Seorang teman pernah
bertanya, “Kalau kamu melihat foto, wajah siapakah yang pertama kali kamu cari?”
Ya, biasanya adalah
diri sendiri. Baik itu selfie ataupun wefie atau foto bersama, pasti yang
paling kita cari adalah foto kita sendiri. Kalau foto kita bagus, senyum dan
tampak keren, tidak peduli bagaimana foto orang lain kita katakan itu foto
bagus. Sebaliknya, jika kita jelas, sekalipun yang lain berkata itu bagus,
menurut kita jelek.
Saat ini selfie atau
swafoto sudah menjadi bagian dari gaya hidup, mulai dari pergi makan hingga
kegiatan sehari-hari saat kerja, kita akan menemukan banyak yang diabadikan
melalui sebuah telephone genggam. Bahkan aktifitas rohani pun tak terlewatkan
dari jepretan, mulai dari ibadah di gereja, penyembahan hingga acara doa. Mulai
dari yang memfoto orang lain hingga yang melakukan swafoto atau selfie.
Pertanyaannya, apakah
orang Kristen boleh memamerkan aktifitas rohani melalu selfie atau foto tadi?
Apakah salah
mengabadikan sebuah momen yang kita anggap penting? Tentu tidak bukan?
Ingin agar orang-orang
yang kamu kasihi tau kegiatanmu, hal itu tidak salah juga kan. Nah, lalu apa
yang salah dari budaya selfie dan melakukan foto atas setiap kegiatan kita itu,
termasuk kegiatan rohani seperti ibadah atau berdoa?
Mari kita kembali pada
Alkitab, Tuhan selalu melihat apapun dari hati orang tersebut bukan dari apa
yang kelihatan, seperti yang dikatakan-Nya kepada Nabi Samuel : “Tetapi
berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau
perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia
yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN
melihat hati." (1 Samuel 16:7).
Ya, bukan selfie-nya
yang membuat sesuatu itu salah atau tidak salah, dalam hal ini “berdosa”, tapi
apa motif dari melakukan selfie tersebutlah yang menjadi penentu. Berikut ada
beberapa motif yang bisa menjadi bahan perenungan kita.
1# Jika kita melakukan selfie untuk meninggikan diri
Dengan melakukan
selfie dan membagikannya ke sosial media, kita merasakan sedikit dari rasanya
menjadi orang terkenal. Hal ini menjadi sesuatu yang membuat orang kecanduan.
Kita menjadi terobsesi untuk mendapatkan “like”, “love”, komentar dan share.
Bahkan berharap kalau bisa foto atau video kita menjadi viral.
Namun jika kita kembali kepada nilai-nilai Alkitabiah, Yohanes berkata “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yohanes 3:30). Ya, benar! Yang harus semakin besar dan terkenal seharusnya Tuhan Yesus Kristus, bukan kita. Yesus Kristus secara jelas menyatakan bahwa “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” (Matius 23:11).
Baca juga :
* Sisi Positif dan Negatif Dari Selfie
* Ini Alasannya Kenapa Orang Suka 'Selfie'
2# Kalau motivasimu melakukan selfie karena ingin merasa berharga
Saat
ini, budaya selfie membuat orang membuat gambaran yang salah tentang dirinya,
karena ia ingain orang lain menyukainya, bahkan menjadi penggemarnya. Bahkan
handphone pun sudah menyediakan berbagai aplikasi dan fitur yang membuat orang
bisa tampil lebih cantik atau ganteng dari aslinya. Kulitnya bisa dibuat lebih
putih, jerawatnya bisa dihilangkan, senyumannya bisa dibuat lebih indah, karena para produsen mendapati kebutuhan untuk tampil lebih baik dari aslinya itu.
Apakah rasa berhargamu tergantung kepada tampilan fisikmu? Hal ini tentu tidak benar.
Manusia
semakin hari semakin tua, kulit akan menjadi keriput, rambut menjadi putih dan tubuh semakin lemah. Amsal 31:30a berkata “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia."
Kita
harus menemukan keberhargaan yang benar di dalam Tuhan. Yesaya 43:4 berkata, “Oleh
karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka
Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.”
Kamu
berharga di mata Tuhan, karena hidupmu seharga dengan pengorbanan Yesus di kayu
salib. Kita tidak perlu lagi mencari rasa berharga dari yang lainnya, ketahuilah bahwa cinta Tuhan bagi kita sudah cukup.
3# Jika kamu posting foto selfie untuk menunjukkan hidup dan dirimu yang sempurna
Apakah
kamu ingin orang melihatmu sebagai orang yang rohani dengan foto di gereja atau saat berdoa?
Atau
kamu mungkin ingin menunjukkan keluargamu adalah keluarga bahagia, hidupmu sukses, dan anak-anakmu hebat?
Ya,
seringkali kita ingin memperlihatkan apa yang baik kepada banyak orang. Jarang
sekali kita menunjukkan sesuatu yang buruk dari hidup kita. Namun Tuhan tidak
ingin kita menjadi orang yang seperti ini, kita tidak perlu menjadi orang yang sempurna di hadapan Tuhan dan juga sesama.
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama
seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita
menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” (1 Yohanes 1:7-8).
Ya, kita harus hidup dalam terang.
Jadilah berkat melalui setiap kelebihan dan kekuranganmu. Jangan kita menipu
diri sendiri atau orang lain dengan memamerkan kehidupan kita yang sepertinya sempurna dan indah.
Sebagai penutup, mari kita dengarkan
peringatan yang diberikan tentang godaan terbesar di jaman selfie dan sosial media ini seperti yang ditulis dalam 1 Yohanes 2:15-17 ini:
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada
di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan
keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya."
Jangan
terjebak oleh selfie-Kristen atau selfie-rohani, karena selama yang dimuliakan
bukan Tuhan, maka kita sudah keluar dari tujuan awal yang Tuhan tetapkan.
Tetapi hendaknya kita juga tidak menjadi hakim bagi orang lain atau bahkan atas
diri sendiri, namun kita kembali selidiki hati kita atas setiap tindakan kita.
Teruslah bertanya, “Apakah yang menjadi motivasiku melakukan hal ini?”
Mari
kita kembali kepada hukum terutama yang Yesus ajarkan dalam Markus 12:30-31, hendaknya setiap tindakan kita dimotivasi oleh kasih kita kepada Tuhan dan sesama.