Rome Shubert,
remaja 16 tahun adalah salah satu korban dalam aksi serangan penembakan di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Santa Fe, Texas pada Jumat, 18 Mei 2018 lalu. Saat serangan
terjadi, Shubert mengaku mendengar dentuman keras di bagian kepalanya.
Sementara telinganya mulai bordering. Rupanya sebutir peluru sudah menembus kulit kepalanya saat itu.
Ajaibnya, Shubert
bukannya terkapar karena kesakitan. Dia malah berusaha menyelamatkan diri dengan
berlindung di bawah meja dan kemudian melarikan diri bersama siswa lain dari pintu belakang di ruang seni tempat mereka belajar.
Dalam kondisi
kepala berdarah, dia juga masih kuat memanjat dinding setinggi tujuh kaki dan berlari
sejauh 200 meter dari ruangan tersebut. Dia bahkan tak segera memberitahukan orang tuanya soal kondisi yang dialaminya sebelum tiba di rumah sakit.
Beruntungnya,
peluru hanya menembus bagian kepala belakangnya. Kalau saja peluru melewati satu
millimeter lagi ke arah kepalanya, kemungkinan buruknya Shubert akan lumpuh dan bahkan meninggal dunia.
Dokter yang
menangani luka tembak Shubert pun mengaku bersyukur karena tembakan itu tidak mengenai
bagian vital kepalanya. Saat memuji keberaniannya, Shubert mengaku senang karena masih tetap bisa hidup.
“Para
dokter mengatakan itu adalah tembakan yang sempurna. Aku hanya senang saja karena masih bisa hidup,” ucap Shubert.
Menakjubkannya,
dia bahkan hanya menjalani perawatan singkat di Clear Regional Medical Center.
Kemudian dia pulang jalan dengan berjalan kaki ke rumahnya dengan sebuah bola
bisbol di tangannya. Satu-satunya bukti dari penembakan itu adalah gumpalan rambut yang berlumuran darah dan perban di bagian kepala kirinya.
“Aku
bersujud dan berteriak, ‘Haleluya dan terpujilah Yesus. Itu adalah peristiwa yang
paling menakutkan dalam hidupku, tidak mendengar dari dia. Aku menaruh kepalaku
di dadanya dan aku hanya bisa berkata, ‘Terima kasih Tuhan. Terima kasih. Terima kasih atas kasih karuniaMu,” kata sang ibu Sheri Shubert.
Penembakan itu
sendiri dilakukan oleh salah seorang siswa berusia 17 tahun, yang bernama Dimitrios
Pagourtzis. Dia mulai menembaki siswa yang sedang berada di ruangan seni dengan
senapan dan juga pistol pada Jumat pagi sekitar pukul 07.03 pagi waktu setempat.
Dari keterangan
Shubert, dirinya mengaku suara tembakan itu terdengar keras dari lorong kelas. Sesaat
setelah kena tembakan dia merangkak ke lantai dan mendorong meja dampai ke pintu.
Kelas itu adalah kelas pertama yang dimasuki oleh pelaku. Menyadari kalau dentuman
senjata itu sungguhan dan adanya bercak darah yang mengalir dari tubuh siswa yang
terkena tembakan, Shubert pun segera berlari menuju pintu belakang ruangan yang disekat oleh dinding 7 kaki.
Saat itu, Shubert
sama sekali tak merasa terkena tembakan. Dia baru menyadari kepalanya terkena tembakan
setelah salah satu temannya menyampaikan hal itu. Setelah berkumpul di tempat
parkir, siswa yang terluka segera dilarikan ke rumah sakit. Dokter mengatakan kalau
peluru itu mengenai kepala bagian belakang kiri dan hanya melewati jaringan lemak
saja.
Awalnya remaja
yang dikenal sebagai pemain bisbol itu seakan tak percaya kalau kejadian itu adalah
penembakan sungguhan. Apalagi kejadian ini terjadi di malam setelah tim bisbol kalah
dalam pertandingan. Tapi dia sangat bersyukur karena masih diberikan kesempatan
hidup oleh Tuhan.