pandangan yang salah tentang
kesuksesan. Banyak orang yang mungkin sudah bekerja keras dan melakukan sesuatu
dengan tulus, tapi hasilnya seolah nihil. Bukan berarti seseorang itu gagal. Contohnya,
Yesaya saat dia mengalami penglihatan dan mengaku dosanya kepada Tuhan. Dia berpikir
kalau dia tak melakukan apa-apa atas umat Allah. Sebaliknya, Allah sendiri tak memandang Yesaya gagal.
Banyak orang yang menentukan tingkat keberhasilannya dengan seberapa
besar isi rekening bank mereka atau seberapa banyak barang mewah yang mereka punya.
Tapi kalau uang adalah dasar untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan seseorang, jelas Yesus sendiri pasti sudah gagal. Dia harus membayar
pajak, Dia meminta Petrus untuk mendapatkan koin di mulut ikan. Karena Dia
sendiri gak punya uang sama sekali.
Tentu saja punya uang dan mendapatkannya lewat membangun
bisnis, bekerja atau usaha adalah sah-sah saja. Tapi jumlah yang kita hasilnya bukanlah
barometer yang menentukan apakah kita berhasil atau gagal. Dan uang bukan hal
yang menjadi bukti kesuksesan di mata Tuhan.