Kelompok bersenjata etnis Wa, disebut juga dengan United Wa
State Army (UWSA) yang didukung oleh Partai Komunis China mulai menyerang gereja-gereja di
daerah Shan, Myanmar. Kelompok bersenjata ini mulai menghancurkan gereja-gereja,
menahan para pendeta dan menutup sekolah-sekolah agama di daerah itu sejak Kamis, 13 September 2018 lalu.
Berdasarkan laporan dari seorang imam Katolik di daerah itu, kelompok
UWSA mendatangi gereja-gereja dan sekolah Katolik di sana lalu menahan empat guru sebagai sandera.
“Kami mengkonfirmasi bahwa setidaknya 12 gereja telah dihancurkan atau ditutup pada 20 September,” kata sang imam.
Dia menyampaikan, tindakan brutal kelompok tersebut dilatarbelakangi
oleh kehadiran gereja Baptis dan juga berkembangnya kegiatan penginjilan Kristen di daerah mayoritas penganut keyakinan leluhur tersebut.
“Tampaknya mereka prihatin dengan beberapa gereja (kebanyakan
Baptis) yang bermunculan secara tidak resmi. Mereka juga memeriksa apakah sekolah
mungkin mencoba membujuk orang untuk masuk Kristen. Mereka tahu kegiatan Gereja Katolik kami tidak pernah mencoba untuk mengubah orang-orang menjadi Kristen,” katanya.
Kebanyakan gereja yang dihancurkan adalah gereja-gereja
Baptis di daerah Pangsang, yang merupakan wilayah kedudukan kelompok bersenjata Wa.
Mereka juga menginstruksikan semua anggotanya untuk mencari tahu kegiatan para missionaris di daerah itu.
Dalam sebuah video, kelompok bersenjata ini menyampaikan peryantaannya
bahwa mereka akan menghancurkan semua gereja yang terbukti ilegal. Sementara gereja yang legal akan dibiarkan tetap berdiri.
Sementara kepada pihak yang mendukung kegiatan missionaris di
daerah itu akan dikenakan hukuman. Mereka juga dilarang untuk mendukung pembangunan gereja baru dan mengijinkan missionaris asing masuk ke daerah itu.
Diketahui, meskipun sebagian besar penduduk di wilayah Wa menganut
keyakinan tradisional, Buddha maupun Katolik. Namun banyak dari etnis minoritas
sseperti Ahkar, Lahu, Kachin dan Wa yang menganut keyakinan Kristen. Mereka bahkan
mengaku mendapat kesempatan untuk belajar dan menjadi berpendidikan berkat kehadiran para missionaris di daerah itu.
Sementara kegiatan missionaris di Wa sebenarnya sudah lama ada.
Namun dukungan China terhadap pasukan bersenjata Wa diduga menjadi pemicu diskriminasi terhadap umat Kristen saat ini.
“Ada lebih banyak larangan-larangan bagi organisasi keagamaan
Kristen salama tiga tahun ini. Kondisi ini menjadi lebih buruk. Kami tidak
mengkritik agama lain dan tidak memaksa non-Kristen untuk masuk Kristen,” ucap salah seorang pemimpin Kristen di sana.
Menurut kutipan buku dari mantan seorang jurnalis, Bertil
Lintner menyatakan bahwa pembatasan kegiatan Kristen di Wa diyakini berasal dari
tekanan dari otoritas China. Partai Komunis China melihat kehadiran missionaris
ini sebagai alat pengaruh bagi Barat terhadap penduduk etnis di Myanmar. Karena
itu mereka berupaya untuk menghentikannya secepat mungkin.
Seperti diketahui, dari total penduduk Myanmar sekitar 30% penduduknya
adalah Kristen dan selebihnya adalah Buddha. Karena itulah negara ini tercatat sebagai
salah satu negara yang paling sulit dijangkau oleh injil.