Siapa sangka
hadirnya kekristenan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan gak terlepas dari perjuangan
para misionaris yang datang ke sana. Antonie Aris van De Loosdrecht adalah missionaris pertama yang datang ke Tana Toraja untuk mengabarkan injil.
Kedatangannya
pada tahun 1913 ke daerah ini tak sia-sia. Meskipun hanya bisa mengabdi selama empat
tahun karena mati martir setelah ditombak oleh sekelompok orang yang tak suka dengan
aktivitas penginjilanya di sana. Tapi benih injil yang ditanam Antonie di Tana Toraja membuahkan pertumbuhan kekristenan yang sangat pesat saat ini.
Saat kehadirannya di sana, Antonie dan lembaga missionaris GZB (Gereformeerde Zendingsbond) memulai pelayanannya dengan membangun banyak sekolah. Lewat pendidikanlah agama Kristen terus berkembang di sana.
Baca Juga :
Tana Toraja Segera Resmikan Patung Yesus Tertinggi di Dunia
Proyek Patung Yesus di Tana Toraja Diduga Bermasalah
Tapi jalan untuk
mencapai itu bukanlah proses semudah membalikkan telapak tangan. Sebelum
kekristenan hadir, masyarakat Toraja masih sangat kental dengan kepercayaan animismenya yang disebut dengan Aluk Todolo.
Namun di
tengah kekuasaan kolonial Belanda, ritual keagamaan ini sempat dilarang. Para kolonial
Belanda bahkan berusaha membasmi kepercayaan tersebut secara paksa sampai ke
akar-akarnya dengan menangkap orang-orang yang melakukan ritual agama dan menuduh mereka sebagai penyihir.
Antonie sama
sekali tak terima dengan cara pemerintah kolonial tersebut. Dia akhirnya menulis
surat penolakan dan meminta supaya pemerintah kolonial membuka ruang diskusi dengan masyarakat setempat.
Sekalipun dia
bertujuan untuk menghadirkan kekristenan di Tana Toraja, Antonie tetap menilai bahwa
pemaksaan keyakinan bukanlah jalan penginjilan yang tepat. Dia memilih menjangkau
masyarakat dengan berbaur, merangkul dan beradaptasi dengan kebiasaan masyarakat lokal setempat sembari menanamkan injil kepada orang-orang yang didekatinya.
Hal pertama
yang dilakukan Antonie saat pertama kali tiba di Tana Toraja adalah dengan menemui
para tetua adat. Mereka lalu duduk bersama sembari berbincang-bincang. Di
tengah perbincangan itulah Antonie sekali-kali bercerita tentang kehidupan semasa di Belanda dan menyelipkan kisah-kisah menarik dari Alkitab.
Hal-hal semacam inilah yang dilakukannya untuk menanamkan nilai-nilai Alkitab kepada masyarakat. Tak hanya orang dewasa, Antonie juga mengajarkan anak-anak muridnya tentang kekristenan di sekolah. Perlahan tapi pasti, satu per satu masyarakat Toraja menjadi tertarik mendalami ajaran Kristen.
Penginjilan yang dilakukan selama empat tahun itu, kini sudah bisa dilihat secara nyata. Saat ini, kekristenan sudah mencapai 75% di Tana Toraja. Sementara penganut agama lokal Alukta hanya 15% dan 10% Islam.
Meskipun mayoritas
Kristen, tapi adat istiadat lokal masih tetap dilestarikan. Sampai hari ini, mereka
masih terus menjalankan beragam ritual adat sebagai penghormatan kepada nenek
moyangnya. Karena bagi orang Toraja, adat berperan penting dalam membangun
hubungan persaudaraan dalam keluarga.