Pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat dari wilayah Tel
Aviv ke Yerusalem menuai pro-kontra terlebih dengan adanya demo dan bentrokan
di wilayah Gaza. Namun kontroversi pemindahan kedutaan Amerika ini tidak hanya
sampai di sana, saat acara peresmian kedutaan tersebut, dua orang pendeta
Amerika yang diundang berdoa pun sangat tidak biasa, mereka adalah Pendeta
Robert Jeffress gembala Gereja First Babtist Church di Dalas dan Pendeta John
C. Hagee seorang televangelis pendiri Christian United for Israel.
Dalam acara peresmian kedutaan itu, Robert Jeffress memimpin doa pembukaan. Beberapa tahun lalu ia pernah berkomentar bahwa menjadi Yahudi tidak menjamin keselamatan mereka.
Baca juga :
Arab Saudi Nilai Pemindahan Kedutaan AS ke Yerusalem Hanya Perburuk Konflik Timur Tengah
Kematian Ariel Sharon Berkaitan dengan Kedatangan Yesus?
“Kamu tahu siapa yang berkata demikian? Tiga orang Yahudi
yang luar biasa di Perjanjian Baru: Petrus, Paulus dan Yesus Kristus. Mereka
semua menyatakan bahwa Yudaisme tidak akan menyelamatkan. Hanya iman di dalam
Yesus Kristus (yang menyelamatkan –red),” demikian ucapan Jeffress pada tahun 2010
lalu dalam sebuah wawancara dengan Trinity Broadcasting Network.
Sebaliknya, dalam interview dengan NPR, John C. Hagee
mengungkapkan bahwa dia percaya orang Yahudi akan diselamatkan saat Yesus
Kristus dating untuk kedua kalinya, yang ia percaya tidak akan lama lagi
terjadi. Sekalipun saat ini orang Yahudi tidak percaya bahwa Yesus Kristus
adalah mesias, namun Hagee percaya bahwa saat Dia dating nanti, orang-orang
Yahudi akan menerima Dia sebagai Juru Selamat.
Walau pernyataan kedua pendeta ini penuh kontroversi, namun
di kalangan orang Kristen injili Amerika, mereka adalah orang-orang yang berada
di barisan pertama mendukung Israel. Mereka juga mendukung kebijakan Amerika
yang mendukung Israel dengan pandangan bahwa hal itu membantu penggenapan
nubuatan Alkitab menuju kedatangan Yesus kedua kalinya.
Namun pemindahan kedutaan Amerika Serikat ini membuat suhu
di wilayah Timur Tengah memanas. Terlebih setelah bentrokan di Gaza yang
menewaskan lebih dari 50 warga Palestina.