Tak
pernah dibayangkan oleh Trivet Sembel bahwa pertemuannya dengan seorang pengemudi
online akan memberinya sebuah pelajaran penting tentang toleransi. Kejadian saat ia masih bersama dengan pacarnya kala itu (sekarang sudah jadi
mantan menurut pengakuan Trivet, red) membuat ia makin mengerti di dalam melihat perbedaan yang ada.
“Jadi
si bapak ini ngomong kalian pacaran ya. Iya, kamu sering ngerasa ada perbedaan gak, gue bilang pasti sih pak. Dia
bilang bagus. Kenapa emang pak? Ini yang saya percaya de, bunga itu indah
gara-gara warnanya beda-beda, ada yang coklat, ada yang hijau, terus mahkotanya
bisa warna-warni. Bayangin kalau mahkota bunga semua warnanya sama, sama-sama
coklat, sama-sama hijau, pasti tidak akan seindah ketika bunganya warnanya
beda-beda mulai dari atas sampai ke bawah,” ungkap Trivet di hadapan para peserta acara
Bersama Merawat Keberagama(a)n di Binus Centre F(X) Sudirman, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (12/7/2018).
Terkait komunitas merawat toleransi yang ia dirikan yakni Proud Project, Trivet mengaku bahwa komunitas ini ia dirikan dilatarbelakangi karena sebuah keresehan.
(Trivet bersama dengan Gloria (ketiga dari kiri) dan Alanda (paling kanan) berbagi pengalaman terkait toleransi. Acara Bersama Merawat Keberagama(a) ini dimoderatori oleh Ayu Kartika Dewi dari SabangMarauke (paling kiri). Sumber: Rosa Cindy / Campaign)
“Saya
waktu itu masih kuliah di Seattle, so
waktu itu one night, waktu itu lagi
winter, dingin banget, waktu itu gue lagi sama teman gue yang orang Indonesia juga.
Kita waktu itu lagi dinner. Pas selesai dinner bareng, kita balik ke perapian.
Pas jalan ke parkiran, gue ketemu sama orang, badannya gede banget, dia
orangnya gimbal, pake topi kupluk, pokoknya tinggi banget,” kata Trivet mengenang.
Terjadilah
dialog antara dirinya dengan bapak tersebut. Bapak ini meminta rokok kepadanya. Karena tidak merokok, dengan ramah ia berkata bahwa
dirinya tidak merokok. Namun, bapak tersebut mengulangi permintaan hingga kali ketiga.
“Dia
ngomong lagi, i know Indonesia people
smoked, i’ve seen Indonesian smoked everywhere. Kayak orang elo merokok di
mana-mana. I’ve seen Indonesian on the
campus, on halte bus, disebutin satu-satu…. So, I can make sure that cigarette in yout pocket right now,” imbuh Trivet.
Kemudian bapak tersebut melanjutkan perkataannya yang menghentak dirinya.
“Terus dia ngomong lagi, so Indonesian people like you go back to your country and go bomb other place,” cerita Trivet.
Baca Juga: Kaleidoskop 2017: Inilah 4 Aksi Toleransi Umat Beragama yang Buktikan Kalau Beda itu Indah
Tidak
ingin mencari masalah, sambung Trivet, ia dan temannya meninggalkan pria
tersebut dan naik ke mobil. Namun, kejadian itu membuatnya berpikir tentang tembok yang ada antara orang Amerika Serikat dengan orang Indonesia.
“Siapa
sih yang buat tembok ini? Apakah orang Amerika yang bikin, kita bilang orang
Amerika rasis, orang Indonesia the best.
Lama-kelamaan gue mikir kayaknya ada yang salah sama pikiran gue ya karena at
times goes by, gue melihat orang-orang Amerika yang inspiratif, orang-orang
yang gue look up banget.. Dari situ gue bertanya siapa dong (berarti) yang buat tembok ini,” ucap Trivet.
Berjalan
waktu, akhirnya ia menemukan bahwa tembok ini ada karena dibuat oleh orang Indonesia juga.
“Setelah
gue pikir-pikir kalau ada orang Amerika yang rasis, ada orang Indonesia yang
juga rasis. Ada orang Batak di sini? Ada yang mau ngaku? Tapi orang Batak
streotipenya orangnya selalu berisik, selalu marah-marah mulu, padahal kagak.
Mantan gue aja kagak begitu... Pokoknya poinnya gak semua orang Amerika rasis,” pungkas Trivet.
Selain
Trivet Sembel, pengalaman seputar toleransi dan perbedaan juga diungkapkan oleh
Gloria NAtapradja Hamel (Duta Kemenpora) dan Alanda Kariza (Indonesian Youth Conference).
Acara bertajuk “Bersama Merawat Keberagama(a)n” merupakan hasil kolaborasi antara Indika Foundation, Campaign, Toleransi.ID, SabangMarauke, dan Binus International. Adapun latar belakang acara ini dibuat karena kepeduliaan akan masih maraknya diskriminasi dan kekerasan pada kelompok minoritas di Indonesia. Lewat acara ini, peserta dan masyarakat diajak untuk menghargai dan merawat keragaman di Indonesia agar sejalan dengan slogan resmi Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.
Sumber : Laporan lapangan / Budhi Marpaung