Siapa sih yang mau berteman dengan seorang yang
gagap? Cara bicara yang gagap sering membuatku jadi korban bullying sejak SD.
Kalau ditanya kenapa, jawabannya adalah karena ayahku. Sejak kecil, ayah sering
sekali memarahi atau membentak yang menjadikanku kehilangan kepercayaan diri. Yang
aku ingat, kebiasaan ayah ini membuatku tumbuh jadi pribadi yang mudah ciut dan gagap saat bicara.
Alkohol menyelamatkanku
Sampai tiba waktunya aku masuk ke bangku SMA.
Aku mulai berkenalan dengan yang namanya alkohol. Setiap aku minum alkohol, keberanian dalam diriku kembali. Cara bicaraku jadi jauh lebih baik.
Aku bisa menjalin hubungan pertemanan dan saat
tidak mengonsumsinya, cara bicaraku yang gagap justru jadi makin parah. Alasan
inilah yang membuat aku tidak pernah absen seharipun untuk mengonsumsi alkohol.
Nilai di sekolahku tidak begitu baik karena pergaulan dan efek samping dari alkohol. Saat itu, aku sangat jarang pulang ke rumah.
Mulai hidup baru sebagai pengusaha
Setelah lulus SMA dan ayah pensiun, aku diberikan modal untuk mengelola sebuah perkebunan.
“Wah asyik, nih. Keuntungannya nanti akan
kupakai untuk beli alkohol sebanyaknya,” pikirku. Dan benar saja, aku masih meneruskan kebiasaanku untuk mengonsumsi alkohol tanpa absen seharipun.
Pada suatu sore, salah satu orang kepercayaanku
membangunkanku yang sedang tidur di atas balkon dekat kebun. “Bang, gawat, ada masalah di kebun. Abang harus segera datang ke kebun,” ujarnya panik.
Tanpa pikir panjang, aku langsung meluncur ke
kebun. Aku mendapati sebagian hasil kebun di curi oleh orang asing. Belum saja
aku mengeluarkan kata-kata dari mulutku, tiba-tiba aku merasakan tubuhku jadi makin berat. Aku terjatuh dan pingsan.
Malaria tropika menjadikanku terbaring lemas di kasur berbulan-bulan
“Pak Jerry, hasil lab sudah keluar. Bapak
positif terkena malaria tropika,” ujar seorang dokter menghampiriku. Aku sangat
terpukul. Saat itu, aku diberi dua kemungkinan yang akan terjadi padaku. Satu,
penyakit ini dapat membunuhku, kedua, kalaupun aku bisa bertahan, bisa dipastikan aku akan menjadi gila.
Gila. Aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Tubuhku kini hanya bisa terkulai lemas di atas kasur, usaha perkebunanku gagal total. Penyakit yang makin hari makin parah. Aku sudah pasrah atas apa yang akan terjadi dalam hidupku. Justru, saat itu aku berpikir kalau akan lebih baik jika aku mati saja.
Baca juga: Buah Manis Yang Tuhan Berikan Atas Penantian 11 Tahun Untuk Buah Hatiku, Lisma
Harapan itu pasti ada!
Beberapa hari sebelum ulang tahunku di tahun
1999, ada segerombolan orang dari gereja yang datang untuk menjenguk. Mereka diundang oleh ibuku. Kami mengobrol sedikit dan berdoa untuk kesembuhanku.
Belum satu minggu setelah mereka datang dan
mendoakanku, kesehatanku jadi makin baik setiap harinya. Aku mulai menyadari
kalau Tuhan itu ada. Tuhan Yesus itu nyata dan hadir di tengah-tengah kita.
Berangsur-angsur membaik tidak lantas membuatku langsung berhenti mengonsumsi alkohol atau ganja.
Namun, saat kembali pada kehidupan lama itu, aku
tidak lagi merasakan kenikmatan seperti dulu. Aku tinggalkan kehidupan lamaku
dan mulai belajar untuk mengenali pribadi Kristus jadi lebih baik lagi. Aku
menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatku. Aku menyadari kalau alkohol atau
ganja bukan jadi solusi dalam permasalahan yang aku hadapi.
Justru saat aku mendekatkan diri pada Kristus,
aku beroleh damai sejahtera dan jawaban atas setiap masalah yang menimpa.
Tuhanlah yang memberi keberanian dan kepercayaan diri padaku. Kini, ceritaku
sudah menjadi sebuah kesaksian di hadapan orang banyak. Aku kerap menjadi pengkhotbah
di depan banyak orang.