Dalam
kekristenan, kita tahu kalau anak-anak adalah karunia dari Tuhan. Pernikahan dirancang
Tuhan bukan semata-mata supaya laki-laki ciptaan Tuhan yaitu Adam tak
sendirian. Lebih dari itu, Tuhan mau supaya lewat pernikahan, manusia itu beranak cucu dan memenuhi bumi.
“Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada
mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kejadian 1 : 28)
Tapi apakah
dengan mandat ini, maka Tuhan tak mengijinkan pasangan suami istri melakukan pembatasan anak lewat alat kontrasepsi seperti yang dipakai di jaman modern ini?
Apakah hal ini disampaikan dalam Alkitab? Haruskah orang Kristen memakai alat kontrasepsi?
Untuk menjawab
hal ini, mari mencoba untuk membahasnya lewat sudut pandang Alkitab. Jadi, sebenarnya
metode konstrasepsi sama sekali tak tertulis dalam Alkitab. Alkitab memang banyak
bicara soal anak, khususnya menekankan kalau anak adalah karunia dari Tuhan (Kejadian
4: 1; Kejadian 33: 5), warisan dari Tuhan (Mazmur 127: 3-5), berkat dari Tuhan (Lukas
1: 42) serta mahkota bagi para orangtuanya (Amsal 17: 6). Kadang kala Tuhan memberkati
para wanita mandul juga dengan memberikan mereka keturunan juga (Mazmur 113: 9;
Kejadian 21: 1-3; Kejadian 25: 21-22; Kejadian 30: 1-2; 1 Samuel 1: 6-8; Lukas 1:
7, 24-25). Tuhan membentuk anak-anak di dalam rahim ibunya (Mazmur 139: 13-16).
Tuhan mengenal mereka satu per satu sebelum mereka dilahirkan (Yeremia 1: 5; Galatia 1: 15).
Bicara soal
kontrasepsi atau dalam kata lain ‘alat pembatasan kelahiran anak’ adalah istilah
yang hanyalah kebalikan dari konsepsi (pembuahan benih). Penggunaan kontrasepsi tidak bicara soal benar
atau salah. Kalau kita menyaksikan di masa ini, banyak pasangan menikah memilih
memasang kontrasepsi karena beragam alasan. Sebagian beralasan untuk menunda kehamilan
sampai mereka benar-benar siap jadi orangtua. Sebagian lainnya mungkin karena memang
sudah punya banyak anak dan harus segera membatasi penambahan anggota keluarga baru.
Kondisi ini memang jauh berbeda dengan yang terjadi di masa Alkitab. Saat itu tak ada seorang wanita pun yang menginginkan untuk tak punya anak. Karena pada masa itu, setiap wanita yang sudah menikah akan dipandang terhormat kalau memiliki keturunan. Meski begitu tak seorang pun yang tahu pasti apakah orang di masa itu juga melakukan tindakan pembatasan kelahiran atau tidak.
Baca Juga :
Sudah Pakai Semua Kontrasepsi, Wanita Ini Tetap Saja Hamil
Bingung Pilih Kontrasepsi? Ini Dia Caranya!
Meskipun secara
kepercayaan kita menganut iman kalau Tuhan sendiri sanggup melakukan apa saja dalam
hidup manusia, termasuk mampu membuat pasangan mandul, mampu mengaruniakan keturunan
maupun menutup rahim seorang wanita. Tapi bukan berarti kita juga berhak untuk menilai orang lain apakah harus atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Tapi setiap
pasangan punya kebebasan untuk menentukan berapa banyak jumlah anak yang bisa
mereka pelihara dengan baik. Bisa jadi pembatasan ini juga dilakukan karena kondisi
ekonomi, kemampuan secara fisik dan juga panggilan hidup yang lebih besar yang mereka
harus lakukan.
Jadi, bahkan
di tengah masyarakat dunia memasang alat kontrasepsi untuk menekan tingkat kelahiran
sudah dianggap sebagai salah satu langkah untuk membantu pemerintah mewujudkan keluarga
sejahtera. Khususnya di Indonesia sendiri, jumlah kelahiran terbilang cukup
tinggi. Sementara tingkat ekonominya masih rata-rata menengah ke bawah. Jadi,
untuk mewujudkan keluarga sejahtera pemerintah bahkan menggalakkan program Keluarga
Berencana (KB) dua anak cukup. Tentu saja hal ini bukan untuk melanggar mandat dari
Tuhan supaya kita beranak cucu yang memenuhi bumi. Tapi pasangan menikah juga harus
mempertimbangkan berbagai hal sebelum menentukan berapa jumlah anak yang harus mereka
punya.