Ada seorang narator yang
bercerita tentang dua orang teman yang tinggal di sebuah desa tahun 1912an. Ben
Feltner dan Thad Coulter tergabung dalam sebuah komunitas agraris yang
mendahulukan loyalitas hubungan baik itu untuk satu sama lain, untuk tempat dimana mereka tinggal, maupun kerja keras.
Namun sebuah tragedi menimpa Thad ketika dirinya mulai berinvestasi dalam sebuah bisnis dengan putranya dan ia mengalami kerugian. Ia dipermalukan dan merasa sangat putus asa, sehingga hal ini membuatnya memutuskan untuk meneguk bergelas-gelas alkohol hingga mabuk.
Baca juga:
Dalam kondisi yang mabuk, ia pergi untuk menemui
Ben dan meminta
pertolongannya. Ben
tidak ingin berdiskusi dengan Thad mengingat dirinya masih berada pada kondisi
yang mabuk. Ben menjelaskan kepada Thad untuk bicara pada keesokan paginya saat
dirinya sudah sadar. Sayangnya, kondisi Thad membuat dirinya diliputi oleh
perasaan marah dan kehilangan kesadaran. Ia kembali ke rumah untuk mencari senjatanya, kemudian menembak Ben.
Kisah selanjutnya yang
diceritakan oleh narator tersebut adalah tentang bagaimana belas kasih dan pengampunan
dari keluarga dan komunitas pada Thad. Sayangnya, Thad sendiri tidak dapat
menerima pengampunan tersebut dengan baik dan hidup dalam penyesalan, sehingga ia mengakhiri hidupnya sendiri dengan bunuh diri.
Di akhir cerita, narator tersebut
berkomentar, "Orang banyak seringkali berkata tentang kasih Allah adalah
hal yang paling menyenangkan dan indah. Namun bisa juga menjadi hal yang
mengerikan. Coba kembali kita ingat bagaimana seorang Thad yang dalam kemarahannya, ia mabuk dan membunuh Ben.”
Kapankah pengampunan tidak menimbulkan
penderitaan? Pengampunan sejati tidak akan pernah terjadi kecuali kalau kita
bisa menerima luka tersebut. Ketika kita mendapati seseorang menyakiti kita,
tapi kita memilih untuk menerima dan mengampuninya, hal ini akan menimbulkan
rasa sakit yang lebih banyak dibandingkan saat kita memilih untuk balas dendam kepadanya.
Yesus sendiri mengilustrasikan pengampunan tentang seorang hamba yang berhutang pada tuannya (Matius 18:21-35). Pada awalnya tuan tersebut mengancam akan menjual seluruh anggota keluarga dan kepunyannya untuk melunasi hutang tersebut. Tetapi karena hamba tersebut mohon ampun pada tuannya dan meminta agar diberikan waktu untuk mengembalikan hutangnya, tuan tersebut langsung mengampuni dan melunasi hutang-hutangnya.
Baca juga: Kebaikan Yesus Tak Bisa Tercatat, Inilah Alasannya Menurut Yohanes
Tapi hamba tersebut tidak mau mengampuni orang-orang yang telah
berhutang kepadanya. Hal ini membuatnya dipenjara. Tanpa sadar seringkali kita
memperlakukan pengampunan dan keadilan seolah-olah mereka merupakan sebuah hal ekslusif yang ditawarkan kepada kita.
Jika kita memilih keadilan, kita akan berpikir
kalau pilihannya adalah memperbaikinya atau membalasnya, baik orang tersebut
diberikan waktu untuk memperbaiki kesalahannya atau menerima hukuman atasnya.
Hamba tadi menerima pengampunan dari tuannya, namun ketika ia telah dibebaskan
dari seluruh hutangnya, ia meminta keadilan dari hamba-hamba lain yang berhutang kepadanya.
Buat mereka yang tidak bisa membayar, ia akan
menempatkan mereka ke penjara sebagai hukumannya. Berbeda dengan tuan yang
mengampuni tadi, ia melunasi hutang-hutang tersebut tanpa syarat dan tidak butuh bayaran maupun pembalasan.
Pertanyaan diatas seringkali membawa kita pada
sebuah kesalahpahaman tentang keadilan dan pengampunan. Kesalahan tidak bisa
dihapuskan melalui hukuman atau bayaran, bahkan tidak benar-benar bisa
dihapuskan oleh pengampunan. Ketika tuan tersebut memutuskan untuk melunasi
hutang-hutang sang hamba, hutang tersebut tidak berarti hilang begitu saja.
Tuan tersebut menerima kerugiannya. Dia melimpahkan hutang-hutangnya tersebut untuk dirinya sendiri.
Maka saat seseorang memutuskan untuk memaafkan,
ia akan menerima segala risiko, baik itu rasa sakit maupun rasa tidak adil
tanpa berpikir untuk membalasnya. Walaupun ini bukanlah perkara mudah, bahkan
kita harus merasakan kepahitan atasnya, namun inilah cara kita memperoleh
pemulihan. Inilah kenapa kita tidak bisa menghindari penderitaan di kayu salib seperti Kristus.
Kasih bukanlah perkara mudah. Namun daripada kita
menuntut bayaran atas hal-hal yang tidak bisa kita bayar atau lakukan, atau menghukum
diri sendiri karena tidak mampu membayar hutang-hutang tersebut, ingatlah bahwa
Allah yang kita lihat dalam Yesus Kristus, oleh kasihNya Dia menerima setiap kerugian, menerima rasa sakit dan bayaran yang seharusnya menjadi milik kita.
Sumber : inspiring 21