Bukan Perkara Mudah, Tapi Pengampunan Merupakan Salah Satu Cara Kita Memikul Salib Kristus

Kata Alkitab / 30 May 2018

Kalangan Sendiri

Bukan Perkara Mudah, Tapi Pengampunan Merupakan Salah Satu Cara Kita Memikul Salib Kristus

Inta Official Writer
2461

Ada seorang narator yang bercerita tentang dua orang teman yang tinggal di sebuah desa tahun 1912an. Ben Feltner dan Thad Coulter tergabung dalam sebuah komunitas agraris yang mendahulukan loyalitas hubungan baik itu untuk satu sama lain, untuk tempat dimana mereka tinggal, maupun kerja keras.

Namun sebuah tragedi menimpa Thad ketika dirinya mulai berinvestasi dalam sebuah bisnis dengan putranya dan ia mengalami kerugian. Ia dipermalukan dan merasa sangat putus asa, sehingga hal ini  membuatnya memutuskan untuk meneguk bergelas-gelas alkohol hingga mabuk.

Baca juga: Rasa Penasaran Membuat Manusia Bertahan Hidup, Tapi Hindari Hal Ini, Ya!

Dalam kondisi yang mabuk, ia pergi untuk menemui Ben dan meminta pertolongannya. Ben tidak ingin berdiskusi dengan Thad mengingat dirinya masih berada pada kondisi yang mabuk. Ben menjelaskan kepada Thad untuk bicara pada keesokan paginya saat dirinya sudah sadar. Sayangnya, kondisi Thad membuat dirinya diliputi oleh perasaan marah dan kehilangan kesadaran. Ia kembali ke rumah untuk mencari senjatanya, kemudian menembak Ben.

Kisah selanjutnya yang diceritakan oleh narator tersebut adalah tentang bagaimana belas kasih dan pengampunan dari keluarga dan komunitas pada Thad. Sayangnya, Thad sendiri tidak dapat menerima pengampunan tersebut dengan baik dan hidup dalam penyesalan, sehingga ia mengakhiri hidupnya sendiri dengan bunuh diri.

Di akhir cerita, narator tersebut berkomentar, "Orang banyak seringkali berkata tentang kasih Allah adalah hal yang paling menyenangkan dan indah. Namun bisa juga menjadi hal yang mengerikan. Coba kembali kita ingat bagaimana seorang Thad yang dalam kemarahannya, ia mabuk dan membunuh Ben.

Kapankah pengampunan tidak menimbulkan penderitaan? Pengampunan sejati tidak akan pernah terjadi kecuali kalau kita bisa menerima luka tersebut. Ketika kita mendapati seseorang menyakiti kita, tapi kita memilih untuk menerima dan mengampuninya, hal ini akan menimbulkan rasa sakit yang lebih banyak dibandingkan saat kita memilih untuk balas dendam kepadanya.

Yesus sendiri mengilustrasikan pengampunan tentang seorang hamba yang berhutang pada tuannya (Matius 18:21-35). Pada awalnya tuan tersebut mengancam akan menjual seluruh anggota keluarga dan kepunyannya untuk melunasi hutang tersebut. Tetapi karena hamba tersebut mohon ampun pada tuannya dan meminta agar diberikan waktu untuk mengembalikan hutangnya, tuan tersebut langsung mengampuni dan melunasi hutang-hutangnya.

Baca juga: Kebaikan Yesus Tak Bisa Tercatat, Inilah Alasannya Menurut Yohanes

Tapi hamba tersebut tidak mau mengampuni orang-orang yang telah berhutang kepadanya. Hal ini membuatnya dipenjara. Tanpa sadar seringkali kita memperlakukan pengampunan dan keadilan seolah-olah mereka merupakan sebuah hal ekslusif yang ditawarkan kepada kita.

Jika kita memilih keadilan, kita akan berpikir kalau pilihannya adalah memperbaikinya atau membalasnya, baik orang tersebut diberikan waktu untuk memperbaiki kesalahannya atau menerima hukuman atasnya. Hamba tadi menerima pengampunan dari tuannya, namun ketika ia telah dibebaskan dari seluruh hutangnya, ia meminta keadilan dari hamba-hamba lain yang berhutang kepadanya.

Buat mereka yang tidak bisa membayar, ia akan menempatkan mereka ke penjara sebagai hukumannya. Berbeda dengan tuan yang mengampuni tadi, ia melunasi hutang-hutang tersebut tanpa syarat dan tidak butuh bayaran maupun pembalasan.

Pertanyaan diatas seringkali membawa kita pada sebuah kesalahpahaman tentang keadilan dan pengampunan. Kesalahan tidak bisa dihapuskan melalui hukuman atau bayaran, bahkan tidak benar-benar bisa dihapuskan oleh pengampunan. Ketika tuan tersebut memutuskan untuk melunasi hutang-hutang sang hamba, hutang tersebut tidak berarti hilang begitu saja. Tuan tersebut menerima kerugiannya. Dia melimpahkan hutang-hutangnya tersebut untuk dirinya sendiri.

Maka saat seseorang memutuskan untuk memaafkan, ia akan menerima segala risiko, baik itu rasa sakit maupun rasa tidak adil tanpa berpikir untuk membalasnya. Walaupun ini bukanlah perkara mudah, bahkan kita harus merasakan kepahitan atasnya, namun inilah cara kita memperoleh pemulihan. Inilah kenapa kita tidak bisa menghindari penderitaan di kayu salib seperti Kristus.

Kasih bukanlah perkara mudah. Namun daripada kita menuntut bayaran atas hal-hal yang tidak bisa kita bayar atau lakukan, atau menghukum diri sendiri karena tidak mampu membayar hutang-hutang tersebut, ingatlah bahwa Allah yang kita lihat dalam Yesus Kristus, oleh kasihNya Dia menerima setiap kerugian, menerima rasa sakit dan bayaran yang seharusnya menjadi milik kita.

 

Sumber : inspiring 21
Halaman :
1

Ikuti Kami