Perbincangan tentang video yang
memperlihatkan sekelompok siswa di sekolah dasar Inggris yang diminta untuk menulis 'surat cinta' untuk sesama jenis telah menjadi sebuah kontroversi.
Radio Manchester memposting video
yang berisikan tentang pelajaran LGBTQ yang diajarkan pada anak-anak di Bewsey Lodge Primary School di Warrington, Inggris.
Dalam video tersebut, seorang
guru bernama Sarah Hopson memberi instruksi pada seisi kelas untuk berpura-pura
menjadi tokoh dongeng fiksi bernama 'Pangeran Henry' dan menulis surat cinta
kepada seorang abdinya yang bernama 'Thomas', mengenai kenapa sang pangeran dan abdinya tersebut harus segera menikah.
"Mereka akan pergi ke dunia
nyata dan menemukan keragaman ada di sekeliling mereka, dan mereka akan
menemukan keragaman tersebut sejak berusia dini ini," terang Hopson.
Hopson menjelaskan kalau semakin cepat mereka bisa menerima hal ini di usia
yang masih muda, maka mereka tidak akan kesulitan akan keragaman tersebut nantinya.
Pelajaran ini bukanlah yang
pertama kali. BBC melaporkan kalau sekolah ini terkenal sebagai sekolah ramah
LGBTQ, dan baru-baru ini memenangkan Gold Award LGBT "Educate and
Celebrate", yang diberikan kepada sekolah-sekolah yang mendukung program LGBTQ.
Ada banyak orang yang menanggapi
video ini. Beberapa di antaranya mengutarakan kemarahan dan kekhawatiran karena telah memaksa anak-anak untuk mendukung hubungan LGBTQ sejak usia dini.
Banyak yang menyayangkan pembelajaran ini,
sebab masih banyak isu yang lebih penting untuk diajarkan di usia yang tergolong masih dini ini.
"Saya belum menginjak usia 50 tahun dan
memiliki masalah dengan orang lain bukan karena hubungan LGBT. Namun karena
saya tidak diajarkan tentang pernikahan atau hubungan di sekolah sama sekali yang berkaitan dengan rumah.
Saya belajar tentang menjalin sebuah hubungan
lewat pengalaman sekitar. Ada banyak hal lain yang perlu diatasi di sekolah,
dan hal tentang LGBTQ ini bukan satu-satunya masalah yang harus diajarkan," komentar salah satu warganet.
Banyaknya komentar yang menanggapi video
tersebut membuat kepala sekolah Emma Wright juga ikut menuliskan pendapatnya.
"Sangat menarik sekali tulisan-tulisan dari kalian yang mengomentari kegiatan kami," tulisnya.
Emma melanjutkan, "Apa yang kami coba
capai adalah budaya penerimaan dan bagaimana menghormati orang lain. Kami
mengajarkan tentang cinta dan cinrta tersebut datang dari berbagai macam bentuk
dan ukuran. Kami ingin anak-anak yang telah lulus nantinya punya cukup
informasi untuk membuat pilihan mereka sendiri. Anak-anak yang bisa melihat
kehidupan orang lain dan berkata, "Mereka berbeda satu dengan yang lain, tetapi hal itu tidak masalah bagi saya."
"Kami juga mengajarkan tentang rasisme,
ekstermis, agama dan filosofi lainnya. Saya akan menantang siapapun yang
meragukan cara belajar kami soal LGBT+ ini untuk datang dan berdiskusi dengan
kami," tutupnya dalam tulisan komentar tersebut.
LGBTQ memang menjadi salah satu isu yang banyak
dibicarakan dan terjadi di sekitar kita. Menjadi beda tentu saja tidak salah. Tetapi
sebagai pribadi yang mengetahui kebenaran, sudah seharusnya kita tidak terlibat
di dalamnya. Sebab Allah memberitahu kita bahwa homoseks itu dosa, kekejian,
dan sesuatu yang tidak normal (Imamat 18:22; 20:13; Roma 1:18-32; 1 Korintus
6:9-11; 1 Timotius 1:8-10).