Ada seorang lelaki yang sama
sekali tidak percaya tentang keberadaan Kristus. Dirinya selalu mengolok-olok
setiap kali ada orang yang mencoba untuk mengenalkannya pada kasih dan kebaikan yang telah dilakukan oleh Kristus.
Lelaki tersebut tinggal di sebuah
wilayah peternakan yang cukup jauh dari kota. Ia tinggal bersama seorang istri
dan dua orang anaknya. Meskipun lelaki tersebut bukanlah orang percaya, namun
ia memiliki istri dan anak-anak yang menaruh iman percayanya kepada Kristus. Tidak jarang istri dan anak-anaknya mendapat olokan dari lelaki ini mengenai kepercayaan yang diimilikinya.
"Semuanya tidak masuk akal,
kenapa Tuhan mau merendahkan diri dan menjadi manusia seperti kita? Konyol sekali cerita ini," komentarnya pada sang istri.
Pada suatu pagi yang hujan, istri
dan anak-anaknya pergi ke gereja sementara ia memilih untuk menikmati acara tv
kesukaannya di rumah. Tidak lama setelah kepergian istrinya, hujan yang turun semakin besar dan disertai oleh angin yang sangat kencang.
Saat sedang hanyut dalam salah satu acara TV, ia mendengar kalau ada sesuatu yang
menabrak jendela. Ia mencoba untuk mengecek dibalik jendela tersebut, namun
tidak menemukan apa pun. Rasa penasaran kemudian menuntunnya untuk membuka pintu dan mengecek secara langsung.
Ternyata benda yang menabrak jendelanya
tersebut adalah beberapa ekor burung. Angin membuat burung-burung tersebut
kehilangan kendali dan menabrak jendela. Mereka tidak bisa kembali terbang mengingat kencangnya angina dan hujan saat itu.
Karena merasa kasian, lelaki ini kemudian
mencoba untuk menolongnya. Ia pikir kalau sebuah kandang anjingnya yang sudah lama
tidak terpakai yang terletak tidak jauh dari jendela bisa dipakai oleh burung-burung tersebut agar tidak terkena hujan dan angin.
Tetapi sayang, setiap kali ia mendekati
burung-burung tersebut, mereka justru mencoba untuk lari. Tidak hilang akal ia
kemudian mencoba untuk berdiri di belakang burung-burung tersebut agar bisa
menakutinya dari belakang. “Dengan cara ini, mereka akan ketakutan dan terbang
menuju kandang,” gumamnya. Tapi cara ini tidak juga berhasil. Burung-burung ini justru semakin ketakutan.
Lelaki ini kembali ke dalam rumahnya, mengambil
sepotong roti dan menaruh roti ini di dalam kandang dengan harapan bahwa
burung-burung ini akan masuk kandang dan memakan roti-roti ini. Setelah tiga
puluh menit menunggu, lelaki ini sudah mulai kehilangan kesabarannya. Ia juga
makin merasa kasihan karena ada beberapa burung yang masih kecil dan nampak
sekali kedinginan. Tetapi ia mendapati bahwa tidak ada satu ekor burung pun yang mencoba mendekati roti.
Di dalam hatinya, ia bergumam, "Kenapa sih
mereka nggak mau mengikutiku? Mereka akan selamat dari hujan dan angin kalau
saja mereka mau di dekati dan mengikutiku. Gimana ya caranya agar aku bisa
memasukkan mereka ke kandang ini dengan segera agar mereka tidak kedinginan?"
Dirinya larut dalam pikiran-pikiran tersebut,
lalu ia bergumam, "Satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka adalah
dengan menjadi seperti mereka, kalau saja aku adalah burung, maka aku bisa menuntun mereka ke tempat yang lebih aman."
Pada saat itu juga, ia terdiam. Pikiran
tersebut mengingatkannya pada Kristus. Ia menyadari bahwa untuk menyelamatkan
umat manusia, Tuhan rela menjadi seperti kita, manusia. Detik itu juga dia
menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamatnya.
Seringkali kita tidak memahami kenapa Tuhan mau
merendahkan dirinya sebagai manusia. Tetapi dari cerita diatas, kalau saja
Tuhan tidak memberikan AnakNya yang tunggal, Yesus, mungkin kita pasti akan
terus-terusan tersesat dan mengalami kematian yang kekal.