Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di
laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kejadian 1: 26)
Menilai seseorang
dari warna kulit, bentuk fisik dan bahkan keyakinan yang dianut seseorang adalah dosa besar yang sudah ada sejak dulu.
Sementara Allah
sendiri berfirman soal hal ini sejak dari awal masa penciptaan. “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,” (Kejadian 1: 26).
Dari ayat ini,
terkandung janji Allah yang paling kekal bagi manusia yaitu menjadikan kita (manusia) serupa dengan cerminan-Nya.
Tak seorang
pun yang seperti Tuhan. Tapi setiap orang membawa beberapa atribut Allah yang bisa
menular. Seperti kebijaksanaan, cinta, anugerah, kerinduan untuk selama-lamanya. Ya, kita dibuat sesuai dengan gambaran-Nya.
Sayangnya,
dosa mengubah citra baik ilahi ini. Para psikolog keliru kalau mereka memberitahumu
untuk melihat dirimu sendiri dan menemukan nilai dirimu di sana. Isi majalah-majalah
juga salah saat mereka menyarankanmu untuk diet, punya badan berotot, wajah harus
mulus dan bebas jerawat, atau tubuhmu harus selalu wangi sepanjang hari. Ada banyak
film menyesatkan yang menawarkan pengetahuan, kecerdasan atau kekayaan. Para pemimpin
agama justru menyampaikan kebohongan saat mereka menilaimu berdasarkan seberapa rajin kamu pergi ke gereja, seberapa disiplin hidupmu atau seberapa rohaninya hidupmu.
Alkitab justru
menyebutkan sebaliknya, dimana Tuhan menyampaikan dengan jelas bahwa Dia mengasihimu
apa adanya. Kamu berharga dimataNya karena kamu punya kemiripan denganNya. Hal inilah
yang disampaikan Daud dalam Mazmur 17: 15, “Tetapi
aku, dalam kebenaran akan kupandang wajah-Mu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupa-Mu.”
Bayangkan betapa indahnya dunia kalau saja semua orang memilih percaya bahwa ‘Mereka diciptakan untuk kemuliaan Tuhan dan diciptakan sesuai dengan gambaranNya’.
Baca Juga :
Bayangkan
dampaknya kalau saja semua orang menghidupi janji ini. tentu saja tak akan ada
kebencian, permusuhan dan bahkan rasisme terhadap orang lain. Api permusuhan tak
akan berkobar kalau setiap orang memandang sesamanya adalah ciptaan Allah sendiri.
Seorang bos
tidak akan berlaku seenaknya terhadap karyawannya kalau dia memandang karyawannya
adalah ciptaan Tuhan. Orang-orang miskin, sakit jiwa, narapidana atau pengungsi
tidak akan dikucilkan kalau semua orang memahami bahwa mereka berharga di mata Tuhan.
Tak akan
ada tindakan yang terlalu kejam dialami seseorang kalau semua orang memahami janji penciptaan ini.
Baik orang
tua atau kakek dan nenek juga memahami kebenaran ini. Aku ingat waktu putriku Jenna
mengandung cucu pertama kami. Dia masih berbentuk bulat. Jauh sebelum Jenna melahirkan
Rosie, cucuku, aku sudah mencintainya. Aku belum pernah melihatnya, tapi aku sudah
mencintainya. Dia tak melakukan apapun untuk mendapatkan cintaku. Tapi aku mencintainya.
Dia tak pernah membuatkanku kopi, atau memanggilku kakek. Dia bahkan tak pernah
menyanyikan sebuah lagu atau menari bersamaku. Dia sama sekali tak pernah berbuat apa-apa!
Tapi tetap saja aku mencintainya.
Aku akan
melakukan apa saja untuknya. Ini bukan ungkapan hiperbola! Tapi aku benar-benar mencintainya. Karena dia memiliki sebagian dari yang ada di dalam diriku.
Begitu pulalah
cara kerja Tuhan saat mencintai kita. Karena Dia menciptakanmu, maka kamu adalah milikNya.
Jadi,
bagaimana sebenarnya Tuhan mengajarkan kita untuk menghormati tetangga kita? Apa
solusi Tuhan atas rasisme yang terjadi di tengah masyarakat kita, khususnya ketika
ada orang yang diperlakukan dengan kekerasan dan bahkan harus merenggut nyawa. Solusi
sementara yang bisa dilakukan pemerintah adalah membuat ketetapan tertulis. Atau
memperkuat pengajaran agama kepada masyarakat.
Namun solusi
ini hanyalah bersifat sementara. Tapi Tuhan punya solusi yang terbaik, bahkan hal
ini sudah disampaikanNya sejak awal penciptaan, bahwa setiap manusia adalah gambaranNya.
Dan Tuhan sama sekali tak menghendaki sesama ciptaanNya untuk saling membenci, bermusuhan
atau bahkan merendahkan.